Penentuan siapa yang akan menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada periode 2020-2024 akan ditentukan beberapa hari ke depan. Mungkinkah Donald Trump terpilih (lagi) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2020 ini?
Pada 3 November 2020 nanti, Amerika Serikat (AS) akan menentukan nasib negara mereka lewat Pemilihan Presiden (Pilpres). Walaupun dunia sedang dilanda pandemi Covid-19, negara itu tetap ngotot untuk melanjutkan Pilpres meski banyak warga negara yang protes.
Ya, wajar saja, AS saat ini adalah juara pertama kasus positif Covid-19 di dunia. Apalagi, AS juga sedang dilanda resesi paling buruk setelah sembilan tahun terakhir.
Namun, apa daya, pemerintah tetap memaksa untuk menyelenggarakan Pemilu walaupun dilanda keburukan. Salah satu faktornya adalah selesainya masa bakti Presiden petahana Donald Trump yang telah menjabat selama empat tahun.
Sekarang ia mencalonkan kembali sebagai presiden yang didukung oleh Partai Republik. Sebagai penantangnya, Partai Demokrat menunjuk politisi senior sekaligus mantan wakil presiden dari Barack Obama, yakni Joe Biden.
Pada sesi debat pertama yang diadakan di Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio tersebut, terlihat baik Trump dan Biden saling beradu argumen. Trump tampak selalu memotong pembicaraan ketika Biden sedang berbicara, sampai-sampai moderator debat, Chris Wallace, kehilangan kendali atas debat.
“Gentlemen, stop!” begitulah perkataan Chirs Wallace yang meminta Trump untuk berhenti mengganggu. Sementara, Biden hanya bisa bertahan dan bersikap tenang dalam perdebatan.
Dalam debat pertama bisa kita melihat bahwa, baik Trump dan Biden, sama-sama serius untuk menangani permasalahan yang ada di AS walaupun baik dari kedua kubu tersebut terkadang menyerang secara pribadinya.
Walaupun begitu, dalam debat sesi pertama ini sebenarnya masih belum jelas pilihan masyarakat AS. Ya, terlalu dini untuk menilai siapa yang pantas untuk menjadi presiden AS selanjutnya dari debat pertama tersebut karena masih ada debat wakil presiden. Ajang debat ini adalah antara petahana Mike Pence sebagai wakil dari Trump dan Kamala Harris sebagai calon wakil dari Biden yang diselenggarakan di University of Utah.
Selain dari soal debat, ada banyak hal lain yang bisa kita jadikan indikator tentang pilihan masyarakat AS. Maka mari kita simak. Pertama, apakah Trump masih dibutuhkan oleh rakyat Amerika? Bagaimana dunia melihat AS dan Trump? Dan, apakah Trump layak menjadi sebagai presiden AS kembali?
Yang pertama, apakah Trump masih dibutuhkan oleh rakyat Amerika? Jawabannya bisa iya tetapi bisa juga tidak. Sebab, menurut surve Gallup pada tahun 2019, mayoritas warga AS tidak puas terhadap Trump dalam menangani pekerjaannya sebagai presiden.
Bahkan, masyarakat menganggap Trump adalah presiden yang terburuk sepanjang sejarah AS yang mengalahkan Obama, Bush Jr., dan Jimmy Charter. Mereka juga menganggap Trump adalah presiden yang telah gagal dan pembuat kekacauan di AS.
Meski masyarakat AS menganggap pemerintahan Trump merupakan terburuk, ada juga yang berpendapat bahwa pemerintahan Trump sangatlah baik, terutama di kalangan kolot dan konservatif. Wajar saja, mayoritas pendukung Partai Republik adalah dari kalangan konservatif.
Kendati demikian, ada sisi positif dan sisi negatif dalam kepemimpinan dari Trump. Kita tahu bahwa Trump memang sangat rasis terhadap orang Asia, terutama pada orang Tiongkok dan Arab.
Kita juga tahu bahwa Trump tak segan-segan mendeportasi para imigran yang telah lama menetap di AS. Namun begitu, dibalik kontroversinya dia, ingat apa slogan Trump ketika Pilpres 2016 lalu? Ya, benar sekali, “America First, Make America Great Again!” yang bertujuan menjadi Amerika kembali menjadi negara yang memprioritaskan masyarakat AS dalam segala aspek karena Trump menilai selama ini mayoritas pekerjaan di banyak sektor telah dipenuhi oleh pekerja imigran yang merantau mencari rezeki di negara adidaya tersebut.
Trump menilai bahwa hal tersebut merupakan ancaman serius terhadap masyarakat AS sendiri karena semakin sedikit pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat AS. Karena pemerintahan Obama telah membuka lebar-lebar bagi para imigran dari mancanegara untuk tinggal di AS, AS sendiri dianggap mengalami kelebihan populasi.
Pertanyaan kedua, bagaimana dunia melihat AS yang dipimpin Trump? Orang-orang di seluruh dunia mempunyai pandangan yang berbeda terhadap AS dan Trump. Menurut survei dari Pew Research Center pada tahun 2019, dari 33 negara, kepercayaan terhadap AS dan Trump sangat rendah.
Menurut pandangan global, kepercayaan terhadap Trump sangatlah sedikit, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan presiden sebelumnya, Barack Obama. Selain itu, dunia menganggap kebijakan luar negeri dari Trump sangat tidak populer – seperti memindahkan ibukota Israel ke Yerusalem yang ditentang oleh PBB karena ilegal, memberlakukan travel ban terhadap tujuh negara yang dicap teroris, dan membuat tembok raksasa di perbatasan AS dan Meksiko guna menghentikan warga Meksiko yang ingin merantau ke AS.
Selain itu, masyarakat dunia menilai penarikan Trump dari penarikan senjata nuklir Iran sebagai hal yang sangat negatif. Akan tetapi, Trump dinilai lebih positif tentang negosiasinya dengan Kim Jong-Un mengenai program senjata nuklir Korea Utara.
Terakhir, apakah Trump layak menjadi presiden AS kembali? Sebelum kita menjawab pertanyaan ini, kita melihat dulu pada situasi di Amerika Serikat saat ini, apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 ini. Kita mengetahui bahwa saat ini AS menjadi negara yang kasus positif Covid-19 yang terbesar di dunia. Lantas, bagaimanakah respons dari Trump?
Bukannya memikirkan bagaimana caranya agar menurunkan angka persentase korban Covid-19, justru beliau mengabaikan pandemi tersebut. Bahkan, Trump menganggap bahwa Covid-19 ini adalah sebuah teori konspirasi.
Yang lebih mengebohkan, Trump justru menolak mentah-mentah untuk lockdown satu negara dengan alasan ekonomi. Alih-alih mementingkan ekonomi, AS justru jatuh ke dalam jurang resesi terburuk dan ditambah jumlah pasien Covid-19 terbanyak di dunia.
Ditambah lagi, masyarakat AS sendiri semakin bebal terhadap pandemi ini, bahkan banyak dari mereka turun ke jalan dalam rangka gerakan anti masker dan protokol kesehatan, Ditambah lagi kasus Black Lives Matter yang mana disebabkan oleh kasus kekerasan serta bentuk diskriminasi terhadap minoritas warga Afrika-Amerika yang mengakibatkan kerusuhan massal di seluruh penjuru AS.
Apa respons dari Trump? Beliau sebenarnya setengah-setengah dalam menangani kasus tersebut, sehingga masyarakat menganggap Trump lambat dalam menangani kasus ini.
Jadi, kesimpulannya adalah, apakah Trump masih layak terpilih kembali – mengingat segala kebijakan yang kontroversial dan penilaian dari masyarakat AS maupun internasional? Sepertinya, sangat sulit bagi Trump untuk menduduki kursi tertinggi di White House kembali karena banyak masyarakat AS telah menganggap pemerintahan Trump telah gagal dalam masa tugasnya.
Tulisan milik Adzhlan Muhammad Shah, alumnus Hubungan Internasional dari Universitas Utara Malaysia.
“Disclaimer: Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.”
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.