Ketidaktegasan transisi Blok Rokan antara Chevron dan Pertamina bisa saja berdampak pada pendapatan negara. Bukan tidak mungkin blok ini bisa dimanfaatkan di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).
PinterPolitik.com
Bila diamati kembali, perkembangan mengenai proses transasi Blok Rokan sampai saat ini masih belum memperlihatkan adanya proses pengadaan drilling rig untuk mengebor sumur sebagai salah satu faktor mempertahankan penurunan produksi minyak Blok Rokan agar tidak drastis turun menjelang saat serah terima pada tanggal 8 Agustus ke Pertamina.
Bila dilihat, produksi Blok Rokan saat ini (lihat Tabel 1) semakin menurun secara signifikan dan ini sudah diprediksi oleh penulis di ulasan sebelumnya dengan kurang lancarnya transisi Chevron dengan Pertamina sampat saat ini akan mengakibatkan produksi menurun. Lantas, bagaimana dampak terhadap masyarakat Indonesia?
Jelas, akibatnya dapat menyasar masyarakat miskin dan pra miskin yang jumlahnya sampai puluhan juta orang dimana pengaruhnya sangat terasa di kehidupan sekarang, apalagi pandemi global Covid-19 tengah menghantui. Bila dikaji, hal ini tidak sesuai dengan amanat dalam Pasal 33 UUD 1945 dan juga tidak sesuai dengan tujuan kegiatan usaha migas yang tertuang dalam UU No.22 Tahun 2001 dengan tujuan akhir adalah untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia(seperti dituangkan dalam penjelasan penulis di artikel yang pertama).
Apakah bisa disalahkan PT Chevron Pacific Indonesia atau Pertamina? Sesuai pengalaman dari penulis selama bekerja 30 tahun lebih bekerja di bagian Drilling & Completions Team di Chevron, penulis melihat hal ini terjadi karena kurang ketegasan dan kekompakan dari pihak pemerintah.
Apakah SKK Migas atau Kementerian ESDM atau pimpinan pemerintah pusat yang lebih tinggi? Dalam memahami dan menghayati secara mendalam arti dari pembukaan UUD 1945, Indonesia adalah negara yang didirikan melalui perjuangan segenap anak bangsa dengan tujuan untuk capai kesejahteraan. Konstitusi Negara Indonesia secara jelas menyatakan negara didirikan dengan salah satu ujuan utamanya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum (public prosperity dansocial welfare).
Dalam tulisan ini, penulis tidak membahas mengenai dampak turunnya aktivitas kegiatan pengeboran dan perbaikan sumur dan kegiatan lainnya terhadap ribuan karyawan Chevron dan puluhan ribu tenaga kerja sub kontraktor dari Chevron dan masyarakat sekitarnya, melainkan penulis melihat dampak terhadap masyarakat Indonesia, apalagi dengan pandemi Covid-19 yang mana mengakibatkan pembangunan ekonomi Indonseia semakin terganggu.
Ditambah lagi dengan peran sektor sumber daya alam, berupa migas, yang berkurang kontribusinya dalam sumber pendapatan negara akibat ketidaktegasan dan kekompakan pemerintah Indonesia dalam memutuskan transisi Rokan Blok ini.
Dengan demikian, sangat menyedihkan melihat Pembukaan UUD 1945, cita-cita pendiri bangsa untuk menyejahterakan rakyat Indonesia di tengah sikap pemerintah Indonesia yang belum memberi keputusan yang tegas dan implementasi yang cepat, tepat, dan benar. Dampaknya, terhadap data angka Kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin di Indonesia sekitar 25 juta jiwa dan – akibat pandemi – akan bertambah menjadi sekitar 34 juta jiwa di akhir 2020.
Apalagi dengan ketidakjelasan dari transisi Rokan Blok ini – sampai penyerahan ke Pertamina pada tanggal 8 Agustus 2021, jelas akan bertambah lagi jumlah orang miskin di negara tercinta kita ini. Negara yang dulu kita banggakan akan hasil migasnya.
Kembali dalam ulasan penulis sebelumnya, pengalaman dari penulis selama bekerja di Chevron bahwa penulis dengan paradigma kontruktivisme – yang mana hukum yang ada sebenarnya adalah konsensus, kesepakatan, atau resultante relatif di antara berbagai pemahaman, pendapat, atau opini mengenai persoalan yang tengah dihadapi, sesuai dengan konteks ruang dan waktunya.
Dari paradigma itu, pemerintah diharapkan segera memberikan keputusan yang tegas dan kompak dengat mempertimbangkan pembukaan UUD 1945 sebagai berikut:
…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…
Penulis memberi saran kepada pemerintah agar Pertamina bermitra dengan Chevron Pacific Indonesia untuk mengelola kegiatan drilling dan workover & wellservices. Bagaimana caranya? Pemerintah dapat memberikan tugas dan tanggung jawab kepada Chevron dalam menjalankan aktivitas menambah pengeboran sumur produksi minyak dan gas, melakukan perbaikan-perbaikan sumur-sumur-sumur lama (“wellwork dan well service”).
Penulis melihat bahwa keputusan langsung diambil pemerintah pusat, entah oleh Menteri ESDM atau Presiden Republik Indonesia, agar Chevron dapat melakukan pengeboran sumur pengembangan dengan kedalaman sekitar 1000 FT, dengan memakai rig pengeboran dengan HP (House Power) 350 yang kontraknya sedang berlangsung di bawah Chevron – saat ini kerjaannya sekarang untuk perbaikan-perbaikan sumur lama.
Apakah Rig tersebut bisa digunakan untuk mengebor sumur? Jelas bisa dengan dikonversi rig tersebut dari workover/well service rig menjadi drilling rig dengan cepat (hitungan satu sampai dua minggu). Namun, di sini peran SKK Migas sebagai pengawas KKKS diperlukan agar bisa memberi persetujuan dengan cepat, tepat, dan benar dengan pertimbangan pembukaan UUD 1945 agar bisa untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Bagaimana dengan pengadaan kontrak Rig yang besarannya 750-800 HP untuk sumur pengembangan dengan kedalaman 3000-5000 ft? Penulis percaya bahwa Drilling kontraktor yang berada di sekitar Sumatera masih banyak mempunyai rig yang stand–by.
Apakah bisa cepat pengadaan rig tersebut? Penulis berkeyakinan – dengan pengalaman dalam pengadaan rig drilling – bahwa hal itu bisa dilakukan dengan cepat. Namun, SKK Migas harus memberikan ke Chevron tanggung gugat dalam menjalankan kegiatan ini. Penulis dapat mengatakan proyek ini adalah misi kemanusian dengan kondisi bencana nasional(pandemi Covid-19).
Bagaimana dengan Hukum Kontrak atau Hukum Bisnis? Penulis berpendapat Chevron dan Pemerintah dapat melakukan perjanjian Chevron bertanggung gugat untuk melakukan aktivitas ini dengan waktu yang diperpanjang sekitar 1-2 tahun dari serah terima Blok Rokan pada 8 Agustus 2021 dengan tidak melanggar UU karena kondisi bencana nasional ini.
Penulis berpendapat masyarakat Indonesia akan berpikir positif apabila pemerintah melakukan usulan rencana penulis dengan harapan bisa mempertahankan produksi minyak yang saat ini untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Harapan penulis, dengan ketegasan dan kekompakan pejabat-pejabat pemerintah dan Chevron berbesar hati untuk melakukan diskusi yang cepat, benar dan baik untuk melakukan penambahan pengeboran sumur pengembangan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia sesuai amanat Konstitusi, Pembukaan UUD 1945, Pasal 33 UUD, dan UU No.22 Tahun 2001.
Penulis ingat bahwa suatu pekerjaan akan berhasil dilakukan dengan lancar, transparan, cepat, dan baik apabila kita sebagai manusia mempunyai karakter-karakter sebagai berikut: integritas, kepercayaan, kinerja tinggi, inovasi, dan mitra kerja yang tinggi. Penulis masih yakin dan percaya masih banyak orang-orang yang mempunyai karakter tersebut di bisnis hulu minyak dan gas bumi. Semoga Indonesia tetap jaya dan bisa mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state).
Tulisan milik Robert P. Radjagoekgoek, Mahasiswa S-3 Program Hukum di Universitas Pelita Harapan.
“Disclaimer: Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.”
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.