HomeRuang PublikPartai vs Kandidat, Mana Terpenting Dalam Pilpres 2024?

Partai vs Kandidat, Mana Terpenting Dalam Pilpres 2024?

Kecil Besar

Oleh: Hanif Jati Pambudi

PinterPolitik.com

Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia telah menjadi sorotan utama, terutama dengan meningkatnya dominasi pemilih muda dalam dinamika politik.

Di tengah persaingan ini, pertanyaan mendasar muncul, yakni faktor apa yang lebih memengaruhi perilaku memilih pemuda dalam pilpres 2024? Apakah Partai Politik (Party ID) atau Personal Kandidat? 

Survei yang dilakukan penulis pada Januari – Februari 2023 dan melibatkan 400 responden dengan rentang usia 17-30 tahun di Kota Semarang memberikan gambaran menarik terkait hal ini.

Peran Partai Politik

Sejak diperkenalkannya konsep efek ekor jas (coattail effect) oleh Djayadi Hanan pada tahun 2018, muncul diskursus mengenai peran dominan antara partai politik dan kandidat presiden dalam pemilihan umum.

Teori efek ekor jas menegaskan bahwa kekuatan elektoral seorang kandidat presiden dapat memengaruhi nasib partai politik yang mengusungnya. Namun, pertanyaannya, apakah kandidat presiden memang berada di atas partai politik dalam hierarki politik?

Pengaruh partai politik dalam pemilihan presiden terbukti kuat dari tahun ke tahun. Faktor Party ID, yang mencerminkan kedekatan pemilih dengan partai politik tertentu, telah menjadi salah satu penentu utama dalam kontestasi elektoral.

Pemilu Presiden 2024 membawa dinamika baru dengan munculnya kandidat baru, perubahan dalam peta politik, dan yang paling menonjol adalah dominasi pemilih muda.

Ya, pemilih muda, dengan karakteristik terbuka terhadap teknologi, kritis, dan rasional, diprediksi akan menjadi kekuatan dominan dalam pemilu, dengan proporsi pemilih muda mencapai 60%.

Survei pemilih muda dari CSIS menyoroti pentingnya merebut suara generasi muda dalam Pemilu Presiden 2024. Ini menandakan perlunya fokus pada strategi politik yang mengakomodasi preferensi dan nilai-nilai pemilih muda.

Meskipun Party ID tetap memegang pengaruh, terutama di kalangan generasi yang lebih tua, pemilih muda cenderung lebih terbuka terhadap kandidat yang mampu menginspirasi dan menyampaikan visi yang sesuai dengan nilai-nilai mereka.

Oleh karena itu, pertarungan antara partai politik dan kandidat presiden untuk memperoleh dukungan pemilih muda menjadi fokus utama dalam Pemilu Presiden 2024.

Namun, survei yang penulis lakukan di Kota Semarang menemukan bahwa faktor Party ID tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku memilih pemuda menjelang Pemilihan Presiden 2024. Hasil ini menantang pandangan yang menganggap Party ID sebagai faktor utama dalam perilaku memilih masyarakat Indonesia.

Dari hasil survei, terlihat bahwa tingkat kedekatan pemuda dengan partai politik sangat rendah. Hanya sebagian kecil dari responden yang merasa memiliki kedekatan dengan salah satu partai politik.

Hal ini mencerminkan kurangnya ikatan emosional pemuda terhadap partai politik di Indonesia, yang juga tercermin dari rendahnya partisipasi pemuda dalam keanggotaan partai politik.

Kesenjangan Pemuda dan Partai Politik

Tulisan ini menyoroti kesenjangan yang jauh antara pemuda dan partai politik di Indonesia. Meskipun partai politik telah mencoba menyasar pemuda dalam kampanye mereka, namun keterlibatan pemuda dalam kegiatan politik partai masih minim.

Pemuda di Kota Semarang cenderung tidak merasa terikat atau dekat dengan partai politik, menunjukkan bahwa strategi partai politik dalam menarik pemilih muda belum efektif.

Kebanyakan partai politik di Indonesia juga tidak menawarkan perbedaan yang signifikan dalam ideologi dan program-programnya.

Hal ini menyebabkan partai politik terlihat seragam di mata masyarakat, khususnya pemuda. Institusi partai politik juga memiliki persepsi negatif di masyarakat, menjadi lembaga paling tidak dipercaya menurut survei.

Oleh karena itu, partai politik memiliki tantangan besar dalam menarik minat dan kepercayaan pemuda dalam Pemilihan Presiden 2024.

Namun, peran personal kandidat ternyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku memilih pemuda Kota Semarang menjelang Pemilihan Presiden 2024.

Pemuda lebih memilih kandidat yang memiliki citra tegas dalam kepemimpinan dan pengalaman yang kuat dalam memimpin. Faktor-faktor psikologis seperti ketegasan dan popularitas kandidat menjadi pertimbangan utama pemuda dalam memilih.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa perilaku memilih pemuda tidak terbatas pada alasan psikologis saja, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek rasional seperti pengalaman memimpin dan program-program kandidat.

Hal ini menunjukkan bahwa pemuda memiliki pendekatan yang dinamis dalam memilih, tidak hanya terpaku pada satu alasan saja.

Strategi Politik Mendatang

Dengan demikian, Pemilihan Presiden 2024 dihadapkan pada tantangan baru dalam menarik minat dan dukungan pemuda. Para kandidat presiden harus memperkuat citra personal dan menghadirkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi pemuda.

Strategi politik yang berorientasi pada pemilih muda, baik melalui media sosial maupun interaksi langsung, menjadi kunci dalam meraih kemenangan dalam kontestasi elektoral mendatang.

Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia memunculkan pertarungan antara partai politik dan personal kandidat dalam merebut dukungan pemilih, terutama dari segmen pemuda yang semakin dominan.

Meskipun faktor Party ID tetap relevan, pengaruhnya menurun di kalangan pemuda. Strategi politik yang berfokus pada citra personal dan program-program yang menarik menjadi kunci bagi kandidat presiden untuk meraih kemenangan dalam pemilihan yang semakin kompetitif ini.


Artikel ini ditulis oleh Hanif Jati Pambudi

Hanif Jati Pambudi adalah Alumnus Program Sarjana Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta


Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Ini Strategi Putin Meraih Stabilisasi?

Oleh: Muhammad Ferdiansyah, Shafanissa Arisanti Prawidya, Yoseph Januar Tedi PinterPolitik.com Dalam dua dekade terakhir, nama Vladimir Putin telah identik dengan perpolitikan di Rusia. Sejak periode awal...

Pesta Demokrasi? Mengkritisi Pandangan Pemilu

Oleh: Noki Dwi Nugroho PinterPolitik.com Sejak kemerdekaannya pada Agustus 1945, pendiri bangsa Indonesia berkonsensus untuk menjadikan wilayah bekas jajahan Kerajaan Belanda yang bernama Hindia Belanda ini...

Menguak Kabinet Obesitas Prabowo-Gibran

Oleh: Bayu Nugroho PinterPolitik.com Hal menarik  ketika adanya pengumuman kabinet pemerintahan Prabowo – Gibran adalah komposisinya yang sangat jumbo atau lebih tepatnya obesitas. Pemaknaan obesitas tersebut...