HomeRuang PublikNasib Tiongkok di Era Joe Biden

Nasib Tiongkok di Era Joe Biden

Oleh Pradhipto Bagas Wicaksono

Joe Biden disebut menjadi pemenang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2020. Kira-kira, bagaimana nasib Tiongkok di era pemerintahan Joe Biden di AS yang dimulai pada tahun 2021 nanti?


PinterPolitik.com 

Salah satu klaim paling terkenal yang disoroti terhadap Joe Biden oleh Donald Trump yang sering disuarakan saat kampanye pemilu Presiden AS yang diadakan 3 November lalu adalah bagaimana Joe Biden dan putranya memiliki hubungan bisnis yang erat dengan Tiongkok dan menuduh Joe Biden seolah-olah lebih memihak terhadap Tiongkok daripada Amerika Serikat. Pernyataan yang digunakan Trump ini memiliki harapan untuk meyakinkan rakyat Amerika bahwa kepresidenan Joe Biden akan membawa AS pada posisi di mana Tiongkok dengan mudah meningkatkan kekuatannya.

Trump berulang kali mengklaim Hunter Biden (putra Joe Biden) “menghasilkan jutaan dolar” dari Tiongkok untuk dana ekuitas pribadinya. Ada tuduhan yang dilontarkan oleh rekan bisnisnya Tony Bobulinski yang mengatakan Joe Biden terlibat dalam salah satu usaha bisnis keluarganya dengan sebuah perusahaan minyak Tiongkok. Ia merilis banyak bukti yang menunjukkan calon presiden dari Partai Demokrat itu terlibat dalam usaha yang melibatkan sebuah perusahaan Tiongkok.

Pada tahun 2017, Hunter Biden sebenarnya telah terlibat dalam berbagai bisnis dengan banyak perusahaan Tiongkok, tetapi tidak ada bukti adanya keterlibatan dari ayahnya. Yang hanya dia lakukan adalah memberi tahu Joe Biden tentang kerja sama dengan CEFC Tiongkok Energy Co. untuk berinvestasi dalam real estat dan teknologi di AS. Karena banyak laporan tentang keterlibatan Hunter Biden, maka ini meninggalkan kesan ‘Joe Biden’ sebagai aktor tersebut ‘mengancam keamanan nasional untuk keuntungan pribadi’.

Posisi Tiongkok di Era Trump vs Joe Biden

Donald Trump sejak saat itu selalu sangat agresif di mana dia memusuhi Tiongkok dengan kebijakan luar negerinya yang keras berdasarkan retorikanya yang mencerminkan kebenciannya terhadap Tiongkok. Hubungan antara AS dan Tiongkok memburuk secara signifikan pada tahun 2018 ketika Trump melancarkan perang dagang melawan Tiongkok, melarang perusahaan AS menjual peralatan teknologi ke Huawei, dan meningkatkan pembatasan visa bagi pelajar berkebangsaan Tiongkok.

Di tahun ini, Donald Trump menyalahkan Tiongkok sebagai pemeran utama yang menyebarkan virus Corona ke seluruh dunia yang mengakibatkan pandemi global, dan menyebutnya sebagai “China Virus”. Terlepas dari pendekatan konfrontatif, Donald Trump sebenarnya membawa Tiongkok sendiri ke sorotan global berkat kebijakan isolasionisnya di mana dia hanya berfokus pada kepentingan internal Amerika.

Baca juga :  Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Contoh utama dari kebangkitan Tiongkok yang disebabkan AS yang ingin selalu menyendiri dari dunia politik internasional adalah adanya BRI (Belt and Road Initiative) yang melibatkan investasi di 152 negara dan juga keberhasilannya Tiongkok dalam menangani virus Korona dibandingkan AS yang bisa dikatakan gagal.

Tidak diragukan lagi, tuduhan terhadap Joe Biden atas hubungan bisnis di Tiongkok memberi kesan bagaimana pada masa jabatannya, AS akan mudah dipengaruhi oleh Tiongkok. Tetapi apakah hubungan AS-Tiongkok akan sama?

Joe Biden berjanji untuk menghidupkan kembali peran Amerika dalam multilateralisme. Dia akan memprioritaskan dialog dan diplomasi daripada tindakan keras yang dilakukan oleh Donald Trump.

Joe Biden berkomentar tentang kebijakan luar negerinya bahwa dia akan sangat fokus pada penyelesaian pandemi yang menewaskan 252.652 orang Amerika (dan terus bertambah). Joe Biden kebanyakan menekankan pada pelanggaran HAM Tiongkok yang saat ini menjadi masalah negara itu terutama terhadap Uyghur di provinsi Xinjiang.

Di bawah pemerintahannya, hubungan antara AS dan Tiongkok akan tetap sama selama beberapa tahun ke depan. Joe Biden akan selalu bersikap keras terhadap Tiongkok, tetapi dengan memulihkan diplomasi dan akan meningkatkan kerja sama dengan sekutu AS untuk melawan setiap gerakan Tiongkok dalam urusan dunia. Artinya, beberapa warisan Donald Trump akan tetap berlaku dengan adanya diplomasi yang dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya yang sebagian besar hanya berorientasi pada Amerika.

Berdasarkan artikel Joe Biden yang diterbitkan di foreignaffairs.com, dia menyatakan sebagian besar janji kampanyenya dan menggemakan banyak pendapat Trump tentang Tiongkok. Pertama, dia mengatakan bahwa Amerika Serikat akan berusaha untuk mengembalikan ambisinya untuk secara kolektif melawan Tiongkok dan membawa AS memimpin beberapa agenda global mulai dari perubahan iklim, pandemi COVID-19, dan kemajuan teknologi.

Sama seperti Trump, Joe Biden menyalahkan Tiongkok atas sejumlah masalah seperti Tiongkok sebagai penghasil karbon terbesar, ancaman terhadap status kekuatan ekonomi hegemonik AS, dan bentuk ancaman lainnya. Ia pun menantikan kerja sama dengan Tiongkok untuk denuklirisasi sekutu terdekat Tiongkok yaitu Korea Utara.

Maka dari itu, Biden sendiri memberikan buktinya di mana ia tidak akan melunakkan pandangan AS terhadap Tiongkok dan akan selalu menganggapnya sebagai rival nomor satu. Dia berjanji untuk memimpin negara untuk berperilaku seperti sebelum Donald Trump berkuasa.

Baca juga :  Global Strike on TikTok?

Apa yang Akan Terjadi dengan Tiongkok?

Tiongkok sendiri akan menghadapi tekanan yang sama dari AS sebanyak bagaimana persaingan negara adikuasa seperti membentuk karakteristik dari geopolitik abad ke-21. Seperti disebutkan di atas tentang bagaimana dia akan mengarahkan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, Joe Biden akan memulihkan hubungan yang kurang intens tanpa undang-undang gila atau kontroversial yang memengaruhi Tiongkok seperti yang dilakukan Trump dengan sikapnya yang kuat terhadap perang tarif. Sudut pandang Tiongkok mencerminkan kelegaan karena Joe Biden adalah orang yang dipilih daripada Donald Trump karena Tiongkok sendiri hampir terpengaruh oleh kebijakan luar negeri saat Trump menjabat sebagai presiden.

 Pandangan Biden yang berorientasi pada kerja sama pada kenyataannya akan menciptakan simbiosis mutualisme bagi AS dan Tiongkok karena ia akan mengusulkan untuk menghidupkan kembali TPP (Trans-Pacific Partnership) meskipun kemungkinannya kecil karena kongres AS akan didominasi oleh partai Republik. Pakar Tiongkok percaya bahwa Biden dapat mengarahkan AS ke sikap yang lebih kooperatif, namun meyakinkan orang Amerika yang dulu percaya bahwa TPP merupakan ancaman bukanlah tugas yang mudah.

Tiongkok akan berada dalam posisi di bawah tekanan bila Biden dapat memperoleh kembali peran berpengaruh AS dengan sekutunya dan Tiongkok pun harus menghadapi sanksi yang lebih keras karena masalah yang diangkat Biden tidak hanya semata-mata ekonomi. Persaingan antara AS dengan Tingkok mungkin saja akan meningkat.

Salah satu contohnya adalah bagaimana Tiongkok saat ini berada dalam posisinya yang lebih kuat di bawah RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang mencakupi kesepakatan perdagangan dengan negara-negara Asia-Pasifik kecuali Amerika Serikat. Dengan demikian, pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut dapat diimbangi jika Biden mempertimbangkan strateginya tentang bagaimana AS memainkan perannya di Asia-Pasifik.


Tulisan milik Pradhipto Bagas Wicaksono, alumnus S1 Hubungan Internasional dari Staffordshire University.


Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Banner Ruang Publik
spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...