HomeRuang PublikMenakar Partisipasi dalam Pilkada 2020

Menakar Partisipasi dalam Pilkada 2020

Oleh Dewangga Putra Mikola

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 telah dilaksanakan pada 9 Desember lalu. Namun, bagaimanakah partisipasi masyarakatnya?


PinterPolitik.com

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Serentak 2020 telah usai digelar pada Rabu 9 Desember 2020. Meski sempat menuai keraguan, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 bisa dikatakan berjalan sukses. Salah satu indikator kesuksesan pelaksanaan Pilkada 2020 dapat dilihat dari angka partisipasi masyarakat.

Berdasarkan perhitungan dan rekapitulasi sementara, KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengatakan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 sebesar 75,83%. Meski belum mencapai target nasional yang diharapkan minimal menyentuh 77,5%, setidaknya pelaksanaan Pilkada 2020 sudah lebih baik dibandingkan saat Pilkada 2015. Pada saat itu, partisipasi masyarakat hanya mencapai 68,62%.

Jika mengacu pada partisipasi masyarakat, pencapaian ini sedikit mengejutkan mengingat pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 digelar di tengah situasi pandemi Covid-19. Banyak kalangan yang memperkirakan pelaksanaan Pilkada 2020 akan menurunkan partisipasi masyarakat secara signifikan.

Tidak jarang, beberapa kalangan juga menginginkan agar pemungutan suara Pilkada 2020 ditunda. Bahkan, terdapat 130 daerah yang capaian partisipasinya melebihi target nasional. Misalnya saja pada pemilihan gubernur, partisipasi di Sulawesi Utara 81,83% dan Bengkulu 79,49%.

Sementara itu, terdapat pula lima kabupaten dengan partisipasi pemilih tertinggi. Kelima kabupaten ini adalah Pegunungan Arfak (Papua Barat) 99,25%, Bolalang Mongondow Timur (Sulawesi Utara) 94,94%, Bolalang Mongondow Selatan (Sulawesi Utara) 94,54%, Raja Ampat (Papua Barat) 93,67%, dan Dompu (Nusa Tenggara Barat) 93,53%. Adapun, di tingkat kota juga terdapat lima partisipasi pemilih tertinggi. Kelima kota ini adalah Tomohon (Sulawesi Utara) 91,98%, Kepulauan Tidore (Maluku) 91,34%, Ternate (Maluku Utara) 83,82%, Sungai Penuh (Jambi) 82,81%, dan Blitar (Jawa Timur) 79,20%.

Kendati demikian, terdapat beberapa daerah yang masyarakatnya enggan menggunakan hak pilihnya dalam TPS (Tempat Pemungutan Suara). Bahkan, angka golputnya melebihi suara calon kepala daerah yang mendapatkan angka tertinggi.

Daerah yang dimaksud adalah Medan dengan angka golput  mencapai 866.964 orang (54,22%). Meski begitu, Pilkada 2020 di Medan di menangkan oleh pasangan Bobby-Aulia 393.327 suara sah (53,45%) atas lawannya Akhyar Nasution-Salman Alfarisi yang hanya memperoleh 342.580 suara sah (46,55%). Hanya saja, angka golput 54,22% ini lebih baik dibandingkan dengan Pilkada 2015. Saat itu, masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 74,44%.

Berikutnya, Pilkada Kota Tangerang Selatan juga dimenangkan oleh Golput. Berdasarkan hasil perhitungan KPU, Pilkada 2020 di Tangerang dimenangkan oleh Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan.

Mereka memperoleh suara sebesar 235.656 (40,9%) dari suara yang masuk. Hanya saja suara yang diperoleh mereka lebih rendah dari golput. Golput di Tangerang mencapai 400.311 orang atau setara 41,01% dari DPT (Daftar Pemilih Tetap).

Terakhir, di Kota Denpasar juga merupakan daerah yang tingkat partisipasinya rendah pada Pilkada Serentak 2020. Di kota ini terdapat 444.929 DPT, hanya saja masyarakat yang menggunakan hak pilih sekitar 240.261 orang (54%).

Baca juga :  Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Ironisnya, angka partisipasi Pilkada di Kota Denpasar berbanding terbalik dengan lima daerah lainnya. Sebagai gambaran, partisipasi pemilih di Kabupten Badung 85%, Bangli 83%,Tabanan 81%, Jembrana 78%, serta Karangasem 71%.

Golput Berjaya di Basis Partai

Surabaya adalah salah satu daerah yang terkenal karena basis tradisional PDIP. Partai dengan simbol bantengnya ini memenangkan Pilkada tiga edisi berturut-turut dari Tri Rismaharini (menjabat dua periode) hingga Eri Cahyadi yang akan memimpin lima tahun ke depan. Meski demikian, jumlah golput hampir dua kali lipat dari perolehan suara Eri Cahyadi beserta pasangannya, Armuji, dengan 578.505 suara (27,2%).

Sementara, angka golputnya mencapai 47,9%. Kondisi ini yang membuat Surabaya menjadi daerah dengan partisipasi paling rendah dibandingkan dengan 19 daerah di Jawa Timur yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020. Berdasarkan data KPU, rata-rata tingkat partisipasi di Jawa Timur mencapai 70,58%.

Selanjutnya, juga terjadi di Kota Depok. Salah satu basis PKS dalam dua dekade terakhir, Mohammad Idris beserta pasangannya Imam Hartono hanya memperoleh suara sebesar 33,73% dari DPT sebesar 1.229.363. Bahkan, perolehan suara mereka masih kalah dari golput yang mencapai 36,74%. Idris sendiri merupakan petahana. Melalui kemenangan Pilkada ini, berarti ia akan menjalankan periode kedua. Adapun durasi keseluruhan daerah Depok dipimpin kader PKS mencapai 20 tahun atau enam periode Pilkada.

 Kondisi serupa dialami di Kabupaten Kediri, paslon Hanindhito-Dewi Mariana memperoleh sebanyak 590.317 suara (76,5%). Hanya saja, terdapat kotak kosong (golput) sebesar 608.460 suara yang tidak dimanfaatkan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.

Dhito sendiri merupakan anak dari Sekretaris Kabient Pramono Anung. Kabinet ini merupakan paslon yang diusung oleh PDIP, PAN, PKB, NasDem, Demokrat, Golkar, Gerindra, dan PKS. Paslon ini juga didukung 3 partai non-parlemen, yaitu PSI, Hanura, dan Partai Garuda.

Partisipasi di Indonesia Lebih Baik dari Beberapa Negara

Secara keseluruhan, partisipasi masyarakat dalam Pelaksanaan Pilkada 2020 mencapai 75,83%. Tingginya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih telah mengindikasikan bahwa publik masih menaruh harapan dan kepercayaan kepada calon pemimpin yang akan menjabat kepala daerah selama lima tahun.

Berdasarkan data International IDEA (international for democracy and electrocal assistance), terdapat beberapa negara yang telah melaksanakan Pemilu di masa pandemi Covid-19. Mayoritas negara-negara tersebut mengalami masalah rendahnya partisipasi pemilu.

Tabel

Perbandingan Tingkat Partisipasi Pemilih Saat Pandemi dan Sebelum Pandemi Covid-19

Sebagian besar negara-negara yang menyelenggarakan pemilu saat pandemi Covid-19 mengalami penurunan partisipasi. Apabila dibandingkan dengan Pilkada Serentak 2020 di Indonesia, angka partisipasi Pemilu di berbagai negara saat pandemi Covid-19  lebih rendah. Hanya Pemilu di Queesland (Australia) dan Singapura yang angka partisipasinya lebih baik dari Indonesia.

Kesuksesan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020

Indonesia boleh sedikit berbangga karena telah mampu menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020. Hal inilah yang mengindikasikan Demokrasi di Indonesia berjalan cukup baik dan kuat. Kesuksesan penyelenggaraan Pilkada 2020 juga tak terlepas peran para paslon yang mampu menyiapakan desain dan model baru saat masa kampanye, terlepas saat pandemi Covid-19. Kondisi semacam ini dinilai mampu mendongkrak partisipasi pemilih.

Baca juga :  Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Walau beberapa daerah masih bermasalah dengan rendahnya partisipasi pemilih, secara keseluruhan Pelaksanan Pilkada 2020 juga mampu meningkatkan indeks demokrasi Indonesia. Para kepala daerah yang terpilih diharapkan memiliki legitimasi kuat untuk mengeluarkan setiap kebijakan yang memihak kepada rakyat, terutama daerah dengan angka partisipasi pilkadnya tinggi.

Berdarasarkan survei opini publik, SMRJ melaporkan sebanyak 86% pemilih menilai pelaksanaan Pilkada 2020 berjalan cukup Jurdil (Jujur dan Adil). Lalu, terdapat 83% pemilih yang merasa puas diselenggarakannya Pilkada Serentak 2020. Sementara, 85% masyarakat merasa optimis bahwa Pilkada 2020 mampu menghasilkan pemimpin yang dapat membawa daerah ke arah yang lebih baik dan maju.

Diselenggarakannya Pilkada Serentak saat pandemi Covid-19, telah berhasil menjadi media dan tempat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola dan gaya hidup sehat. Pelaksanaan Pilkada 2020 juga telah mendorong terjadinya transformasi masyarakat Indonesia menuju cara hidup bau dengan menerapkan protokol kesehatan.

Harapan Bagi Kepala Daerah yang Terpilih

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 bisa menjadi momentum dan gerakan untuk melawan Covid-19. Dukungan partisipasi publik untuk menyuarakan hak pilihnya diharapkan mampu mendorong kepala daerah yang terpilih agar mampu menyiapkan strategi untuk menekan penyebaran Covid-19. Saat ini, masyarakat tinggal berharap agar para kepala daerah mampu mencari solusi penanganan Covid-19 untuk di daerahnya maupun nasional.

Para Kepala daerah yang telah terpilih juga harus siap membantu pemerintah pusat untuk menangani wabah Covid-19. Usai menjabat, para kepala daerah harus siap bertarung dan memetakan problematika di daerahnya dengan permasalahan yang terjadi saat ini. Kepala Daerah yang terpilih nanti juga diharapkan mampu mengintegrasikan persoalan ekonomi dengan kondisi kesehatan masyarakat saat Pandemi Covid-19.

Dengan begitu, meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan Pilkada 2020 juga perlu direspons oleh kepala daerah yang terpilih agar mampu menjawab tantangan dan permasalahan yang ada di daerahnya. Apabila masyarakat bersama kepala daerah mampu menyelaraskan visi, misi, dan tujuan, ajang Pilkada Serentak 2020 akan dikenang sebagai pesta demokrasi yang menjaga kemanusiaan, terlebih dalam mencari solusi terbaik untuk melawan Covid-19.


Tulisan milik Dewangga Putra Mikola, mahasiswa Administrasi Publik di Universitas Negeri Yogyakarta.


Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Banner Ruang Publik
spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...