Site icon PinterPolitik.com

Membaca Elektabilitas Prabowo

Membaca Elektabilitas Prabowo

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto memberikan keterangan pers pada para pewarta. (Foto: Antara)

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto kerap muncul sebagai calon presiden (capres) potensial yang menjanjikan dalam berbagai hasil survei untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Mampukah Prabowo mempertahankan elektabilitasnya hingga tahun politik tersebut tiba?


PinterPolitik.com

Sepanjang tahun 2021, beberapa lembaga survei mengeluarkan hasil temuannya terkait calon presiden potensial yang akan maju di Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang. Secara garis besar, nama Prabowo Subianto memiliki elektabilitas yang cukup tinggi. Misalnya, hasil survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) di bulan Desember 2021 menempatkan Prabowo di urutan pertama dengan elektabilitas 19,7%. 

Tidak hanya SMRC, lembaga survei lain pun menampilkan data bahwa Prabowo memiliki jumlah elektabilitas yang cukup tinggi. Hasil survei Charta Politika dibulan November-Desember 2021 menempatkan Prabowo dengan elektabilitas kedua tertinggi di bawah Ganjar Pranowo dengan 22,3%. 

Lalu, Poltracking Indonesia juga menempatkan Prabowo Subianto di urutan kedua di bawah Ganjar Pranowo dengan 17,1%. Melihat angka-angka ini, menarik untuk menggali lebih dalam faktor dibalik tingginya elektabilitas Prabowo. 

Pertama, masih ada pengaruh pemilihan presiden 2019. Hasil survei tahun 2021 masih berjarak dua tahun dari pemilihan presiden sebelumnya. 

Tingginya angka elektabilitas Prabowo secara tidak langsung masih terpengaruh pada pemilu sebelumnya dimana Prabowo merupakan salah satu kandidatnya. Hal ini dibuktikan dengan tingkat keterkenalan publik terhadap Prabowo menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan kandidat lain. 

Kedua, memberikan kesempatan. Seperti diketahui, terhitung sudah tiga kali Prabowo mengikuti kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden. Dimulai pada tahun 2009, Prabowo sudah ikut serta, walaupun saat itu beliau menjadi calon wakil presiden dari Megawati Soekarnoputri dan kalah dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. 

Lalu, di pemilihan presiden tahun 2014, Prabowo kembali maju menjadi calon presiden dengan berpasangan dengan Hatta Rajasa, tetapi juga kalah. Di tahun 2019, Prabowo untuk ketiga kalinya ikut serta dengan menggandeng Sandiaga S. Uno, dan juga harus mengalami kekalahan. Untuk itu, salah satu alasan tingginya elektabilitas Prabowo karena publik merasa perlu memberikan kesempatan kepada Prabowo untuk menjadi Presiden. 

Ketiga, didukung Partai Gerindra yang solid. Hasil temuan beberapa lembaga survei memperlihatkan elektabilitas partai politik yang mana Partai Gerindra memiliki elektabilitas yang cukup tinggi. Misalnya, temuan SMRC di bulan Desember menempatkan Partai Gerindra di peringkat ketiga dengan 10,8%. 

Walaupun bukan menjadi partai dengan elektabilitas tertinggi, pemilih Partai Gerindra memiliki kecenderungan untuk memilih Prabowo sebagai calon presiden. Hal ini dibuktikan dengan hasil survei SMRC yang memperlihatkan bahwa 58% pemilih Gerindra adalah pemilih Prabowo. Berbeda dengan partai PDIP – yang mana pilihan calon presidennya terbelah antara memilih Puan Maharani (10%) ataupun Ganjar Pranowo (46%).  

Perlu Tetap Jaga Elektabilitas?

Melihat tingginya angka elektabilitas Prabowo, dapat dikatakan bahwa kansnya untuk maju dan memenangi pemilihan presiden tahun 2024 juga terbilang cukup besar.  Namun, yang menjadi catatan penting adalah elektabilitas Prabowo saat ini cenderung mengalami penurunan. 

Hal ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tingginya elektabilitas Prabowo sedikit banyak masih dipengaruhi pemilihan presiden tahun 2019. Untuk itu, diperlukan beberapa upaya untuk meningkatkan elektabilitas. 

Upaya pertama yang dapat dilakukan adalah lebih sering tampil di depan publik. Hasil penelitian dari The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) dengan judul Komunikasi Politik Calon Presiden Potensial Melalui Platform Media Sosial di Tahun 2021 menjelaskan bahwa Prabowo menjadi calon presiden yang paling jarang menggunakan media sosial jika dibandingkan dengan enam calon presiden potensial lainnya. Padahal, Prabowo memiliki pengikut yang cukup banyak di empat media sosial yang diteliti, yaitu Twitter, Facebook, Instagram, dan Youtube. 

Selain itu, artikel di PinterPolitik.com pada tanggal 1 Desember 2021 dengan judul Prabowo Harus Lebih Sering Nongol juga mengatakan bahwa Prabowo harus memperbaiki komunikasi politiknya dengan sering tampil di hadapan publik. Dengan sering tampil di depan publik serta mengkapitalisasi media sosial, diharapkan dapat mengubah popularitas Prabowo yang memang sudah tinggi menjadi elektabilitas.

Kedua, membawa isu strategis. Sebenarnya, posisi Prabowo sebagai Menteri Pertahanan secara tidak langsung membelenggu Prabowo dari isu-isu penting yang dapat dibicarakan. Sebab, segala pernyataannya akan dikaitkan dengan kapasitas dirinya sebagai Menteri Pertahanan. Oleh karena itu, isu yang dibawa haruslah beririsan dengan persoalan pertahanan. 

Terdapat beberapa isu yang sebenarnya bisa menjadi panggung bagi Prabowo. Sebagai contoh, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Prabowo bisa sekali-kali tampil di media dan berkata, “Saya mendukung RUU PDP untuk segera disahkan karena masyarakat butuh perlindungan.” 

Selain itu, ada pula RUU lain seperti RUU Ketahanan dan Keamanan Siber yang mana peretasan marak terjadi saat ini sehingga diperlukan payung hukum untuk melindungi publik. Dengan begitu, Prabowo akan tampil sebagai tokoh yang mengerti permasalahan dan kebutuhan publik serta narasi kampanye yang bersifat programatik dan bukan hanya pencitraan belaka.

Ketiga, memilih pasangan yang tepat. Berdasarkan hasil temuan beberapa lembaga survei memperlihatkan bahwa terdapat tiga kluster yang masuk dalam kategori calon presiden potensial, yaitu kluster kepala daerah, kluster pejabat pemerintah, dan kluster pimpinan partai politik. Namun, sejauh ini kluster kepala daerah yang paling mendominasi adalah Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah). Untuk itu, alangkah baiknya jika Prabowo yang merepresentasikan kluster pimpinan partai dan kluster menteri berpasangan dengan kluster kepala daerah. 

Jika Prabowo berpasangan dengan Anies Baswedan, dapat dikatakan pasangan ini cukup kuat dan menjanjikan. Sebab, kedua tokoh ini memiliki ceruk pemilih yang berbeda dan dapat saling melengkapi. Prabowo berlatar belakang militer serta berasal dari Jawa. Sementara, Anies Baswedan dapat dikatakan menjadi representasi umat Islam. Namun, tantangan pasangan ini adalah Anies Baswedan perlu berkonsolidasi dengan seluruh organisasi masyarakat islam dan partai politik islam untuk mendukungnya. 

Jika Prabowo berpasangan dengan Ganjar Pranowo, pasangan ini dirasa juga cukup kuat dan menjanjikan. Sebab, kedua tokoh ini diusung oleh dua partai dengan elektabilitas tertinggi. Selain itu, citra yang ditampilkan pun bertolak belakang namun dapat saling melengkapi. Prabowo yang kaku dan berlatar belakang militer serta Ganjar Pranowo yang dekat dengan rakyat. 

Namun, yang menjadi tantangan adalah apakah PDIP akan mencalonkan Ganjar Pranowo, bukan Puan Maharani? Selain itu, apakah PDIP yang pada pemilu sebelumnya adalah partai pemenang rela untuk memajukan calonnya sebagai wakil presiden dan bukan calon presiden? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang perlu untuk Prabowo konsolidasikan dengan PDIP dan Ganjar Pranowo. 

Menarik untuk melihat apakah Prabowo akan kembali maju di pemilihan presiden 2024 mendatang dan siapa yang akan menjadi wakilnya. Yang terpenting, publik ingin melihat para calon presiden lebih mengedepankan narasi-narasi yang bersifat programatis dibandingkan hanya pencitraan belaka. 



Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.


Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version