Pengelolaan Blok Rokan di Provinsi Riau akan berpindahtangan ke PT Pertamina (Persero) pada tahun 2021. Bisakah pengelolaannya memenuhi mandat konstitusi bila diamati dari paradigma konstruktivisme?
PinterPolitik.com
Pada pada 31 Juli 2018, pemerintah memutuskan Wilayah Kerja (WK) Minyak dan Gas (Migas) Blok Rokan dikelola oleh PT Pertamina (Persero) – selama ini sebelumnya dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia – mulai 8 Agustus 2021. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), pada semester 1 tahun 2018, rata-rata produksi minyak Blok Rokan mencapai 207.148 barel per hari (bph) atau 97 persen dari target 213.551 bph.
Luas Blok ini mencapai 6.220 kilometer persegi (km2). Blok Rokan memiliki hampir 96 lapangan minyak tetapi lapangan yang tergolong memiliki potensi minyak besar hanya Duri, Minas, dan Bekasap.
Pertamina menyatakan siap mengucurkan investasi sekitar US$70 miliar atau sekitar Rp1.008 triliun (asumsi kurs Rp14.413 per dolar AS) selama 20 tahun untuk mengelola WK Migas Rokan di Riau. Investasi tersebut baru belanja modal dan belum termasuk belanja operasional sehingga bisa dikatakan investasi yang di kucurkan pemerintah melalui Pertamina adalah sangat besar.
Diharapkan investasi tersebut, dapat meningkatkan pembangunan Indonesia sehingga peran sektor sumber daya alam ini masih merupakan pendapatan negara yang bisa dikatakan masih berkontribusi untuk bangsa sehingga akhirnya dapat dimanfaatkan yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan juga akan memengaruhi ketahanan energi nasional dan ketahanan ekonomi nasional.
Hal ini sesuai dengan amanat dalam kontitusi, yaitu dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Bunyi pasal ini sebenarnya sudah sangat jelas yaitu bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya seperti; tembaga, emas, gas alam, minyak bumi dan lainnya dikuasai dan dikelola oleh negara dan digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat bukan kemakmuran orang atau golongan tertentu.
Dalam pengelolaan kegiatan usaha migas ini mempunyai tujuan yang telah tertuang dengan jelas dalam UU No.22 Tahun 2001, pasal 2, yakni “penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan”.
Sementara, pasal 3 menyebutkan sebagai berikut, “penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan; menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan; menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri; mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional; meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia; dan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Lantas, bagaimana paradigma konstruktivisme menelaah Pertamina dalam mengelola Blok Rokan tersebut pada saat 8 Agustus 2021 nanti? Apakah dengan kedua perangkat peraturan undang-undangan di atas dapat memberikan hasil kegiatan industri hulu migas berjalan dengan baik sehingga mampu mengelola sektor Migas Indonesia Indonesia secara optimal? Semua pihak yang ikut berperan dalam kegiatan industri hulu migas di atas dapat mencapai hasil yang diharapkan bersama dalam rangka pembangunan bangsa Indonesia yang berkelanjutan.
Secara metodologis, paradigma kontruktivisme menerapkan hermeneutika dan dialektika dalam proses mencapai kebenaran. Metode hermeneutika dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat orang per orang sedangkan metode dialektika mencoba untuk membandingkan dan menyilangkan pendapat orang-per-orang yang diperoleh melalui metode hermeneutika untuk memperoleh suatu konsensus kebenaran yang disepakati bersama. Dengan demikian, hasil akhir dari suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat relatif, subjektif, dan spesifik mengenai hal-hal tertentu.
Ada beberapa asumsi atau pendapat yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pasca Blok Rokan oleh Pertamina karena diketahui investasi yang dikucurkan sangat besar, tantangan yang beresiko tinggi, dan memakai teknologi tinggi. Selain itu, juga apakah dapat memenuhi Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No.22 Migas Tahun 2001, pasal 2 dan pasal 3 yang akhirnya diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan proporsional, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup?
Setidaknya, penulis dapat memberikan beberapa asumsi mengenai hal ini. Seluruh pengelolaan blok Rokan (96 lapangan minyak) diasumsikan ditangani menyeluruh oleh PT.Pertamina, baik drilling (pengeboran) dan Workover (kerja ulang) & Wellservice (perawatan sumur).
Pertamina dapat bermitra dengan Chevron Pacific Indonesia untuk mengelola kegiatan drilling dan workover & wellservices – atau hanya kegiatan drilling. Pertamina diasumsikan juga dapat bermitra dengan pemerintah daerah (perusahaan daerah) untuk mengelola kegiatan drilling dan workover & wellservices – atau hanya kegiatan drilling.
Boleh jadi, Pertamina dapat menjalankan mitra serupa untuk lapangan-lapangan kecil. Selain itu, perusahaan minyak tersebut juga bisa bermitra dengan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) untuk mengelola kegiatan drilling dan workover & wellservices atau hanya kegiatan drilling untuk lapangan-lapangan kecil.
Tulisan milik Robert P. Radjagoekgoek, Mahasiswa S-3 Program Hukum di Universitas Pelita Harapan.
“Disclaimer: Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.”
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.