HomeRuang PublikAmbisi Golkar Menangkan Pemilu 2024

Ambisi Golkar Menangkan Pemilu 2024

Oleh Ahmad Hidayah

Partai Golkar beberapa waktu lalu kedatangan seorang tokoh populer yang akhirnya bergabung dengan partai berlambang pohon beringin itu, yakni Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil. Inikah perwujudan ambisi Golkar untuk memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024?


PinterPolitik.com

Satu tahun menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2024, partai politik peserta Pemilu sudah mulai memanaskan mesin politiknya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan merekrut tokoh-tokoh yang memang sudah memiliki modal sosial dan kapital. 

Cara ini sejatinya sudah pernah dilakukan oleh Partai NasDem. Dalam tesis Hidayah (2019) dengan judul “Perbandingan Seleksi Calon Anggota Legislatif Perempuan Partai NasDem di Indonesia dan Partai Unidos Podemos di Spanyol” dijelaskan bahwa salah satu model rekrutmen Partai NasDem adalah melalui talent scouting, atau tokoh-tokoh yang dianggap memiliki modal sosial dan kapital sehingga memiliki peluang untuk mendapatkan kursi di DPR RI. 

Alhasil, Partai NasDem berhasil meningkatkan perolehan suaranya yang semua mendapatkan 6,72 persen di Pemilu Tahun 2014 menjadi 9,05 persen di Pemilu Tahun 2019. Cara ini pun dianggap berhasil dalam mendorong keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), di mana Partai NasDem pada Pemilu tahun 2014 hanya menyumbang empat orang kader perempuannya, dan pada Pemilu tahun 2019 menyumbang 19 orang perempuan. Menariknya, 13 orang perempuan dari Partai NasDem ini memiliki kekerabatan politik dengan pejabat lokal baik anak, istri maupun menantu (Zaetun, 2021). 

Pragmatisme Partai Politik dalam merekrut tokoh yang memang telah memiliki modal sosial dan kapital yang mumpuni tampaknya masih dilakukan oleh partai politik peserta Pemilu tahun 2024, salah satunya adalah Partai Golkar. Beberapa waktu lalu, dua tokoh penting dalam perpolitikan Indonesia yaitu Ridwan Kamil yang merupakan Gubernur Jawa Barat periode 2018-2023 dan juga Soekarwo, mantan Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 dan 2014-2019 bergabung dengan Partai Golkar. 

Tujuan dari Partai Golkar merekrut kedua tokoh ini tidak lain untuk memenangi dua provinsi dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat. Pasalnya, di Jawa Barat, Partai Golkar hanya meraih 13,26 persen suara pada Pemilu tahun 2019 lalu. 

Angka ini hanya mendudukan Partai Golkar di peringkat empat, dibawah Partai Gerindra (17,65%), PDIP (14,30%) dan PKS (13,35%). Begitu pula di Jawa Timur, dimana Partai Golkar hanya memperoleh 10,02 persen, jauh di bawah PKB (19,41%), PDIP (19,41%), dan Gerindra (11,05%). 

Baca juga :  The War of Jakarta: Presidents vs Governors  

Menambal Wilayah yang Lemah

Berdasarkan perolehan suara Partai Golkar di Pemilu Tahun 2019, terdapat beberapa wilayah dimana Partai Golkar tidak memperoleh suara yang optimal, seperti Kabupaten Ciamis, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Majalengka.

Dari ketujuh wilayah ini, setidaknya kehadiran Ridwan Kamil bisa menambal di tiga wilayah, yaitu Kabupaten Ciamis, Kota Bandung, dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebab, di tiga wilayah tersebut, merupakan basis wilayah Ridwan Kamil jika mengacu hasil Pilkada Jawa Barat tahun 2018. 

Meski demikian, setidaknya Ridwan Kamil juga bisa mendongkrak di dua wilayah, yaitu Kota Bekasi dan Kabupaten Majalengka melihat pada Pilkada Jawa Barat tahun 2018, Ridwan Kamil hanya kalah tipis di dua wilayah tersebut. 

Serupa, masuknya Soekarwo di Partai Golkar juga dinilai untuk menambal beberapa wilayah yang menjadi titik lemah Partai Golkar, seperti di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Jombang, Kota Surabaya, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Sumenep. 

Dari sembilan wilayah ini, setidaknya Partai Golkar berharap di tiga wilayah seperti Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Jombang, dan Kabupaten Pamekasan untuk dapat menjadi wilayah kemenangan Partai Golkar dikarenakan tiga wilayah tersebut wilayah yang selalu dimenangi oleh Soekarwo pada Pilkada Jawa Timur tahun 2008 dan 2013. 

Meski demikian, Soekarwo juga setidaknya bisa memberi dampak di sepuluh wilayah lainnya seperti, Kabupaten Bondowoso, Kota Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Sampang, yang merupakan wilayah-wilayah yang selalu dimenangi oleh Soekarwo pada Pilkada Jawa Timur tahun 2008 dan 2013. 

Berpartisipasi dalam Pilpres Tahun 2024

Merekrut Ridwan Kamil dan Soekarwo untuk memenangi Jawa Barat dan Jawa Timur dapat dianggap sebagai cara yang baik mengingat performa partai Golkar yang menurun dari dua pemilu sebelumnya. Di Pemilu tahun 2014, Partai Golkar menempati urutan kedua dengan perolehan suara nasional sebanyak 18.432.312 suara.

Jumlah ini menurun di Pemilu tahun 2019 menjadi 17.229.78 suara, sehingga membuat Partai Golkar berada di peringkat ketiga, di bawah PDIP dan Partai Gerindra. Meski demikian, Ridwan Kamil dan Soekarwo tidak menjamin Partai Golkar akan menang di Pemilu Tahun 2024. 

Baca juga :  Arilangga: Prabowo’s Right Hand Man?

Perlu dicatat bahwa kemenangan PDIP di tahun 2014 dan 2019 berbanding lurus dengan kemenangan Joko Widodo di pemilihan presiden (Pilpres). Selain itu, perolehan suara Partai Gerindra yang meningkat di Pemilu tahun 2019 juga disinyalir karena Prabowo Subianto maju sebagai calon Presiden. 

Di sisi lain, tidak adanya kader Partai Golkar pada Pilpres tahun 2019 juga menjadi salah satu penyebab menurunnya perolehan suara nasional Partai Golkar. Oleh karena itu, cara terbaik untuk meningkatkan peluang menang di Pemilu tahun 2024 adalah dengan menghadirkan kader Partai Golkar dalam Pilpres tahun 2024 mendatang. 

Menentukan siapa yang akan ikut serta dalam Pilpres tahun 2024 juga bukan perkara mudah bagi Partai Golkar. Setidaknya, Partai Golkar memiliki dua nama yang masuk ke dalam bursa calon presiden maupun calon wakil presiden, yaitu Airlangga Hartarto dan Ridwan Kamil. 

Dua sosok ini pun dinilai memiliki persoalannya masing-masing. Misalnya, Airlangga Hartarto yang sampai saat ini elektabilitasnya tidak terlalu menggembirakan berdasarkan hasil survei dari berbagai lembaga, sehingga membuat partai politik lain perlu berpikir keras jika ingin berkoalisi dengan Partai Golkar. 

Persoalan ini mungkin saja dapat teratasi jika Ridwan Kamil yang diusung oleh Partai Golkar, melihat elektabilitas Ridwan Kamil cukup tinggi jika diusung sebagai calon wakil presiden. Persoalannya adalah apakah elite-elite Partai Golkar rela untuk memberikan “karpet merah” kepada Ridwan Kamil untuk menjadi calon wakil presiden dari Partai Golkar? 

Mengingat waktu yang sudah semakin dekat, Partai Golkar perlu untuk mempertimbangkan secara baik terkait siapa yang akan diusung untuk dapat ikut serta dalam Pilpres tahun 2024 mendatang. Siapa pun yang nantinya akan diusung, harus mendapatkan restu dari seluruh kader Partai Golkar sampai ke tingkat paling bawah. Jangan sampai keikutsertaan Partai Golkar justru menimbulkan konflik internal yang dapat mengecilkan peluang Partai Golkar untuk menang di Pemilu tahun 2024 mendatang.    


Profil Ruang Publik - Ahmad Hidayah

Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Endorse politik Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024 kepada kandidat PDIP, yakni Pramono Anung-Rano Karno justru dinilai bagai pedang bermata dua yang merugikan reputasinya sendiri dan PDIP di sisi lain. Mengapa demikian?

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...