HomeNalar PolitikAndika Batal Jadi Panglima?

Andika Batal Jadi Panglima?

Setelah sebelumnya begitu menguat menjadi pengganti Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI, rumor terbaru justru menyebutkan KSAD Andika Perkasa ditempatkan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Apakah posisi Panglima TNI akan diisi oleh KSAL Yudo Margono?


PinterPolitik.com

“Try again. Fail again. Fail better.” – Samuel Beckett, novelis Irlandia

Setelah PAN masuk ke dalam koalisi pemerintah, isu reshuffle langsung berhembus kencang. Bukannya tanpa alasan kuat, menimbang pada praktik spoils system yang lumrah, sudah menjadi “kode etik” tersendiri partai koalisi yang lolos parlemen harus mendapat jatah menteri.

Menurut pengamat politik dari Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, secara historis ada beberapa kursi menteri yang mungkin menjadi milik PAN. Mulai dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Menteri Perhubungan (Menhub), hingga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB).

Menariknya, tidak hanya isu pergeseran kursi menteri yang juga memanas, melainkan juga pergeseran kursi Panglima TNI. Pasalnya, Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun pada November 2021 dikabarkan akan mengisi pos menteri tertentu.

Atas isu itu pula, diskursus terkait siapa penggantinya di pucuk tertinggi kepemimpinan TNI menjadi begitu hangat. Menimbang pada Hadi dari matra angkatan udara (AU), dari tiga Kepala Staf TNI, nama KSAD Andika Perkasa dan KSAL Yudo Margono yang disebut paling berpeluang.

Terkhusus Andika, namanya bahkan sudah digadang-gadang menjadi pengganti Hadi sejak tahun lalu. Akhir-akhir ini, menantu A.M. Hendropriyono tersebut juga mendapat berbagai dukungan (endorsement) dari Komisi I DPR dan pengamat militer.

Baca Juga: Pertengahan Tahun, Andika Jadi Panglima?

Dapat dikatakan, peluang Andika mungkin yang paling besar saat ini. Namun, rumor terbaru tampaknya harus membuat kita berpikir ulang atas simpulan tersebut. Pada Senin, 13 September 2021, pengamat politik Zaki Mubarak menyebut Andika justru akan digeser menjadi Kepala Badan intelijen Negara (BIN) menggantikan Budi Gunawan (BG).

Menurutnya, keputusan itu dilakukan untuk menghindari ketegangan antar matra TNI. Sebagaimana diketahui, selama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), matra angkatan laut (AL) belum mendapat giliran menjadi Panglima, sementara matra angkatan darat (AD) telah dua kali berturut-turut.

Jika membandingkan dengan sepuluh tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketiga matra diberikan kesempatan untuk menjadi Panglima TNI.

Lantas, apakah ini menunjukkan endorsement terhadap Andika selama ini telah gagal?

Gugurnya Endorsement Andika?

Menurut pengamat keamanan dan militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, rumor yang mengatakan Andika Perkasa akan menggantikan Budi Gunawan, di satu sisi banyak dimaknai sebagai upaya penyegaran organisasi dan regenerasi di tubuh BIN. Namun sisi lain, itu dapat menjadi sinyal melemahnya peluang Andika untuk posisi Panglima TNI dan menguatnya peluang Yudo Margono.

Terkait rumor itu sendiri, ada satu pertanyaan yang perlu diajukan. Kenapa rumornya tiba-tiba keluar? Dalam keterangan Zaki Mubarak, rumornya bahkan disebut telah menyebar luas di masyarakat. Dengan kata lain, mungkinkah para pengamat telah mendapatkan sinyal atau pesan bahwa peluang Andika telah tertutup?

Baca juga :  Segitiga Besi Megawati

Jika benar demikian, maka dapat dikatakan endorsement yang didapat Andika dari berbagai pihak selama ini tampaknya tidak berhasil. Selain itu, jika benar-benar gagal menjadi Panglima TNI, ini menjadi afirmasi atas artikel PinterPolitik sebelumnya,  Hendropriyono, Ganjalan Andika Jadi Panglima?.

Dalam artikel tersebut, ada dua faktor yang dinilai menjadi ganjalan terpilihnya Andika sebagai Panglima TNI. Pertama, relasi Presiden Jokowi dengan militer di periode kedua tidak sama dengan periode pertama.

Menurut peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Evan A. Laksmana dan pengamat militer Khairul Fahmi, di periode pertamanya Presiden Jokowi disebut “insecure” karena tidak memiliki pengalaman dalam mengelola hubungan dengan militer.

Atas persoalan itu, dalam tulisannya Civil-Military Relations under Jokowi: Between Military Corporate Interests and Presidential Handholding, Evan menyebut Presiden Jokowi mengandalkan purnawirawan TNI berpengaruh seperti Luhut B. Pandjaitan, Moeldoko, Agum Gumelar, Ryamizard Ryacudu, Wiranto, dan Hendropriyono.

Namun di periode kedua, Evan dan Fahmi melihat Presiden Jokowi telah memiliki modal politik dan pengalaman yang cukup untuk mengelola hubungan dengan militer. Faktor tersebut dengan jelas menjadi argumentasi pendukung untuk menyebut endorsement terhadap Andika tidak berhasil.

Di periode pertama, endorsement semacam itu mungkin berpengaruh besar terhadap Presiden Jokowi. Namun di periode kedua ini, RI-1 sudah memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk menentukan sendiri Panglima TNI pilihannya.

Baca Juga: Andika Perkasa Sulit Jadi Panglima?

Kedua, selalu tersematnya nama Hendropriyono di pundak Andika justru menjadi ganjalan tersendiri. Pasalnya, posisi Kapolri dan Panglima TNI disebut-sebut sebagai president’s man. Keduanya adalah posisi penting yang memberi jaminan keamanan. Mengacu pada sejarah politik Indonesia, memiliki hubungan baik dengan militer adalah fakta yang tak terelakkan untuk menjaga dukungan dan konsolidasi.

Sejak tahun 1513, persoalan ini telah ditegaskan Niccolo Machiavelli dalam bukunya yang terkenal, Il Principe. Menurut Machiavelli, kekuasaan dan pengaruh memang lebih mudah dipertahankan apabila pihak terdekat atau yang paling dipercaya yang ditunjuk sebagai penerus (successor), pembantu, dan sebagainya.

Ini membuat sangat penting bagi Presiden Jokowi untuk menjamin posisi Panglima TNI adalah orang yang benar-benar setia kepadanya. Komunikasi antara RI-1 dan Panglima TNI juga harus bersifat langsung dan tanpa “perantara”. 

Direktur Eksekutif Voxpol Center and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago juga menegaskan bahwa dalam posisi Panglima TNI, yang menjadi prioritas adalah perkara loyalitas. Poin ini yang menjadi ganjalan Andika.

Pasalnya, dengan adanya dugaan karier Andika berkat mertuanya, Hendropriyono, ada kemungkinan komunikasi Andika dengan Presiden Jokowi menjadi sedikit terhalang. Pada Juni 2021, Tempo juga pernah memuat laporan yang menyebut ada lobi Hendro agar Andika menjadi Panglima TNI.

Baca juga :  Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Nah, sekarang pertanyaannya, seperti pandangan Khairul Fahmi, apakah ini menguatkan peluang Yudo?

Yudo Jadi Panglima?

Secara matematis, dengan kecilnya peluang KSAU Fadjar Prasetyo, nama KSAL Yudo Margono sekiranya menjadi yang terdepan saat ini. Selain persoalan menghindari ketegangan antar matra TNI seperti yang disebutkan Zaki Mubarak, penunjukan Yudo juga dinilai sejalan dengan masalah keamanan Indonesia di Laut Tiongkok Selatan (LTS).

Menurut Direktur Rumah Politik (RoI) Indonesia Fernando Ersento Maraden Sitorus, Yudo yang berasal dari matra AL dinilai lebih mengerti dalam hal pengamanan perbatasan negara di wilayah laut. Ini tentu poin penting dalam menyikapi tensi yang tengah menegang di LTS saat ini.

Selain itu, Khairul Fahmi juga menyebut poin tambahan Yudo ada pada masa jabatannya yang lebih panjang dari Andika. Berbeda dengan Andika yang hanya memiliki waktu satu tahun jika terpilih sebagai Panglima, Yudo memiliki waktu dua tahun.

Menurut Fahmi, masa jabatan yang terlalu singkat atau terlalu panjang dapat berdampak kurang bagus untuk organisasi TNI.

Terkhusus poin LTS, sebelumnya dinilai bahwa konflik di LTS adalah poin penting untuk Andika. Pasalnya, pada Agustus 2021, Andika dinilai berperan penting dalam program Garuda Shield, yaitu latihan militer terbesar sepanjang sejarah Indonesia dan Amerika Serikat (AS).

Pandangan tersebut sejalan dengan analis pertahanan senior dari Rand Coorporation US, Derek Grossman, yang menyebut penyelenggaraan latihan militer terbesar antar Indonesia dan AS merupakan indikasi Paman Sam berupaya meningkatkan kehadirannya di Indonesia untuk melawan pengaruh Tiongkok.

Saat ini, dengan semakin agresifnya Tiongkok di LTS, berbagai pihak mulai berpendapat bahwa merangkul AS dapat menjadi jawaban untuk menghalau negeri Tirai Bambu.

Baca Juga: Mengapa PDIP Amankan Andika?

Berbagai pihak kemudian melihat Garuda Shield sebagai poin plus, karena itu menunjukkan kedekatan Andika dengan AS. Namun, dengan fakta di bulan yang sama angkatan laut juga melakukan latihan bersama dengan militer AS, simpulan Garuda Shield merupakan poin plus Andika disebut telah gugur.

Hal tersebut juga dilihat oleh Khairul Fahmi. Menurutnya, dengan fakta AS melakukan latihan militer dengan berbagai matra, itu menunjukkan Paman Sam tidak menjalin kerja sama dengan matra tertentu melainkan dengan TNI.

Selain sekelumit analisis tersebut, ada satu lagi faktor yang menguntungkan Yudo. Menurut berbagai pihak, ada baiknya Panglima TNI berasal dari matra AD untuk menjaga ketertiban Pemilu 2024. Jika Yudo menggantikan Hadi Tjahjanto, pada 2023 ketika Yudo pensiun, Presiden Jokowi dapat menunjuk Panglima TNI dari matra AD untuk menjaga ketertiban Pemilu 2024.

Well, pada akhirnya tulisan ini hanyalah analisis deduktif semata. Kita tunggu saja siapa Kepala Staf TNI yang akan ditunjuk oleh Presiden Jokowi. Bagaimana pun, penunjukan Panglima TNI merupakan hak prerogatif RI-1. (R53)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...