Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan) sementara menangguhkan impor sapi dari Australia. Kebijakan ini dikeluarkan setelah ditemukan gejala virus penyakit kulit Lumpy Skin Disease (LSD).
Untuk diketahui, LSD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang utamanya menyerang hewan ternak sapi atau kerbau. Penyakit ini bisa diketahui lewat gejala adanya benjolan pada kulit sapi atau kerbau.
Temuan virus ini pada sapi impor dari Australia bermula dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Barantan pada sapi yang baru datang dari “Negeri Kangguru” itu, dan ditemukan 13 sapi terjangkit virus LSD.
Setelah diselidiki, sapi yang terjangkit berasal dari empat peternakan di Australia. Barantan telah meminta pihak Australia untuk segera memeriksa dan menginvestigasi empat peternakan itu.
Kepala Barantan, Bambang juga menegaskan pihaknya hanya menyetop sementara impor tersebut, sambil menunggu hasil investigasi dari pihak Australia.
“Dalam waktu 60 hari kita tidak tutup impor. Tapi menghentikan sementara untuk farm yang kita temukan yang membawa LSD, empat farm (peternakan) tadi,” kata Bambang dalam konferensi pers di Kantor Barantan, Selasa (1/8) lalu.
Pada 12 September nanti pihak Australia akan mengirimkan hasil dari investigasi mereka terhadap sapi yang dikirim ke Indonesia.
Pemerintah Indonesia juga memastikan jika penghentian sementara impor sapi dari Australia tidak akan mengganggu pasokan daging sapi dalam negeri.
Pernyataan itu karena Indonesia kini menjalin dengan 60 peternakan sapi yang ada di Australia. Artinya, masih ada 56 peternakan yang masih bisa untuk melakukan ekspor ke Indonesia.
Namun, Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia mengatakan LSD sebenarnya sudah lama menyerang sapi lokal. Jadi, penghentian impor sapi dari Australia karena terjangkit virus LSD dinilai tidak efektif karena status Indonesia yang sudah terlanjur tidak bebas LSD.
Pemerintah juga diharapkan mencari cara agar penghentian sementara impor sapi dari Australia ini tidak mengganggu stabilitas harga dan stok daging sapi dalam negeri. Hal itu karena konsumsi daging sapi yang juga tinggi. (S83)