Revolusi industri keempat telah membentuk kembali kontur tatanan global dan membuat aktor non-negara seperti korporasi raksasa menjadi penantang otoritas, kedaulatan, dan kapasitas pemerintah.
Pada kasus tidak terlihatnya political will pada persoalan IHK dan inflasi, kuat dugaan personal power para pejabat telah kalah dari pengaruh ekonomi korporasi. Kita bisa melihat buktinya pada kesulitan pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan mengontrol harga barang.
Pada Maret 2022, misalnya, pemerintah menaikkan HET minyak goreng dari Rp11.500 menjadi Rp14.000 setelah mendapat kritik dari berbagai produsen minyak goreng. Kemudian, ada pula kasus berbagai mafia pangan yang kerap menaikkan harga untuk mengejar margin keuntungan.
Korporasi sangat memahami boiling frog syndrome. Jika kita menaruh seekor katak di sebuah panci yang berisi air mendidih, katak itu pasti akan langsung lompat menyelamatkan diri. Namun, jika katak diletakkan dengan hati-hati di panci yang berisi air dingin dan api yang kecil, katak itu akan tetap mengapung dengan tenang.
Saat air mulai mendidih, katak itu akan tenggelam dalam keadaan pingsan karena kehabisan tenaga. Akhirnya, sang katak mati dalam keadaan terebus. Masyarakat sering kali seperti katak. Jika bahaya hadir secara perlahan, banyak dari kita tidak akan menyadarinya.
Jika kenaikan terjadi secara gradual alias sedikit demi sedikit, masyarakat cenderung menganggapnya lumrah. Padahal, jika dirunut secara kronologis, mungkin kenaikan harga tersebut akan terlihat luar biasa.