Pernyataan Presiden Jokowi pada November 2019 tampaknya telah memantik diskursus soal AI. Dalam rangka merampingkan PNS dan mempercepat birokrasi, pegawai negeri sipil (PNS) eselon III dan IV rencananya akan diganti oleh AI.
Baru-baru ini, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama juga memberi penegasan bahwa ke depannya pemerintah akan lebih banyak menggunakan teknologi digital dalam memberikan pelayanan kepada publik. Secara bertahap, jumlah PNS akan dirampingkan dan dikurangi.
Dalam benak publik, khususnya para PNS eselon III dan IV sekiranya melihat ide ini sebagai ancaman. “AI akan merebut pekerjaan kita,” kira-kira begitu.
Melihat lebih luas, penetrasi AI terhadap tenaga kerja pada dasarnya sudah menyasar berbagai tempat. Dulunya terdapat penjaga pintu tol, sekarang kita hanya menempel kartu. Buruh-buruh pabrik juga mulai diganti dengan robot. Aplikasi keseharian kita, seperti Gojek dan Grab juga merupakan AI.
Lantas, apakah wacana serupa dapat dilakukan di lembaga legislatif? Jika anggota DPR diganti dengan AI, apa yang kira-kira terjadi?
Baca selengkapnya artikel “Jika DPR Diganti Artificial Intelligence” di website PinterPolitik.com