“Tong ngelah karang sawah, karang awake tandurin.”
Ya, se-enggak-nya, kalau nggak ikut punya lahan buat ditanami, mari tanam yang baik-baik pada diri sendiri. Potongan bait puisi Nandurin Karang Awak dari Ida Pedanda Made Sidemen ini mengajarkan kita untuk melihat diri terlebih dahulu.
Mungkin, potongan puisi ini pas buat diamalkan oleh sejumlah bule “nakal” yang akhir-akhir ini banyak viral di media sosial (medsos) – membuat banyak warganet Indonesia ikutan kesal.
Menanggapi berbagai persoalan ini, pejabat-pejabat pemerintah – seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno dan Gubernur Bali I Wayan Koster – mulai menginstruksikan sejumlah kebijakan, seperti dengan melarang turis asing menyewa sepeda motor.
Perilaku sebagian WNA di Bali ini sebenarnya mengingatkan kita dengan falsafah hidup ala Bali, yakni “Tri Hita Karana” yang berarti “tiga hal yang menyebabkan kebahagian”. Berdasarkan falsafah ini, kebahagiaan datang dari harmoni dalam hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam dan lingkungan, serta dengan sesama manusia.
Mungkin, ini saatnya kembalikan harmoni ke Pulau Dewata. Dengan banyaknya wisatawan dari berbagai negara dan kebudayaan, Bali tentunya perlu menjadi tempat wisata yang berbudaya. Bukan begitu, Bli dan Gek?