Kedatangan Anies Baswedan ke Jawa Timur mendapat banyak atensi publik. Banyak yang menilai kedatangan ini dianggap sebagai upaya mendapatkan dukungan dari pemilik suara dominan di Jawa Timur, yaitu kaum santri. Apakah komunikasi politik yang dibalut dengan istilah silaturahmi dapat berbuah dukungan bagi Anies?
Hampir tiap pekan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapat atensi publik dalam pemberitaan media sosial maupun media arus utama (media mainstream). Kali ini, yang menjadi sorotan adalah perjalanan Anies ke Surabaya, Jawa Timur, untuk menghadiri sebuah seminar.
Setelah menghadiri seminar, Anies menemui Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar. Dalam sebuah keterangann di media, Anies mengaku sudah berjanji untuk bertemu KH Marzuki Mustamar. Janji itu dibuat Anies saat KH Marzuki bertamu ke Jakarta.
KH Marzuki juga memberikan tanggapan atas kedatangan Anies ke kediamannya. Dia memberikan nasihat, siapapun pemimpin Indonesia kelak yang terpenting adalah merajut persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu, Anies juga berziarah ke makam Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik di Jawa Timur. Dalam kunjungan selama sepuluh menit itu, Anies terpantau berziarah ke beberapa makam ulama, seperti Habib Abu Bakar Assegaf.
Adi Prayitno, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, menyebut Anies mulai bergerilya mencari dukungan ke daerah untuk maju menjadi calon presiden (capres) pada 2024 mendatang. Mengutip Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, selama ini Anies cuma dikenal di sebagian wilayah saja, seperti Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Di daerah lain, masih banyak orang yang tidak mengenal Anies.
Baca Juga: Anies si Statumania
Jika demikian, sebagai seorang gubernur yang digadang-gadang maju Pilpres 2024, Anies tentunya punya kalkulasi politik untuk membangun komunikasi politik.
Dan Nimmo dalam bukunya Political Communication and Public Opinion in America mengatakan pejabat adalah salah satu komunikator politik. Nimmo melanjutkan, pejabat yang dimaksud adalah mereka yang bercita-cita menduduki posisi tertentu dalam suatu jaringan kekuasaan.
Lantas, apakah kunjungan Anies ke Jawa Timur merupakan sebuah komunikasi politik?
Komunikasi Pemasaran Politik
Kegiatan-kegiatan para aktor politik, seperti dialog, menghadiri sebuah pertunjukan, dan pertemuan dengan pemangku kepentingan, dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi politik.
Komunikasi politik, saat ini tidak terbatas hanya pada sebuah kampanye politik yang diadakan menjelang sebuah kontestasi politik. Dalam literasi ilmu politik, kondisi seperti ini disebut dengan komunikasi pemasaran politik.
Ibnu Hamad dalam tulisannya Memahami Komunikasi Pemasaran Politik mendefinisikan komunikasi pemasaran politik sebagai kegiatan promosi guna menjual produk politik (political product). Sederhananya, produk politik adalah janji politik jika aktor politik tersebut masih kandidat. Sedangkan jika telah menjadi pejabat, produk politik biasanya berupa program pembangunan. Produk politik biasanya juga berorientasi secara ideologis.
Kegiatan komunikasi pemasaran (promosi) produk politik, lahir dari kebutuhan untuk menjual produk politik yang tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu tertentu, melainkan harus dalam jangka yang panjang. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan.
Pertama, menguatnya sistem demokrasi, terlebih di Indonesia, menyebabkan para pelaku harus bersaing ketat memperebutkan dukungan publik. Sehingga kegiatan komunikasi politik tidak hanya dibatasi pada saat kampanye, melainkan sepanjang waktu, layaknya para produsen barang dan jasa yang memasarkan produknya sepanjang tahun.
Kedua, praktek ekonomi pasar bebas (free market economy) yang semakin meluas, memberi pengaruh dalam praktik demokrasi. Layaknya ekonomi pasar bebas, keputusan pembelian ditentukan oleh mekanisme pasar. Harga adalah hasil kompromi antara penawaran dan permintaan, pembeli bebas memilih apapun yang diminatinya, sementara penjual hanya berusaha meyakinkan konsumen melalui berbagai kegiatan promosi, melalui ragam media atau saluran tanpa ada unsur pemaksaan.
Baca Juga: Ziarah Anies ke Thamrin, Politik Simbol?
Demikian pula, perilaku politik kita saat ini yang dapat dikatakan memasuki era demokrasi alapasar bebas. Terkait hal ini, David Ward dan Bernd-Petr Lange dalam bukunya The Media and Election A Handbook and Comparative Study, menerangkan, dalam praktik pasar yang bebas, bukan zamannya aktor politik memaksa.
Aktor politik, haruslah beralih ke dalam usaha mempromosikan diri dengan pendekatan komunikasi pemasaran yang canggih, dan melalui bermacam saluran atau kanal komunikasi politik. Jika mereka berhasil meyakinkan publik, niscaya akan mendapatkan dukungan politik.
Well, menjadi menarik melihat bentuk saluran komunikasi pemasaran politik yang dilakukan oleh Anies. Lantas muncul pertanyaan, jika kegiatan Anies dianggap bentuk komunikasi politik, apa yang melatar belakangi kegiatan Anies dalam kunjungan ke Jawa Timur?
Mengetuk Pintu Santri?
Dalam pemetaan politik elektoral, banyak survei yang melihat Anies mempunyai kekuatan atau basis pendukung di beberapa tempat, seperti DKI Jakarta, Sumatera, Banten, dan Jawa Barat. Sedangkan untuk dua daerah yang lumayan besar penduduknya, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, dinilai Anies masih lemah tingkat elektabilitasnya di daerah tersebut.
Hal ini diungkap oleh Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik, dalam sebuah wawancara di stasiun swasta. Menurutnya, kunjungan Anies ke Jawa Timur bukan hanya sebuah kunjungan biasa. Lanjutnya, Anies masih lemah dari segi elektabilitas pada dua tempat, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan, dilihat dari data survei dalam sejarah Pilpres 2004 sampai 2019, tiap pemenang pilpres, juga merupakan pemenang di dua tempat ini sekaligus. Jadi, kedatangan Anies, secara rasional, dapat ditafsirkan sebagai upaya menjalin dukungan, di tempat yang dirasa masih kurang elektabilitasnya.
Secara sederhana, dalam mencari dukungan, aktor politik menggunakan beragam media yang secara umum terbagi atas enam kelompok. Pertama, saluran komunikasi politik lini atas (above the line/ATL) dalam bentuk koran, majalah, radio, dan TV. Kedua, saluran komunikasi politik lini bawah (below the line/BTL) berupa poster, spanduk, leaflet, dan sticker.
Ketiga, saluran komunikasi politik melalui special event dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dirancang khusus untuk tujuan politik. Seperti acara peluncuran buku yang ditulis oleh tokoh politik, maupun acara peringatan ulang tahun partai politik. Keempat, saluran komunikasi politik melalui media baru (new media) dalam bentuk peluncuran website parpol maupun tokoh politik.
Kelima, saluran komunikasi politik dengan komunikasi antar pribadi (interpersonal communication), yaitu pertemuan secara tidak langsung maupun secara langsung antara aktor politik dengan tokoh lain yang dianggap mempunyai peran penting dalam suatu wilayah. Keenam, saluran komunikasi politik dengan media tradisional dan kebudayaan yang biasanya diperlihatkan dengan cara hadir pada kegiatan pertunjukkan rakyat (falk art), maupun hadir pada sebuah situs sejarah, sepeti makam tokoh yang menjadi simbol sebuah entitas masyarakat di sekelilingnya.
Dari keenam bagian saluran tersebut, terdapat indikasi bahwa Anies dalam kunjungannya untuk menemui KH Marzuki Mustamar dan berziarah ke makam Sunan Gresik di Jawa Timur, termasuk bagian kelima dan keenam dalam kategori di atas.
Baca Juga: Monas adalah Milik Anies?
Abdul Hamid, Peneliti Senior Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), mengungkapkan, kedatangan Anies ke Jawa Timur bertemu dengan KH Marzuki Mustamar dan ke makam Sunan Gresik dapat dimaknai sebagai upaya mengetuk dua pintu sekaligus, yakni pintu rumah warga NU dan juga pintu relung budaya santri. Anies hadir bukan hanya ingin menjadi tamu, tapi juga secara simbolik ingin menjadi bagian dari “orang rumah” keluarga besar santri.
Seperti yang diketahui, Jawa Timur adalah rumah warga NU, sejarah “kaum sarungan” dimulai dari tempat ini.
Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar merupakan tokoh yang disegani, dan bahkan banyak kabar beredar bahwa beliau merupakan sosok kuat dalam bursa Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dalam Muktamar NU mendatang.
Selain itu, Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, dalam literasi Babad ing Gresik merupakan ulama yang datang ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam dan tinggal di Kota Gresik. Di sanalah Malik Ibrahim mendirikan pesantren. Sampai saat ini, budaya pasantren masih berlangsung dan menjadi identitas warga Jawa Timur.
Sebagai penutup, wajar jika kedatangan Anies ke Jawa Timur dianggap sebagai upaya untuk mendekati kaum santri. Silaturahmi ke kediaman KH Marzuki Mustamar dan ziarah ke makam Sunan Gresik menandakan Anies mencoba berkomunikasi melalui kebudayaan santri yang religius. Mungkinkah kegiatan ini dapat mempengaruhi elektabilitasnya di Jawa Timur? Ataukah bagi kaum santri, kedatangan Anies hanya dimaknai sebagai silaturahmi biasa? (I76)