Site icon PinterPolitik.com

Ziarah Anies ke Thamrin, Politik Simbol?

Ziarah Anies ke Thamrin, Politik Simbol?

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ketika berziarah ke makam MH Thamrin (Foto: Instagram @jktinfo)

Anies Baswedan, politisi yang banyak menarik atensi publik dalam setiap aktivitasnya. Ziarahnya ke makam MH Thamrin disebut memperlihatkan dua dimensi simbolik, yakni dimensi tersurat yang muncul sebagai sesuatu yang kasat mata, dan dimensi tersirat yang sering mengandung pesan tersembunyi. Seperti apa pesan politik simbol Anies ke makam MH Thamrin?


PinterPolitik.com

“Symbols are given power by people. Alone a symbol is meaningless,” – V for Vendetta

Peringatan hari pahlawan menjadi momentum untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang rela gugur demi bangsa dan negara. Sikap patriotisme, seolah muncul saat kita menghadirkan kenangan perjuangan mereka. Meski Indonesia telah merdeka selama 76 tahun, peringatan hari pahlawan secara formal baru diselenggarakan pada tahun 1959, sekitar 62 tahun yang lalu.

Pada peringatan tahun ini, Anies Baswedan juga melakukan ziarah ke makam Mohammad Husni Thamrin di TPU Karet Bivak. Sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta ikut mendampinginya, di antaranya Sekretaris Daerah Marullah Matali dan Wali Kota Administrasi Jakarta Pusat, Dhany Sukma.

Ridwan Darmansyah, Direktur Eksekutif Gerakan Edukasi Membangun Bangsa, berkomentar, hampir semua Gubernur DKI Jakarta, mulai dari Sutiyoso, Foke, Jokowi, Ahok, berziarah pada momen-momen tertentu, seperti HUT Kota Jakarta pada 22 Juni, Peringatan Hari Pahlawan 10 November, atau pada saat hari lahir dan wafatnya Thamrin. Berziarahnya para gubernur, sebagai bentuk penghormatan terhadap sosok mendiang Thamrin akan gagasan dan aksi nyata di zaman sebelum Indonesia merdeka.

Baca Juga: Monas adalah Milik Anies?

Mungkin, ziarah Gubernur DKI Jakarta ke makam Thamrin dianggap lumrah, karena juga dilakukan oleh pendahulunya. Tapi akan berbeda jika dilihat dalam konteks politik elektoral saat ini. Anies,  dalam berbagai hasil survei, ditempatkan sebagai salah satu dari tiga kandidat populer pada Pilpres 2024.

Postingan foto dari akun instagram Jakarta Info dalam merekam aktivitas ziarah tersebut, menampilkan potret Anies yang mengangkat tangan seolah melambai, dan tepat di seberangnya juga terdapat potret Thamrin yang berpose sama dengan Anies. Muncul banyak spekulasi terhadap potret tersebut.

Sebagai seorang politisi yang lahir dari dunia akademik, Anies dianggap mempunyai kemampuan komunikasi yang baik. Pada setiap aktivitas yang dijalani, sering muncul penyampaian yang bersifat simbolik, sehingga perlu ditafsirkan agar mendapatkan maknanya. Oleh karenanya, Anies sering disebut sebagai politisi yang sering menggunakan politik simbol sebagai komoditas politik.

Lantas, seperti apa politik simbol itu?

Politik Simbol

Pada mulanya, istilah tentang simbol berakar dari bahasa Yunani, symballo, yang mempunyai makna generik, yakni “memberi kesan”, “berarti” dan “menarik”. Secara etimologis, diserap dari kata symbol dalam bahasa Inggris yang berakar pada kata symbolicum dalam bahasa Latin, yang berarti, melempar bersama-sama dalam satu ide atau gagasan objek yang kelihatan. Simbol dapat mengantarkan seseorang ke dalam gagasan masa depan maupun masa lalu.

Ernst Cassirer dalam bukunya An Essay on Man memperkenalkan istilah animal symbolicum, yang artinya manusia adalah binatang yang menghidup dan dihidupi oleh simbol. Dalam kehidupan manusia, simbol dapat diekspresikan melalui bahasa yang dapat membentuk dan mempengaruhi pikiran, maka yang menguasai bahasa dapat pula menguasai pikiran banyak orang.

Pendekatan antropologi tentang simbol, membantu memahami bagaimana simbol tersebut dimaknai dan digunakan, baik sebagai tanda-tanda alamiah (natural sign) maupun simbol-simbol yang mengandung makna (significant symbols).

George Ritzer dalam bukunya Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, mengatakan simbol merupakan tanda-tanda alamiah yang pada dasarnya bersifat naluriah, serta menimbulkan reaksi yang sama bagi setiap orang. Sedangkan simbol yang mengandung makna, tidak harus menimbulkan reaksi yang sama bagi setiap orang.

Artinya, sebuah narasi simbolik tidak saja dipahami sebagai suatu tanda alamiah yang memiliki makna lahir sesuai dengan manfaat dan fungsinya, tetapi juga dapat dipahami sebagai suatu materi yang memiliki banyak konteks dan makna yang berbeda. Pemaknaan ini bergantung pada tujuan dan maksud dari penggunannya. Hal serupa juga dapat terjadi dalam konteks politik, yang dikenal sebagai politik simbol.

Baca Juga: Anies si Statumania

Saidin Ernas dalam tulisannya Politik Simbol dan Harmoni Sosial, mengatakan politik simbol memberikan tiga konteks pemaknaan tentang kekuasaan dan identitas kolektif. Pertama, ekspresi identitas tentang ideologi perjuangan yang mengilhami sikap dan perilaku politik. Kedua, ekspresi dari makna kekuasaan yang memotivasi kompetisi dan koalisi. Ketiga, representasi dari identitas kolektif yang tertuju ke “dalam” sebagai faktor integrasi dan ke “luar” sebagai citra eksistensi.

Oleh sebab itu, dalam memahami politik simbol, terdapat dua dimensi yang perlu diperhatikan. Pertama, dimensi tersurat yang muncul sebagai sesuatu yang kasat mata, seperti gestur, atribut atau slogan-slogan. Kedua, dimensi tersirat yang sering mengandung konflik kepentingan, sebab para aktor yang terlibat dalam penafsiran simbol adalah subjek yang tidak diam dan memiliki kepentingan atas simbol-simbol tersebut.

Lantas, bagaimana menafsirkan simbol yang ditampilkan Anies Baswedan saat berziarah ke makam MH Thamrin?

Menafsirkan Politik Simbol Anies

Jika memulai dari penafsiran ekspresi identitas tentang ideologi perjuangan yang mengilhami sikap dan perilaku politik Anies, maka kita akan mendapatkan sebuah makna dalam ziarah yang dilakukan ke makam Thamrin mempunyai pesan simbolik perjuangan golongan kaum intelektual kota yang sederhana. Tentunya penafsiran ini bersandar dari identitas intelektual yang merakyat, melekat pada Thamrin.

Bob Hering dalam bukunya Mohammad Hoesni Thamrin: Membangun Nasionalisme Indonesia, menyebut Thamrin sebagai satu-satunya orang Betawi modern yang berpendidikan, tumbuh sampai ke puncak dengan mengandalkan jalan di dewan perwakilan sebagai bentuk perjuangan politiknya.

Thamrin, yang dalam kiprah politiknya diharapkan menjadi “si hitam berkulit putih”, justru keluar masuk kampung becek, mandi di Kali Ciliwung, bergaul, dan bahkan tidur bersama kalangan jelata. Ia menekankan pentingnya perbaikan jalan-jalan kampung dan sanitasi di Batavia pada masa itu. Dalam perjalanannya, keberpihakannya pada pribumi berujung lenyapnya kesempatan menjadi kalangan elite, layaknya pejabat Belanda masa itu.

Thamrin dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Volkraad mewakili kaum inlanders (pribumi). Gagasannya yang menunjukkan keberpihakan kepada rakyat kecil berkali-kali ditentang karena berlawanan dengan kebijakan politik kolonial Belanda.

Baca Juga: Kok Mau Anies Di-roasting Kiky?

Terdapat juga makna dalam dimensi kekiniaan. Ziarah Anies dapat ditarik dalam konteks jelang politik elektoral. Mengutip pernyataan peneliti senior Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Abdul Hamid, ziarah Anies di makam Thamrin sedang menampilkan dirinya sebagai tokoh dari arus “intelegensia urban” yang menjadi oposisi  dalam dinamika politik  nasional.

Artinya, Anies berpeluang memainkan peran strategis, paska masuknya Prabowo Subianto dalam kabinet Jokowi. Anies diharapkan menjadi tokoh yang mengisi kekosongan tersebut.

Singkatnya, jika benar Anies tengah memainkan politik simbol, seperti pernyataan Ichwan Arifin dalam tulisannya Politik Simbol, Politik Banal?, penggunaan simbol semacam itu dalam komunikasi politik akan lebih mudah membangkitkan sentimen emosional dan ikatan solidaritas.

Well, sebagai penutup, sangat bijak mengutip Umberto Eco dalam bukunya A Theory of Semiotics. Tegasnya, pemaknaan simbol dimulai dari intentio autoris (niat pengarang) yang berubah menjadi intentio lectoris (niat pembaca). Jadi pesan yang diberikan oleh Anies sebagai pengarang simbol bisa jadi berbeda dengan pesan yang sampai kepada pembaca simbol. Artinya, mungkin saja ziarah itu hanya kunjungan pejabat DKI semata, layaknya para pendahulu Anies. (I76)

Exit mobile version