HomeHeadlineUsulkan Ganjar-Anies, PDIP Depresi?

Usulkan Ganjar-Anies, PDIP Depresi?

Ketua DPP PDIP Said Abdullah usulkan duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan di Pilpres 2024. Apakah ini bentuk kebimbangan PDIP dalam menentukan sosok cawapres pendamping Ganjar?


PinterPolitik.com

Menjelang pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), PDIP tampaknya masih dilanda kebimbangan untuk menentukan nama cawapres untuk Ganjar Pranowo.

Ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani mengatakan pihaknya masih mempertimbangkan lima nama kandidat cawapres yang akan mendampingi Ganjar di pesta demokrasi lima tahunan 2024 nanti.

Sementara, di sisi lain, kedua pesaing Ganjar, yakni Anies Baswedan dan Prabowo Subianto mengklaim sudah mengantongi satu nama cawapres yang akan segera diumumkan.

Kebimbangan PDIP kiranya semakin terlihat ketika Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian Said Abdullah sempat melemparkan ide terkait kemungkinan Ganjar-Anies akan menjadi pasangan capres-cawapres.

Jelas saja, ide ini kemudian ditolak oleh partai anggota Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), yakni Partai NasDem, PKS, dan Partai Demokrat. Mereka menegaskan Anies dicalonkan untuk menjadi capres, bukan cawapres.

coba bayangkan ganjar anies

Munculnya ide duet Ganjar-Anies di Pilpres 2024 tampaknya bukan hanya sekadar melempar opini ke publik terkait beberapa kemungkinan dinamika politik yang terjadi menjelang pilpres.

Lebih dari itu, munculnya ide itu kiranya juga gambaran adanya kebimbangan elite PDIP terkait elektabilitas Ganjar yang cenderung stagnan sehingga membutuhkan sosok cawapres yang dapat mendongkrak probabilitas keterpilihan Ganjar.

Skenario PDIP yang awalnya seolah ingin menjadikan Ganjar sebagai The Next Jokowi tampaknya kini mengalami kebuntuan.

Awalnya PDIP seakan ingin daya tarik dan popularitas Ganjar dapat mendongkrak keterpilihan partai berlambang banteng moncong putih itu.

Namun, yang terjadi saat ini adalah justru kebalikannya. Jangankan untuk mendongkrak PDIP, elektabilitas Ganjar justru cenderung stagnan.

Hal ini terjadi tampaknya dikarenakan Ganjar yang tidak mempunyai branding politik khusus seperti Jokowi yang mendobrak politik saat itu, misalnya dengan blusukan, revolusi mental, dan narasi “Jokowi adalah kita”.

Lantas, benarkah PDIP sedang dilanda kebimbangan untuk menentukan siapa sosok cawapres yang dapat mendongkrak elektabilitas Ganjar?

Sebuah Tipu Daya?

Dalam perang kerahasiaan sebuah strategi untuk melawan musuh sangatlah penting. Ini bertujuan agar strategi yang akan diterapkan tidak akan mudah diantisipasi.

Ahli strategi perang asal Tiongkok, Sun Tzu dalam bukunya yang berjudul The Art of War menjelaskan jika manuver perang haruslah seperti angin yang bertiup, atau dengan kata lain, lakukan gerakan tanpa suara (silent operation) dengan tenang.

Baca juga :  “Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Atas dasar itu, Sun Tzu memperingatkan jika musuh tidak boleh mengetahui informasi-informasi terkait berbagai tipu muslihat yang dilakukan.

Sun Tzu menambahkan jika musuh sampai mengetahui posisi kita, itu adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal. Dengan mengetahui posisi kita, maka musuh akan melakukan spionase untuk mendapatkan berbagai informasi yang mereka butuhkan.

Selain Sun Tzu, penjelasan serupa juga dijelaskan oleh ahli strategi perang Prusia, Carl von Clausewitz dalam bukunya yang berjudul On War yang mengatakan jika perang adalah realitas yang penuh dengan ketidakpastian (realm of uncertainty).

Clausewitz mengibaratkan perang sama dengan kondisi kita di dalam kabut, yang sulit untuk memperkirakan apa yang ada di depan dan di sekeliling. Perang sangat tidak bisa ditebak karena terlalu banyak informasi dan terus berubah.

Sama seperti yang dikatakan Sun Tzu, Clausewitz sangat memperingatkan kerahasiaan akan informasi yang kita punya. Seperti, posisi dimana kita berada, kapan kita menyerang, apa yang akan kita lakukan, dan berapa kekuatan logistik yang dimiliki.

Dalam konteks PDIP, cerminan kebimbangan yang seakan diperlihatkan PDIP terkait sosok cawapres Ganjar dengan menawarkan Anies untuk bergabung, tampaknya hanya bagian dari sebuah strategi politik PDIP dalam menghadapi Pilpres 2024 nanti.

Strategi ini kiranya bertujuan untuk menyamarkan strategi yang sejatinya akan diterapkan PDIP kelak untuk memenangkan Ganjar. Dengan kata lain, ini adalah strategi tipu muslihat PDIP.

PDIP tampaknya tak ingin strateginya diketahui oleh musuh-musuhnya dalam Pilpres 2024.

Saat musuh-musuhnya mengklaim sudah mengantongi satu nama, PDIP justru melakukan sebaliknya dengan mengatakan masih ada lima nama cawapres yang dipertimbangkan.

Hal itu kiranya bertujuan untuk membuat persepsi seakan PDIP masih dilanda kebimbangan terkait penentuan sosok cawapres untuk Ganjar.

Untuk memperkuat itu, PDIP kemudian melemparkan ide untuk mempersatukan Ganjar dan Anies untuk mengaburkan tujuan PDIP sebenarnya.

Bukan tidak mungkin, PDIP sejatinya sudah mengantongi satu nama sosok cawapres Ganjar dan akan segera diumumkan.

sebenarnya mbs butuh anies ganjarartboard 1 7

Sulit Dibayangkan

Munculnya ide menduetkan Ganjar-Anies dalam Pilpres 2024 cukup mengejutkan publik. Hal ini dikarenakan kedua bacapres selalu berlawanan dalam gagasan selama safari politik jelang kontestasi politik.

Perbedaan ini akan membuat keduanya atau bahkan parpol yang mendukungnya tidak akan percaya satu sama lain.

Jason Colquitt, Brent Scott, dan Jeffery LePinen dalam tulisannya yang berjudul Trust, Trustworthiness, and Trust Propensity menjelaskan kepercayaan dapat diartikan sebagai keinginan untuk menerima risiko terhadap trustee berdasarkan harapan positif atas aksi yang dimilikinya.

Baca juga :  Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Nah, berdasarkan penjelasan di atas, jika benar wacana penyatuan Ganjar-Anies, pertanyaan yang kemudian muncul adalah bisakah kedua kubu akan bisa menerima risiko berdasarkan harapan positif mereka. Jawabannya, kemungkinan besar adalah tidak.

Hal ini bukan tanpa alasan. Setiap aktor politik pasti akan menghitung dan memperkirakan segala kemungkinan secara rasional.

Piotr Sztompka dalam publikasinya yang berjudul Trust, Distrust, and Paradox of Democracy menjelaskan manusia adalah makhluk rasional yang menggunakan rasionalitasnya sebagai dasar kalkulasi untuk mengambil keputusan.

Baik kubu Ganjar dan kubu Anies pastinya akan memperhitungkan segala kemungkinan sebelum memutuskan. Apalagi untuk menyatukan kedua kubu yang sebelumnya bersebrangan ini.

Jika berpatokan dari sisi rasionalitas, maka kemungkinan kedua kubu untuk bersatu memiliki probabilitas yang sangat kecil.

Ini dikarenakan selain gagasan Ganjar dan Anies yang juga berbeda, faktor latar belakang pendukung juga kiranya akan menjadi pertimbangan.

Pendukung loyal Ganjar sebagian besar adalah orang-orang yang menginginkan dilanjutkannya berbagai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sedangkan, basis pendukung Anies adalah sebagian besar orang-orang yang menginginkan adanya perubahan dari pemerintahan Presiden Jokowi.

Jika Ganjar dan Anies bersatu, maka kemungkinan besar mereka akan ditinggalkan oleh para pendukung dan pemilih yang sebelumnya loyal kepada mereka.

Efeknya justru dinilai akan menguntungkan kubu capres lainnya, yakni Prabowo Subianto. Bukannya gentar, ini justru membuat optimisme kubu Prabowo meningkat.

Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Habiburokhman, “Justru semakin optimis (menang), sangat-sangat yakin. Justru itulah kunci kemenangan kami,” katanya (26/8/2023).

Keuntungan kubu Prabowo ini dilandaskan pada adanya kemungkinan pendukung yang sebelumnya mendukung Ganjar ataupun Anies akan beralih mendukung Prabowo.

Prabowo akan dinilai sebagai sosok yang bisa merangkul pendukung kedua kubu itu. Pendukung Ganjar akan mendukung Prabowo karena dinilai sosok yang dapat meneruskan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi.

Sementara, basis massa yang sebelumnya mendukung Anies akan beralih ke Prabowo karena sebelumnya pada Pilpres 2014 dan 2019 kiranya mereka adalah pendukung Prabowo.

Well, dengan segala penjelasan di atas, menarik untuk ditunggu apakah akan terwujud ide dari penyatuan Ganjar dan Anies dalam Pilpres 2024 nanti.

Yang jelas, semua kemungkinan masih akan terjadi selama belum ada penetapan secara resmi pasangan capres-cawapres yang akan bertarung di pesta demokrasi lima tahunan nanti. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?