Prabowo sempat bertemu dan menerima dukungan dari sejumlah pengusaha Tionghoa.
Pinterpolitik.com
[dropcap]K[/dropcap]andidat Pilpres 2019 terus-menerus berusaha mengeluarkan jurus terbaiknya untuk dapat merebut kursi di Istana. Menjelang hari-H pemilihan, baik petahana Joko Widodo (Jokowi) maupun penantangnya Prabowo Subianto terus berlomba menemukan faktor kunci untuk memenangkan pertarungan politik.
Salah satu cara yang dilakukan Prabowo sebagai penantang adalah dengan berusaha menarik perhatian kelompok pengusaha Tionghoa. Hal ini disoroti oleh Lynn Lee dalam artikel di portal berita Hong Kong South China Morning Post (SCMP). Dalam tulisan tersebut digambarkan bagaimana Prabowo berusaha menarik perhatian para pengusaha tersebut dalam sebuah acara gala dinner. Tak hanya bertemu, kelompok pengusaha itu juga menggalang dana untuk pencapresan Prabowo.
Langkah ini sebenarnya tergolong tidak lazim jika melihat gerak politiknya selama beberapa tahun terakhir. Prabowo selama ini lebih banyak dikenal menjalin hubungan dengan kelompok Islam yang dalam kadar tertentu justru mengambil posisi berseberangan dengan para pengusaha Tionghoa.
Lalu, mengapa Prabowo sampai perlu menampakkan dan menjual visi misinya di hadapan para pengusaha Tionghoa tersebut? Yang juga penting adalah, apakah Prabowo akan berhasil menarik perhatian masyarakat dari kelompok demografi tersebut?
Sentimen Anti-Tionghoa
Prabowo, dalam kiprah politiknya memang tidak banyak dikaitkan dengan kelompok Tionghoa. Selama berkontestasi di Pilpres 2014 dan 2019, basis pendukung utama Prabowo lebih banyak didominasi oleh kelompok Muslim yang berhaluan konservatif.
Dalam kadar tertentu, Prabowo justru kerap digambarkan sebagai sosok yang anti-Tionghoa. Dalam berbagai laporan, ia disebut-sebut bersekutu dengan kelompok anti-Tionghoa untuk mendapatkan dukungan. Hal ini diungkapkan misalnya oleh Takashi Siraishi dalam buku yang disunting oleh Adam Schwarz dan Jonathan Paris.
Siraishi menggambarkan bahwa dalam peristiwa tersebut, Prabowo membangun relasi dengan kelompok-kelompok seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) atau Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI). Kelompok-kelompok ini dianggap memiliki elemen yang sangat kritis terhadap kelompok Tionghoa.
Relasi Prabowo dengan kelompok anti-Tionghoa ini membuat label Prabowo sebagai sosok yang anti-Tionghoa mengemuka. Kelompok Muslim anti-Tionghoa inilah yang disebut oleh John T. Sidel yang menyebabkan kerusuhan yang melibatkan komunitas Tionghoa di seputaran tahun 1998 dapat terjadi.
Memang, perdebatan apakah Prabowo benar-benar terlibat secara langsung dalam konflik itu masih belum mencapai ujungnya. Jemma Purdey misalnya menyoroti apakah Prabowo benar-benar terlibat atau hanya menerima perintah dan menjadi the fall guy saja.
Di luar itu, beberapa tulisan juga menyebut bahwa Prabowo menyalahkan pengusaha Tionghoa sebagai penyebab terjadinya krisis ekonomi di tahun 1998. Secara spesifik, ia disebut-sebut menyalahkan Sofjan Wanandi dan Jusuf Wanandi serta think tank CSIS sebagai penyebab dari krisis tersebut.
Jusuf Wanandi, sebagaimana dikutip oleh New Mandala, menyebut bahwa Prabowo berusaha untuk mengintimidasi CSIS dengan mengirim demonstran ke kantor mereka. Ia menyebut bahwa sang jenderal menyalahkan pengusaha keturunan Tionghoa atas krisis yang dialami Indonesia.
Kondisi-kondisi tersebut membuat stigma anti-Tionghoa melekat amat kuat pada diri Prabowo. Oleh karena itu, pemilih dari kelompok ini kerap kali tidak diidentikkan dengan massa pendukung Prabowo jika dibandingkan dengan kelompok Muslim konservatif.
Peran Pengusaha Tionghoa
Meski sentimen anti-Tionghoa kerap muncul dalam politik Indonesia, seperti hadir melalui kelompok pendukung Prabowo, peran kelompok etnis tersebut dalam sosial-politik tanah air tidak bisa dipandang remeh. Secara spesifik, pengusaha Tionghoa merupakan kelompok yang memiliki pengaruh besar di negeri ini.
Wu-Ling Chong misalnya menggambarkan bahwa pengusaha Tionghoa memang terlibat aktif dalam membentuk politik di Indonesia. Mereka melakukan hal itu selagi membentuk lingkungan bisnis yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Prabowo seperti tengah mengubah citranya sebagai sosok anti-Tionghoa Share on XPada titik tersebut, dukungan dari kelompok pengusaha Tionghoa boleh jadi adalah hal yang penting bagi para capres yang akan berlaga di berbagai periode Pemilu. Pengusaha Tionghoa, sebagaimana insan bisnis lain secara umum, telah menjelma menjadi kekuatan politik utama negeri ini sebagai wajah dari kelompok kapitalis.
Kelompok pengusaha pasca berakhirnya Orde Baru memang tergolong menjadi lebih aktif dalam dunia politik Indonesia. Menurut Jeffrey Winters, aktivitas politik insan bisnis ini muncul untuk mengamankan tatanan bisnis mereka.
Oleh karena itu, tidak heran jika dari Pemilu ke Pemilu, para kandidat kerap bertemu atau diundang sekelompok atau sebuah organisasi asosiasi Tionghoa tertentu. Asosiasi besar seperti Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) misalnya kerap menggelar pertemuan dengan para capres. Pada Pilpres 2014 lalu misalnya, INTI sempat mengundang masing-masing kandidat untuk berbicara di hadapan mereka.
Merujuk pada pentingnya kelompok pengusaha Tionghoa dalam politik Indonesia, maka langkah Prabowo mendekati kelompok ini tergolong penting. Langkah Prabowo menemui sekelompok pengusaha Tionghoa pada Desember lalu bisa menjadi awal baginya untuk merebut kelompok ini.
Merebut Para Taipan
Untuk merebut hati kelompok tersebut, Prabowo punya banyak pekerjaan rumah untuk menjelaskan dirinya. Pada pertemuan itu misalnya, mantan Pangkostrad itu menyebut bahwa jika ia terpilih sebagai presiden, ia menyadari bahwa dirinya akan menjadi pemimpin bagi seluruh kelompok budaya, agama, ras, dan etnis.
Hal serupa juga tampak dilakukan juga oleh adiknya, Hashim Djojohadikusumo dalam berbagai kesempatan. Di tahun 2014, pengusaha yang terkenal melalui Arsari Group ini menyebut bahwa Prabowo tidak anti-Tionghoa di hadapan kader-kader Gerindra. Hal serupa ia lakukan beberapa waktu lalu saat berbicara dengan wartawan asing dengan membantah bahwa Prabowo anti asing dan aseng.
Dalam kadar tertentu, peluang Prabowo menggaet kelompok ini bukanlah hal yang benar- benar mustahil. Profesor dari National University of Singapore, Leo Suryadinata, sebagaimana dikutip SCMP, menyebut bahwa meski beberapa generasi tua masih belum sepenuhnya percaya padanya, beberapa kelompok lain sangat berhasrat memiliki kepemimpinan baru di negeri ini.
Wah harusnya sbg keturunan tionghoa saya pilih prabowo ya… pic.twitter.com/nL1IP1RHVb
— Yunarto Wijaya (@yunartowijaya) December 13, 2018
Kelompok yang menginisasi gala dinner dengan Prabowo boleh jadi adalah gambaran dari kelompok yang menginginkan kepemimpinan baru tersebut. Secara terang dan jelas, pengusaha-pengusaha tersebut memberi dukungan kepada Prabowo dan memberikan bantuan dana.
Memang, kelompok pengusaha Tionghoa ternama di jajaran 150 orang terkaya Globe Asia tidak hadir dalam acara tersebut dan tidak menunjukkan dukungannya secara jelas. Akan tetapi, menurut Suryadinata, taipan-taipan tersebut memang cenderung menunggu untuk melindungi kepentingan bisnis mereka.
Oleh karena itu, jika Prabowo ingin meraup dukungan kelompok ini, penjelasan tentang dirinya tidak anti-Tionghoa harus dilengkapi. Idealnya, ia juga harus bisa menjelaskan keunggulan dirinya dari sisi program dan sisi lainnya dibandingkan petahana untuk melindungi kepentingan bisnis para pengusaha Tionghoa tersebut.
Hal ini terkait dengan pandangan di atas bahwa kelompok insan bisnis dari komunitas Tionghoa yang terlibat dalam politik muncul karena ingin mempertahankan kepentingannya tersebut. Sejauh ini, sekelompok kecil pengusaha Tionghoa mungkin telah jelas memberikan dukungan padanya, tetapi untuk dapat mendapatkan restu para taipan yang lebih besar Prabowo harus menggali dan bisa meyakinkan bahwa ia akan melindungi kepentingan bisnis mereka.
Pada akhirnya, pendapat Suryadinata bahwa ada sekelompok Tionghoa yang menginginkan pemerintahan baru harus bisa dimanfaatkan oleh Prabowo. Kemampuannya untuk menarik kelompok ini boleh jadi akan menjadi salah satu faktor penting jika ia ingin menang di Pilpres 2019. (H33)