HomeNalar PolitikUpaya Jokowi Genggam Local Strongmen

Upaya Jokowi Genggam Local Strongmen

Dukungan politik dinasti daerah dianggap masih menjadi kunci kemenangan pemilu termasuk pada Pilpres 2019


PinterPolitik.com

[dropcap]D[/dropcap]inasti keluarga Tubagus Chasan Sochib yang lebih dikenal melalui mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mendeklarasikan dukungan kepada pasangan capres-cawapres nomer urut 1, Jokowi-Ma’ruf Amin menjelang Pilpres 2019.

Tentu saja dukungan tersebut semacam angin segar bagi kubu petahana. Hal ini terutama mengingat pada Pilpres sebelumnya di 2014, keluarga Atut mendukung Prabowo dan menjadikan Banten sebagai salah satu basis suara bagi mantan jenderal tersebut.

Dengan dukungan keluarga jawara Banten tersebut, tentu akan berdampak signifikan bagi perubahan peta suara di provinsi tersebut.

Lalu bagaimana sebenarnya pertalian kekuasaan antara politik dinasti dan Jokowi di tahun politik ini? Dan apakah dengan menguasai dukungan local strongmen seperti keluarga Atut akan mengantarkannya menuju kursi kekuasaan?

Upaya Jokowi Genggam Local Strongmen

Politik Jawara Banten

Banten memang selalu menjadi bahasan menarik dalam politik karena karakteristik politik dinastinya yang cukup kental. Dalam konteks ini, ulama dan jawara menjadi kelas sosial pemeran politik utama di provinsi ujung barat pulau jawa tersebut. Jawara sendiri adalah elit kultural di Banten yang memilki kemampuan pencak silat dan juga dipercaya memiliki ilmu kesaktian.

Keduanya memiliki privilege secara politik sejak era orde baru. Dua kekuatan ini dirangkul oleh Golkar melalui dibentuknya satuan karya-organisasi underbow Golkar- dan menjadi Satkar Ulama dan Satkar Jawara di era pak Harto memimpin.

Namun pasca reformasi, peran jawara lebih dominan dalam politik. Jawara dianggap membesarkan Golkar, bahkan menjaga eksistensi partai tersebut di Banten setelah reformasi. Oleh karena itu, pengaruh jawara terhadap Partai Golkar di Banten sangat besar.

Dari kedekatan dengan penguasa tersebut, muncul pengusaha-pengusaha baru dikalangan para jawara karena memanfaatkan distribusi proyek Orde Baru yang beredar.

Maka jika diamati, profesi sebagian besar jawara adalah pengusaha, terutama pengusaha pelaksana proyek-proyek pemerintah. Para jawara yang berbisnis ini sering disebut sebagai Kelompok Rawu.

Sosok Tubagus Chasan Sochib sendiri merupakan sosok jawara di Banten karena ia yang menjadi kepanjangan tangan kekuatan Orde Baru di Banten dan menjadi pimpinan dalam Satkar Jawara. Dengan posisi tersebut akhirnya mengantarkan Chasan Sochib inilah  menjadi local strongmen di Banten.

Chasan Sochib juga dikenal sebagai pengusaha besar di bidang konstruksi yang usahanya berkembang pesat di awal Orde Baru. Dari hubungannya dengan Golkar dan pemerintah Orde Baru inilah, Chasan Sochib mendapatkan keuntungan berupa akses politik dan ekonomi sebagai landasan struktrural untuk memperpanjang dominasinya yang terasa hingga hari ini di Banten.

Menurut John Sidel dalam tulisanya berjudul Bossism and Democracy in the Philippines, Thailand and Indonesia: Towards an Alternative Framework for the Study of Local Strongmen, menyebut bahwa local strongmen adalah penguasa lokal yang memainkan peran bosisme.

Bosisme ini menunjukkan peran elite lokal sebagai predatory broker politik yang memiliki kontrol monopolistik terhadap kekuatan koersif (tekanan) dan sumber daya ekonomi dalam wilayah teritorial mereka. Bosisme biasanya beroperasi dalam bayangan rezim daerah yang dicirikan oleh persekutuan birokrat, bos-bos partai, pengusaha, militer, dan preman.

Baca juga :  Tak Ada Megawati, Hanya Jokowi
Dalam kadar tertentu, sepertinya peran local strongmen masih menjadi kunci dalam setiap pemilu, baik lokal maupun nasional Share on X

Kriteria-kriteria yang disebut Sidel tersebut yang menjadi ciri khas pengaruh keluarga Chasan Sochib dalam politik.

Dalam ikhtiar membangun politik dinasti, Chasan Sochib juga mulai melibatkan keluarganya dalam politik kekuasaan pasca reformasi.

Betapa tidak, beberapa pucuk pimpinan kekuasaan di kabupaten dan kota sebagian besar diisi oleh orang-orang yang masih bertalian darah dengan Chasan Sochib.

Tercatat nama Ratu Atut Chosiyah, anak dari Chasan Sochib,  Gubernur Banten yang menjabat dua periode sejak 11 Januari 2007 hingga resmi dinonaktifkan pada 13 Mei 2014 karena kasus korupsi.

Sejak Atut menjadi orang nomor satu di Banten itulah, satu per satu anggota keluarga besar Atut masuk ke politik praktis.

Diawali kemunculan Airin Rachmi Diany, adik ipar Atut, yang berpasangan dengan Benyamin Davnie terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan 2011-2015.

Selain itu, adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, maju sebagai calon wali kota Serang saat Pilkada Kota Serang 2013, dan akhirnya menang.

Adik Atut, Ratu Tatu Chasanah juga terpilih jadi Bupati Serang yang menjabat sejak 17 Februari 2016 lalu.

Ibu tiri Atut, Heryani, juga tak ketinggalan. Ia terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang pada Pilkada 2011 mendampingi Erwan Kurtubi.

Melihat pola tersebut, kekuasaan local strongmen tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi para politisi karena daya kerjanya yang cukup masif dalam menciptakan patronase politik di daerah.

Dalam kadar tertentu, sepertinya peran local strongmen sepertinya masih menjadi kunci dalam setiap pemilu, baik level lokal maupun nasional.

Local Strongman Sebagai Kunci

Lalu mengapa peran local strongmen seperti keluarga Atut ini penting untuk Jokowi dalam merebut suara? Nampaknya dukungan dinasti politik memang krusial bagi para politisi di tahun politik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Yoes C Kenawas yang menilai bahwa politik dinasti adalah pilihan rasional untuk politisi yang ingin memperkuat kekuasaanya di level politik lokal. Selain itu, dukungan tersebut berkaitan dengan bekerjanya local strongmen sebagai mesin politik yang masif dalam mendulang suara.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Andreas Schedler dalam tulisanya berjudul The Menu of Manipulation yang menyebut bahwa para local strongmen ini adalah sosok yang mampu memonopoli persaingan perebutan suara dengan menerapkan “menu manipulasi” dengan cara pembelian suara, intimidasi terhadap pemilih dan lawan politik, memonopoli dukungan partai politik, memobilisasi birokrat, mengendalikan media lokal, dan banyak metode lain yang berada di wilayah abu-abu antara legal dan ilegal.

Baca juga :  Jokowi Wrapped 2024

Bahkan menurut Kenawas, “menu manipulasi” juga digunakan Atut, pada saat menjabat sebagai gubernur Banten yang pada waktu itu terlibat aktif dalam pemenangan beberapa pemilu di Pandeglang (2010), Tangerang Selatan (2010), dan Kota Serang (2013) yang merupakan daerah di mana anggota keluarganya berkompetisi dalam pemilihan lokal.

Sedangkan dalam konteks politik nasional, pada Pilpres 2014, dukungan keluarga Atut berhasil didapatkan oleh pasangan presiden nomor urut satu Prabowo-Hatta.

Dengan dukungan tersebut bahkan Prabowo-Hatta mendapat suara mutlak. Di provinsi paling barat di Pulau Jawa itu, pasangan nomor urut satu, Prabowo-Hattta unggul sebanyak 57,10 persen sementara Jokowi-JK memperoleh suara 42,90 persen.

Pada saat itu, Prabowo juga didukung pengusaha, tokoh masyarakat, hingga jawara yang tergabung dalam Relawan Semut Banten.

Tentu Jokowi juga tak mau kalah dalam memaksimalkan potensi suaranya bahkan di lumbung suara Prabowo sekalipun. Terlebih,Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf memiliki misi menaklukan suara di basis kekuatan pasangan calon Prabowo-Sandi yaitu Riau, Banten, Jawa Barat.

Strategi tersebut mengacu pada hasil survei LSI Denny JA di 10 provinsi yang menunjukkan PDIP menang di lima provinsi, dan Golkar-PKB di satu provinsi, serta Partai Gerindra sebagai salah satu parpol pengusung paslon Prabowo-Sandi unggul di tiga provinsi.

Sementara survei terbaru Charta Politika untuk Pilpres 2019 menunjukkan, Jokowi kalah dari Prabowo di wilayah Banten yang unggul 44,1 persen dibanding Jokowi yang hanya meraih 36,9 persen.

Dalam menyongsong Pilpres 2019, tidak hanya Banten, Jokowi juga telah mengamankan satu dinasti politik berpengaruh di negeri ini. Dinasti politik berpengaruh dari Sulawesi Selatan, Yasin Limpo misalnya, saat ini telah berada di kubu Jokowi.

Ia adalah Ketua DPW Nasdem Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu partai pendukung Jokowi. Selain itu, ia juga pernah ditawari khusus menjadi salah satu staf presiden Jokowi. Merujuk pada hal itu, bukan tidak mungkin Yasin Limpo juga akan menjadi mesin politik penting bagi Jokowi di Sulawesi Selatan.

Dalam konteks politik Indonesia, karakteristik politik di beberapa wilayah di Indonesia memang mengharuskan untuk di menangkan melalui politik dinasti dan peran local strongmen.

Dukungan keluarga Atut dan Limpo untuk Jokowi menandakan bahwa politik dinasti masih menjadi kunci memenangkan Pilpres 2019 mendatang. Selain itu, mencari dukungan melalui local strongmen menjadi pilihan rasional untuk politisi yang ingin memperkuat kekuasaanya.

Meskipun pada kadar tertentu, bisa jadi bekerja sama dengan local strongmen berarti melegitimasi cara-cara yang manipulatif untuk mendulang suara dan membuat substansi demokrasi dalam pemilu menjadi kabur. (M39)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ahmad Dhani, Paradoks Politisi Selebritis?

Prediksi tentang lolosnya beberapa artis ke Senayan memunculkan kembali skeptisme tentang kualifikasi yang mereka tawarkan sebagai representasi rakyat. Layakkah mereka menjadi anggota dewan? PinterPolitik.com Popularitas mungkin...

Prahara Prabowo dan Ijtima Ulama

Kedatangan Prabowo di forum Ijtima Ulama III sehari yang lalu menyisakan sejuta tanya tentang masa depan hubungan antara mantan Danjen Kopassus ini dengan kelompok...

Vietnam, Ilusi Poros Maritim Jokowi

Insiden penabrakan kapal Vietnam ke kapal TNI AL di perairan Natuna Utara menghidupkan kembali perdebatan tentang doktrin poros maritim yang selama ini menjadi kebijakan...