HomeNalar PolitikTuah Magis BIN Atasi Covid-19

Tuah Magis BIN Atasi Covid-19

Lompatan positif dilakukan Universitas Airlangga saat berhasil “meramu” obat Covid-19 yang dalam waktu dekat akan siap digunakan. Dibalik progres ini, keberadaan peran Badan Intelijen Negara (BIN) dinilai menjadi daya tarik tersendiri untuk dianalisa sejauh mana signifikansinya pada penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia secara umum.


PinterPolitik.com

Segala hal terkait dunia intelijen selalu menarik perhatian banyak kalangan. Bahkan banyak film yang diadaptasi atau mengadopsi peran intelijen sebuah negara yang mendapatkan respon masif dari khalayak.

Argo, Tinker Tailor Soldier Spy, hingga The Immitation Game menjadi sinema menggugah bagi mereka yang tertarik pada bidang intelijen, politik luar negeri, militer, hingga hubungan internasional. Kompleksitas aspek intelijen dalam mendobrak ketidaktahuan manusia dengan human intelligence atau kecerdasan manusia itu sendiri seolah menjadi magis tersendiri bagi ketertarikan publik.

Berbicara mengenai inherensi ketidaktahuan manusia pada konteks realita saat ini, hal ini disoroti oleh Peter Andrews dalam Nobody Knows Anything di mana selama pandemi Covid-19, umat manusia mencoba mencari tahu atau acapkali berpura-pura mengetahui lebih banyak hal daripada yang sebenarnya diketahui.

Intisari inherensi ketidaktahuan manusia dari tulisan Andrews tersebut tampaknya sejalan dengan dinamika pandemi Covid-19 global yang terus berkembang saat ini di mana setelah sempat berhasil “menjinakkan” pandemi, kota Beijing di Tiongkok kembali dalam karantina setelah muncul klaster baru.

Sementara di Selandia Baru, salah satu negara yang dianggap terbaik dalam penanganan pandemi, kembali mengkonfirmasi kasus positif Covid-19 dari dua warga negara Inggris yang berkunjung.

Dari cakupan yang lebih luas, ketidaktahuan umat manusia terrepresentasi dari berbagai rilis saintifik World Helath Organization (WHO) terkait karakteristik Covid-19 yang justru acapkali dibantah oleh ilmuan dan ahli epidemiologi terkemuka dunia seperti Dr. Anthony Fauci dari Amerika Serikat (AS) serta Profesor David Spiegelhalter dari Inggris.

Dari berbagai dinamika mancanegara terkait ketidaktahuan serta ketidakpastian pandemi Covid-19 yang ada, memang nyatanya saat ini peradaban umat manusia sedang diuji dan lebih semakin menyadari sebuah konsep ketidaktahuan yang kita sadari dan ketahui atau known unknowns.

Lantas apakah relevansi konteks known unknowns ini dengan peran Badan Intelijen Negara (BIN) secara lebih mendalam?

Ketidaktahuan vs Human Intelligence

Ketidaktahuan manusia di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19 yang disoroti Andrews sebelumnya tak sepenuhnya menjadi kabar tak menyenangkan. Di sisi lain, known unknowns manusia menjadi respon alami dalam sebuah krisis ketika kita mencoba memahami dan menemukan jalan keluarnya.

Konsep known unknowns sendiri awalnya muncul sebagai sebuah metode dua psikolog asal AS Joseph Luft dan Harrington Ingham pada tahun 1955  sebagai teknik yang membantu individu dalam memahami secara lebih baik dirnya sendiri, orang di sekitarnya serta lingkungannya.

Lebih lanjut, Hugh Courtney dalam publikasinya berjudul Strategy Under Uncertainty menekankan bahwa konsep known unknowns sangat tepat untuk digunakan sebagai fundamental konseptual dalam strategic planning atau perencanaan strategis pada situasi atau krisis yang sangat sulit dan bahkan mustahil untuk dikalkulasi.

Apa yang ditekankan oleh Courtney tersebut agaknya cukup konstruktif dalam pengimplementasian known unkowns pada mindset atau paradigma individu, kelompok, hingga pemerintah dalam merespon pandemi Covid-19 serta dampak turunannya.

Secara lebih spesifik, dalam upaya merealisasikan kerangka fundamental tersebut, pemerintah di berbagai belahan dunia dinilai mengerahkan seluruh sumber daya yang ada untuk menjembatani dan menyelami ketidaktahuan yang nyatanya kita sadari.

Peran entitas intelijen sebuah negara serta relevansinya dengan konsep known unknowns tampaknya telah menjadi opsi yang dikerahkan dalam berbagai bentuk kontribusi dan aspek penanganan pandemi Covid-19.

Memang tidak banyak informasi untuk memastikan terdapat peran intelijen dalam berbagai studi kasus, termasuk terkait penanganan pandemi Covid-19. Namun demikian, di level internasional, peran badan intelijen Israel, Mossad sedikit terkuak ketika berperan dalam mengimpor alat tes Covid-19 dari salah satu negara teluk yang tidak disebutkan pada akhir Maret lalu.

Tentu di balik deal dengan salah satu negara teluk tersebut, terdapat upaya entitas intelijen dalam beradaptasi dengan situasi serta mendobrak ketidaktahuan serta ketidakpastian hubungan antara Israel dengan negara-negara teluk yang selama ini dikenal tak cukup akur.

Selain itu, dengan kapabilitas yang dimilikinya, langkah Mossad yang sedikit terekspos tersebut disinyalir tak hanya sebatas dan ditafsirkan sebagai langkah konsolidasi impor alat tes Covid-19 semata jika mengacu pada hakikat known unknowns seseungguhnya.

Lalu pada konteks sebaliknya, tensi entitas intelijen sebuah negara acapkali terdengar selama pandemi, utamanya terkait tuding-menuding dan bantah-membantah soal upaya peretasan yang bermuara pada pencurian data seputar riset Covid-19.

Pada medio Mei lalu misalnya, Biro Investigasi Federal (FBI) dan The United States Secretary of Homeland Security atau Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS menemukan indikasi bahwa jaringan peretas Tiongkok berusaha mencuri data penelitian vaksin Covid-19 serta hasil uji terkait Sars-CoV-2.

Dan pada bulan yang sama, intelijen cyber Iran terdeteksi menargetkan perusahaan bioteknologi Gilead Sciences Inc yang membuat obat remdesivir antivirus yang menjadi satu-satunya pengobatan yang terbukti dapat sedikit membantu pasien Covid-19. Meskipun kemudian langsung dibantah oleh otoritas Iran.

Dari konteks known unkowns yang berkorelasi dengan berbagai aktivitas entitas intelijen berbagai negara di dunia dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di tiap-tiap negara tersebut, menarik kiranya untuk mengetahui sejauh mana manifestasi peran enititas intelijen pemerintah Indoneisa, yakni BIN, dalam penanganan pandemi yang sejauh ini telah menjangkiti lebih dari 40 ribu orang di tanah air.

Manifestasi Peran BIN

Dari sisi tupoksi, meskipun BIN diumumkan pemerintah sebagai salah satu institusi yang memiliki peran namun di sisi lain tak terlihat jelas dalam struktur fungsi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19. Terkait hal ini, dapat dipahami dari aspek legal dan teoritis.

Secara teoritis, Karolis Kupcikas dalam The Importance of Intelligence to International Security mengemukakan bahwa pekerjaan intelijen secara tradisi bahkan hingga kini memang dilakukan secara diam-diam atau tak terlalu konkret perannya di permukaan. Hal inilah yang membuat peran dan kontribusi entitas ini memiliki ruang dan nilai tersendiri.

Sementara dari aspek legal, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 90 tahun 2012 tentang Badan Intelijen Negara, peran BIN dalam pandemi dapat dirasionalisasi signifikansinya.

Yiannis Souliotis dalam The Key Role of Intelligence in the Coronavirus Battle menguak peran apa saja yang dilakukan oleh sebuah entitas intelijen dalam penanganan pandemi Covid-19 dengan menyadur pengalaman seorang pejabat senior Central Intelligence Agency (CIA) AS, Marc Polymeropoulos.

Pertama, peran badan intelijen ialah memastikan keakuratan berbagai data yang diperoleh baik dari WHO dan sumber lainnya. Bahkan hingga melakukan kroscek ke sumber primer yang hanya mampu dilakukan dengan kemampuan intelijen.

Kedua, misi dari badan intelijen ialah evaluate atau mengevaluasi penyebaran virus serta reaksi masyarakat di tiap wilayah. Hal ini erat kaitannya dengan tracing, tracking, dan surveillance.

Terakhir, tujuan pamungkas badan intelijen ialah berperan atau bahkan turut memproduksi riset saintifik dengan berbagai data yang dihimpun demi pengembangan obat maupun vaksin Covid-19.

Dari inti tulisan Souliotis tersebut, sebuah proyeksi dapat dilakukan dalam melihat manifestasi dan pola kerja BIN yang dinilai memang tampaknya dikerahkan pemerintah sebagai focal point dalam aspek riset dan tracing.

Peran BIN terkini yang signifikan terlihat ialah saat melakukan trace, tracking, dan surveillance di beberapa wilayah di Surabaya dan sekitarnya ketika Kota Pahlawan menjadi episentrum baru kasus Covid-19 nasional.

Selain itu, dalam penemuan racikan obat Covid-19 oleh Universitas Airlangga yang dianggap ampuh dengan mengkombinasikan lima substrat obat yang telah ada, keterlibatan BIN dalam riset tak dapat dipungkiri ketika secara harfiah diumumkan kepada publik.

Berbagai manifestasi peran BIN yang dapat publik lihat tersebut dinilai sangat baik meskipun ketidakpastian pandemi Covid-19 masih tetap ada. Hal ini menjadi langkah terbaik ketika dunia masih diliputi ketidaktahuan serta ketidakpastian akan keberadaan vaksin yang benar-benar ampuh, termasuk di Indonesia.

Bagaimanapun, progresivitas BIN sejauh ini juga dinilai mengindikasikan bahwa pemerintah tak lagi terkesan anti sains seperti yang jamak terlihat sebelum dan di awal pandemi.

Lebih jauh, pemerintah bahkan mengkolaborasikan elemen intelijennya dengan berbagai pihak – pemerintah daerah, akademisi, hingga lembaga penelitian –  dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia serta dinilai cukup baik sampai saat ini. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  Prabowo and The Nation of Conglomerates
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?