Site icon PinterPolitik.com

Trump Ditembak, Ngefek ke Prabowo?

trump ditembak ngefek ke prabowo

Presiden ke-45 Amerika Serikat (AS) Donald Trump (tengah) mengepalkan tangannya sesaat setelah mengalami luka tembak di telinga pada kampanye di Pennsylvania pada Sabtu, 13 Juli 2024, kemarin. (Foto: AP/Evan Vucci)

Dengarkan artikel ini:

https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2024/07/trump-ditembak-full.mp3
Audio ini dibuat menggunakan AI.

Upaya penembakan terhadap Presiden ke-45 Amerika Serikat (AS) Donald Trump berujung pada sebuah foto yang tampak heroik. Mengapa ini bisa berujung pada tumbangnya Presiden ke-46 AS Joe Biden? Apa efeknya ke pemerintahan Prabowo Subianto di Indonesia ke depannya?


PinterPolitik.com

“Headshot for the year, you better walk around like Daft Punk” – Kendrick Lamar, “euphoria” (2024)

Potongan lirik di atas merupakan sebuah baris yang ditulis penyanyi rap (rapper) asal Amerika Serikat (AS) bernama Kendrick Lamar. Dalam lagu berjudul “euphoria” (2024) tersebut, Kendrick memberikan peringatan kepada rapper asal Kanada bernama Drake untuk berhati-hati karena telah melancarkan ‘serangan’ kepada dirinya.

Lagu ini ditulis Kendrick menyusul pertengkaran antara dirinya dan Drake dalam beberapa lagu sebelumnya, seperti “Like That” (2024) dan “Family Matters” (2024). Dalam dunia rap, pertengkaran melalui karya ini merupakan hal biasa terjadi.

Namun, tidak jarang, pertengkaran seperti ini juga berujung pada kekerasan. Hal inilah yang terjadi antara 2Pac dan Notorious B.I.G. pada tahun 1990-an silam, hingga berujung pada kematian keduanya karena upaya pembunuhan dengan senjata api.

Persaingan sengit seperti ini memang tidak jarang berujung pada kekerasan. Salah satu contoh lain adalah insiden yang menimpa Presiden ke-45 AS Donald Trump yang juga turut menjadi kandidat dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024, melawan Presiden ke-46 AS Joe Biden.

Pada kampanye Trump yang digelar di Pennsylvania pada Sabtu, 13 Juli 2024, kemarin, upaya pembunuhan terhadap sang kandidat. Saat Trump baru saja memulai pidatonya, tiba-tiba beberapa suara tembakan terdengar. 

Sebuah peluru mengenai telinga Trump, membuatnya selamat dari maut yang sempat mengancamnya. Usai insiden itu, Trump yang diantarkan oleh para pengawal langsung mengepalkan tangannya sembari berteriak, “Lawan! Lawan! Lawan!”

Momen itupun berhasil diabadikan oleh Evan Vucci, menghasilkan sebuah foto yang paling fenomenal di tahun 2024 ini. Banyak pakarpun menilai bahwa foto itu sangatlah hampir sempurna untuk menghantarkan pesan politis.

Biden dan Partai Demokrat-pun langsung mengutuk insiden tersebut dan mengatakan bahwa AS bukanlah tempat bagi kekerasan bermuatan politis seperti ini. Namun, insiden ini juga tentunya menjadi malapetaka bagi kubu Biden.

Mengapa insiden ini justru bisa menjadi awal bagi ‘tumbangnya’ Biden di Pilpres AS 2024? Lantas, dampak apa yang akan terjadi dalam jangka panjang, bagi dunia dan Indonesia, bila akhirnya Trump menang sebagai presiden tahun 2024-2028?

Trump adalah Underdog (for Now)…

Permainan politik adalah soal persaingan narasi yang tersebar dalam diskursus-diskursus masyarakat. Inilah mengapa insiden penembakan Trump ini bisa memiliki dampak signifikan, khususnya dalam Pilpres AS 2024.

Bukan tidak mungkin, insiden ini malah membuat Trump menjadi lebih unggul di kontestasi Pilpres AS 2024.  Ini sejalan dengan konsep bias psikologis yang disebut sebagai underdog effect.

Mengacu ke tulisan Ciaran O’Keeffe yang berjudul “The Underdog Effect” di The Psychologist, bias ini adalah bias yang menciptakan kecenderungan untuk mendukung pihak yang diprediksi kalah atau tidak diuntungkan dalam sebuah kompetisi.

Biasanya, dalam kompetisi olahraga, tim yang paling tidak diuntungkan mendapatkan dukungan lebih. Seakan-akan, dalam narasi sebuah kisah, mereka adalah pahlawan yang berusaha melawan berbagai ketidakmungkinan untuk mencapai tujuan mereka.

Inilah mengapa para politisi juga menggunakan underdog effect dalam narasi politik mereka. Dalam sebuah wawancara ABC pada tahun 2011 silam, misalnya, Presiden ke-44 AS Barack Obama menyebut dirinya sebagai underdog.

Obama menarasikan bahwa dirinya adalah pembuktian terhadap kesempatan bagi setiap warga Amerika untuk mencapai apa yang disebut sebagai American Dream, yakni kesempatan bagi setiap individu untuk mencapai kesuksesan di tanah Amerika. Apalagi, Obama merupakan warga Afrika-Amerika yang merupakan kelompok minoritas di AS.

Kini, dengan insiden penembakan, Trump bisa menunjukkan bahwa dirinya adalah sosok underdog yang melawan berbagai pihak ‘penguasa’ yang tersembunyi (deep state). Di sisi lain, Trump juga ditempatkan di posisi yang tidak menguntungkan dengan berbagai kasus hukum yang menjeratnya.

Selain itu, insiden penembakan ini juga bisa membuat publik AS merasakan ancaman tertentu. Ancaman keamanan kerap bisa menjadi penggerak massa – apalagi bila Trump melakukan sekuritisasi (menjadikan ancaman sebagai ancaman eksistensial) terhadap insiden ini.

Lantas, bila Trump berhasil memainkan underdog effect ini dan menjadi presiden AS di tahun 2024-2028, dampak apa yang akan terjadi terhadap dinamika global? Mengapa ini bisa membawa dampak lebih jauh bagi Indonesia, khususnya bagi pemerintahan presiden terpilih, Prabowo Subianto?

Petaka (Menguntungkan) untuk Prabowo?

Kemungkinan bagi Trump untuk menang semakin besar dengan Biden yang terus diragukan kemampuan fisiknya. Bukan tidak mungkin, kemungkinan besar menangnya Trump ini akan berdampak pada pemerintahan Prabowo di Indonesia ke depannya.

Bila benar Trump menang di Pilpres AS 2024, pemerintahan Prabowo bukan tidak mungkin harus bersiap-siap dalam menyusun politik luar negerinya, mengingat AS masihlah negara dominan di kawasan Asia Tenggara.

AS merupakan mitra pertahanan strategis bagi Indonesia. Meski Indonesia kini memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), AS masih menjadi penyuplai pertahanan terbesar bagi Indonesia.

Sejumlah kerja sama militer juga masih dilakukan dengan negara-negara Barat, seperti Australia, dan Jepang. Persepsi ancaman Indonesia kini juga lebih mengarah ke RRT dengan adanya tumpang tindih sejumlah wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Natuna terhadap klaim wilayah laut nine-dash line di Laut China Selatan (LCS) dari RRT.

Namun, ini bukan berarti pemerintahan Prabowo akan berharap besar kepada AS. Indonesia – dan kebanyakan negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina – masih berharap terhadap status quo di LCS. 

Perubahan mendadak terhadap dinamika kawasan akan selalu dianggap ancaman bagi Indonesia dkk. Oleh sebab itu, kehadiran Trump bisa juga menjadi keuntungan bagi pemerintahan Prabowo.

Trump, berkaca dari pemerintahannya pada 2016-2020, memiliki kecenderungan pragmatis dalam kebijakan luar negerinya. Ini membuat Indonesia memiliki ruang yang lebih leluasa dalam menjalankan kebijakan geopolitik di antara dua kekuatan besar, AS dan RRT,

Di bawah Biden, Indonesia justru merasa terancam. Berbagai upaya militerisasi AS di kawasan Asia Tenggara bisa membuat Indonesia merasa tertekan. Contoh paling nyatanya adalah pengadaan kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia yang tergabung dalam aliansi Britania Raya, AS, dan Australia (AUKUS).

Namun, kecenderungan pragmatis Trump ini juga bisa menyisakan celah ancaman bagi pemerintahan Prabowo. Bukan tidak mungkin, RRT juga bisa menjadi lebih leluasa di LCS dengan minimnya upaya AS.

Selama Prabowo nantinya bisa memanfaatkan kehadiran Trump secara optimal demi kepentingan Indonesia, bukan tidak mungkin kemenangan Trump nantinya akan menjadi blessing bagi Indonesia. Menarik untuk diamati kelanjutannya. (A43)


Exit mobile version