Walau masih akan dilantik Oktober mendatang, namun tampaknya Anies dan Sandi sudah mulai bersiap untuk memenuhi janji-janji kampanyenya melalui tim sinkronisasi. Apa tujuan dan fungsi tim ini?
PinterPolitik.com
“Yang paling berat di dunia ini adalah memegang amanah.” ~ Abu Hamid Al Ghazali
[dropcap size=big]A[/dropcap]manah, begitulah jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta bagi Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Shalahuddin Uno, saat terpilih di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua, 19 April lalu. Sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan secara resmi kemenangan mereka, saat itu pula warga mulai menanyakan janji-janji yang pernah diumbar oleh keduanya.
“Janji apa kemarin? Kita akan jalankan sesuai janji kampanye,” ucap Anies, di Jakarta, Minggu (23/4). Sandiaga sendiri meminta semua pihak bersabar hingga Oktober, setelah mereka mendapatkan mandat dan dilantik sebagai gubernur secara resmi. “Setelah Oktober, kita mendapatkan mandat dan dilantik, mungkin baru bisa kita lakukan sebagai program sosialisasi atas realisasi janji kerja kita,” tegasnya.
Namun, Senin, 15 Mei kemarin, Anies dan Sandi mendeklarasikan tim yang disebut sebagai Tim Sinkronisasi. Menurut Anies, tim ini akan menerjemahkan secara teknis semua janji yang pernah diungkapkan selama kampanye. “Ada 23 janji yang harus menjadi program untuk dilaksanakan gubernur dan wakil gubernur lima tahun ke depan,” katanya saat konferensi pers di Jakarta.
Namun Ketua Fraksi PKB DPRD DKI, Jakarta Hasbiallah Ilyas mengaku tidak mengerti maksud dan tujuan dibentuknya tim sinkronisasi gubernur dan wagub terpilih tersebut. Ia malah meminta pasangan Anies-Sandi untuk tidak tergesa-gesa membahas program kerjanya masuk dalam APBD Perubahan 2017.
“Kita nggak ngerti maksud sinkronisasi mereka itu. Sekarang mereka sabar saja dulu, wong Belanda masih jauh. Biarkan selesaikan program gubernur hari ini, nggak usah grepesan kalau orang Betawi bilang, paham nggak? Nggak usah tergesa-gesa,” ujar Hasbi, Rabu (17/5). Ia berpendapat, Anies Sandi baru bisa memasukkan program kerjanya setelah dilantik, saat Plt Gubernur Djarot Saiful Hidayat selesai masa tugasnya.
Sinkronisasi Program Pemda
“Jadi gini. Kok berubah-ubah gitu lho. Habis tim transisi kemudian sekarang ada tim sinkronisasi. Kok berubah-ubah.”
Sebagai Plt Gubernur yang bertanggung jawab dengan jalannya pemerintahan daerah, Djarot mengaku bingung dengan istilah sinkronisasi yang dimaksudkan oleh Anies-Sandi. Kebingungan Djarot ini, kemudian ditanggapi oleh Anies dengan menjelaskan. “Ini pekerjaan sangat teknis. Tim sinkronisasi ini bukan seperti tim transisi, karena hanya melakukan sinkronisasi di masa awal, akibat adanya kesenjangan antara periode fiskal Pemda dengan periode pemerintahan,” jelasnya.
Secara definitif, sinkronisasi adalah proses pengaturan jalannya beberapa proses secara bersamaan. Tujuannya untuk menghindari inkonsistensi data akibat pengaksesan oleh beberapa proses yang berbeda (mutual exclusion) atau mengatur urutan jalannya proses, sehingga dapat berjalan lancar dan terhindar dari kebuntuan (deadlock). Sinkronisasi ini diperlukan agar eksekusi dari proses yang dilakukan sesuai, sebab terkadang hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki.
Anies menjelaskan, berdasarkan pengalamannya di tahun 2012, saat Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) disusun oleh gubernur yang masih menjabat, kala itu masih dipegang oleh Fauzi Bowo. Saat Jokowi masuk dan menjabat, baru ada penyempurnaan dan penambahan program unggulan.
Walaupun sifatnya masih informal, Tim Sinkronisasi mulai menjalin komunikasi dengan DPRD DKI. https://t.co/KgW6QoFFW7
— Anies Sandi (@JktMajuBersama) May 12, 2017
“Pengalaman ya, saya tahun 2012 itu kan juga ikut masa transisi dari Pak Fauzi Bowo ke Pak Jokowi. Dan waktu itu memang kita percaya betul bahwa RPJMD, RKPD, itu disusun oleh Pak Fauzi Bowo. Kemudian masuklah Pak Jokowi, dari situ ada beberapa penyempurnaan dan penambahan program unggulan. Saya masih ingat betul, program unggulan yang masuk di situ adalah program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS), sama seperti ini,” terangnya.
Mengenai adanya tim ini, Djarot berencana akan mengundang pihak Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) untuk berdiskusi terkait program yang ingin dimasukkan oleh pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih DKI ke APBD Perubahan 2017. Alasannya, agar dia dan pihak Anies-Sandi memiliki persepsi yang sama atas mekanisme program kerja dan tim sinkronisasi. “Untuk proses seperti ini, mari kita dengarkan, tunggu apa masukan atau keputusan dari Kemendagri,” jelasnya.
Menerjemahkan Janji Kampanye
“Kami memulai tradisi yang baik. Kita ingin memastikan 23 janji kerja kami bisa terwujud, insya Allah.”
Bagi Sandi, tim sinkronisasi merupakan terobosan baru agar 23 janji kerja yang pernah diumbar sebelumnya tidak hanya tinggal janji. “Tim ini akan bekerjasama dengan kedua tim yang telah dibentuk sebelumnya, yaitu tim pengarah yang menyerap aspirasi masyarakat dan tim pakar yang selama ini telah merumuskan program kerja sejak masa Pilkada lalu,” ujarnya, di Menteng, Jakarta, Senin (15/5).
Anies juga mengemukakan, tim sinkronisasi yang dibentuknya berperan menerjemahkan teknis semua janji yang diungkapkan pasangan ini selama kampanye. Tim ini akan berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk memastikan rencana mereka dengan apa yang dikerjakan Pemda selama ini bisa sinkron. “Kita juga ingin memastikan bahwa aspirasi warga, masalah yang ada di Jakarta, dengan janji kita bisa sinkron,” paparnya.
Anies yakin tim ini akan mampu melakukan tugas dengan baik, karena terdiri dari figur-figur yang kompeten di bidangnya. “Mereka akan diminta menjadi narasumber, bagian dari proses menerjemahkan janji kampanye,” lanjut Anies yang mempercayakan kepemimpinan tim ini pada mantan menteri ESDM Sudirman Said, dan tujuh anggota lainnya, yakni Edriana Noerdin, Eko Prasojo, Fadjar Pandjaitan, Rikrik Rizkiyana, Marco Kusumawijaya, Mohammad Hanief Arie Setianto, dan Untoro Hariadi.
Sementara itu, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik menyerahkan sepenuhnya pembagian tugas antara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam memimpin Jakarta. Ia mengatakan fungsi dan tugas mereka telah diatur dengan aturan yang berlaku. “DPRD tidak seperti yang dipersepsikan Ahok; lembaga yang kotor dan tidak beres. Padahal, begitu selesai, ya selesai. Kita bahas bareng, satu kata kuncinya, programnya untuk kepentingan rakyat, pasti DPRD setuju,” jelasnya.
Dibentuknya tim sinkronisasi oleh gubernur dan wagub terpilih, menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, adalah hal yang wajar akibat adanya tuntutan dari masyarakat yang begitu besar pada masa Pilkada DKI 2017. “Tim ini kan untuk mempersiapkan. Dalam hitungan lima bulan yang akan datang, paling tidak permintaan dan tuntutan masyarakat akan besar sekali, sehingga bisa dipahami harus mulai dipersiapkan,” katanya, Jumat (12/5).
Zuhro menilai, Anies dan Sandi bukanlah pejabat pemula. Sehingga mereka mengetahui apa yang harus dilakukan. “Mereka berdua dwi tunggal yang bukan pemula, tapi dwi tunggal yang sudah siap what to do, how to do, how to solve the problem,” jelasnya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Pengamat Politik Hendri Satrio, ia mengaku tidak masalah jika Anies dan Sandi membentuk tim sinkronisasi, karena ada hal yang penting, yakni memenuhi janjinya pada saat kampanye.
(Berbagai sumber/R24)