Kecelakaan maut Vanessa Angel di Tol Jombang dapat menjadi otokritik kita terhadap pembangunan infrastruktur. Pembangunan hard infrastructure layaknya dibarengi dengan soft infrastructure. Lantas, seperti apa kita merekonstruksi paradigma pembangunan infrastruktur di negeri ini?
Vanesza Adzania yang lebih dikenal sebagai Vanessa Angel, menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Kecelakaan maut di Tol Jombang-Mojokerto KM 672+400A, merenggut nyawa Vanessa dan suami. Warganet banyak yang mengunggah foto insiden tersebut dengan berbagai caption.
Pemberitaan di media mainstream tak luput mengabarkan insiden ini. Sorot pemberitaan pun beragam, mulai dari menguak fakta-fakta, kronologis kejadian, bahkan mengerucut pada sopir yang dianggap penyebab kecelakaan.
Mungkinkah ada sisi lain dari pemberitaan, yang hanya berada pada wilayah samping berita, tapi dapat kita tarik menjadi sebuah penalaran universal tentang kasus ini?
Baca Juga: Tantangan Infrastruktur Jokowi yang Sesungguhnya
Iding Rosyidin, pengamat sosial sekaligus pengajar FISIP UIN Jakarta, mengatakan kejadian tragis yang menimpa pasangan Vanessa Angel dan Bibi tentu sangat memprihatinkan, banyak penilaian terhadap peristiwa tersebut. Tetapi, sebenarnya hal itu terkait dengan dua faktor, yaitu infrastruktur dan kultur.
Pertama, berkaitan dengan infrastruktur kondisi jalan tol, misalnya beton pembatas jalan yang kurang aman, seharusnya menggunakan rumput pembatas. Kedua, kultur berkaitan dengan perilaku berkendara yang aman, konsentrasi dan tidak main handphone. Jika Infrastruktur dan kultur berjalan dengan baik, maka kecelakaan dapat dihindari.
Mengamati pernyataan di atas, dapat ditarik benang merah, permasalahan berkutat pada pembangunan infrastruktur dan penanganan kultur yang buruk dalam masyarakat. Lantas, bagaimana kita maknai kedua hal tersebut ?
Pembangunan Infrastruktur Indonesia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur sebagai fondasi negara untuk maju. Karena itu, ia fokus membangun berbagai infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Jokowi setiap negara maju pasti memiliki infrastruktur yang baik.
Karena itu, pemerintah pun membangun berbagai infrastruktur yang dibutuhkan seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, bendungan, dll. Pembangunan infrastruktur, akan mempermudah masyarakat dalam beraktivitas, hal ini akan menjawab kebutuhan masyarakat.
Sebenarnya, kebutuhan masyarakat tidak sepenuhnya bisa dijawab dengan membangun infrastruktur.
Ekonom sekaligus filsuf, Amartya Sen dalam konsepnya tentang development as freedom, mengatakan harus terdapat equalitas antara pembangunan dan kebebasan. Idealnya, pembangunan menjamin hak dasar manusia, yaitu kebebasan untuk memenuhi hajat ekonomi, politik dan sosial. Dari kebebasan ini, manusia diberikan akses untuk menikmati secara maksimal hak-haknya dalam masyarakat.
Pernyataan Amartya Sen, memberikan kita gambaran bahwa harus terdapat kombinasi dalam melakukan pembangunan infrastruktur, yaitu kombinasi hard infrastructure dan soft infrastructure. Perspektif yang ditawarkannya, pembangunan infrastruktur tidak berbasis hanya pada pembangunan fisik, melainkan juga pembangunan non-fisik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia.
Pendekatan di atas, dapat menjadi pisau analisa untuk mengurai perdebatan infrastruktur pada kasus kecelakaan Vanessa Angel. Pihak pelaksana pembangunan jalan tol harus memberikan perhatian pada pendapat publik, tentang pembatas jalan, yang dirasa lebih berisiko untuk pembatas beton dibandingkan dengan pembatas rumput yang landai.
Pembangunan hard infrastructure harus dibarengi dengan soft infrastructure berupa pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan dukungan regulasi yang memadai.
Kemudian, untuk menjawab permasalahan kultur, yaitu perilaku berkendara yang tidak aman. Yustinus Suhardi Ruman dalam tulisannya, Keteraturan Sosial, Norma dan Hukum: Sebuah Penjelasan Sosiologis, menjelaskan bahwa nilai-nilai baik yang terdapat dalam masyarakat dilembagakan oleh hukum atau aturan. Asumsinya bertolak pada hukum dan aturan akan menjadi penyebab keteraturan sosial.
Baca Juga: Jokowi di Simpang Infrastruktur dan Pandemi
Harusnya, Surat Izin Mengemudi (SIM) menjadi kunci untuk menjaga perilaku berkendara yang aman. Tapi yang jadi masalah, pada praktiknya, pembuatan SIM juga dikritik karena prosesnya yang rumit. Mantan peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, mengatakan proses pembuatan SIM di Samsat dan Satpas memiliki proses yang rumit. Kemudian, dirinya juga kerap kali menemui calo atau petugas yang melakukan praktik pungutan liar. Terdapat permasalahan pada pelayanan publik, berarti terdapat permasalahan pada soft Infrastructure (infrastruktur lunak).
Dengan demikian, harapan mensimetriskan hard infrastructure dibarengi dengan soft infrastructure, masih jauh panggang daripada api. Sebagai civil society, layaknya kita mendorong pemerintah agar dapat menyelaraskan pembangunan infrastruktur ini agar dapat bersaing dengan negara-negara maju.
Lantas, bagaimana pembangunan infrastruktur di negara maju seperti Amerika Serikat (AS)?
Infrastruktur AS, Sebuah Perbandingan
Pada Awal 2021, Joe Biden, Presiden Amerika Serikat mengumumkan rencana infrastruktur senilai U$ 2 triliun, yang menurut Gedung Putih, hal ini dapat menata ulang dan membangun kembali ekonomi baru yang memposisikan AS dapat mengalahkan Tiongkok.
Biden, menyampaikan rencana perbaikan 32.000 kilometer jalan raya, 10 jembatan yang signifikan bagi ekonomi dan 10.000 jembatan ukuran menengah, menyingkirkan pipa mengandung timbal berbahaya dalam saluran air, dan secara signifikan meningkatkan jaringan listrik, internet dan sistem transportasi.
Jika kita bandingkan dengan negeri Paman Sam, kita akan melihat semacam kesamaan pada motif pembangunan infrastruktur dengan indonesia, yaitu motif ekonomi dan kompetisi.
Pembangunan infrastruktur di AS, mengedepankan perimbangan pembagunan hard infrastructure dibarengi dengan soft infrastructure. Hal ini, terlihat dari laporan-laporan yang diberitakan oleh The American Society of Civil Engineers (ASCE). Dalam merumuskan perencanaan, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perencanaan pembangunan infrastruktur yang menjadi prasyarat mutlak untuk dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur sesuai kebutuhan masyarakat, baik yang mampu disediakan maupun tidak oleh pemerintah.
Pertama, perencanaan pendanaan, dana tersebut mutlak tersedia sehingga keberadaannya menjadi prioritas utama. Dengan keterbatasan dana, maka muncul urutan prioritas dari apa yang akan dibangun, sehingga perencanaan yang matang menjadi acuan untuk menghindari kegagalan pelaksanaan pembangunan.
Kedua, kelembagaan, keberadaan lembaga pengelola yang menangani masalah perencanaan infrastruktur harus ditunjang oleh kemampuan manajemen pengelolaan. Mulai dari siapa yang merencanakan, melaksanakan, sampai pada yang memelihara hasilnya nanti.
Ketiga, kondisi sosial, masyarakatnya dapat menentukan perencanaan infrastruktur untuk wilayahnya. Masyarakat berpenghasilan tinggi akan membutuhkan infrastruktur yang berbeda dengan masyarakat berpenghasilan rendah, baik dalam kualitas maupun jenisnya.
Keempat, kemampuan teknis SDM yang tinggi dari perencanaan pembangunan infrastruktur, tidak saja akan menghasilkan kualitas pekerjaan yang baik, namun dapat pula menekan biaya pembangunan.
Kelima, kondisi fisik lingkungan akan mempengaruhi sistem perencanaan. Topografi yang datar akan lebih mudah direncanakan daripada yang terlalu curam. Selain topografi, kondisi fisik lingkungan yang mempengaruhi perencanaan infrastruktur adalah hidrologi, curah hujan, geologi tata lingkungan dan struktur tanah.
Keenam, faktor bencana alam sangat diperlukan sebagai pertimbangan dalam merancang dan membangun infrastruktur. Untuk mengurangi kerusakan akibat bencana, maka harus memperhatikan konfigurasinya (bentuk, ukuran, ketinggian, dan orientasinya), intensitas dan frekuensi ancaman bencana di suatu wilayah, standar-standar rancangan struktural dan non-struktural, pilihan bahan/material inti dan pendukung, serta kualitas konstruksinya.
Ketujuh, peran serta masyarakat. Pengembangan infrastruktur suatu kota/wilayah tidak dapat dilepaskan dari keikutsertaan masyarakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan, walaupun penentu kebijakan masih merupakan kewenangan pemerintah.
Baca Juga: Menanti Jokowi Ubah Paradigma Infrastruktur
Partisipasi masyarakat diartikan keikutsertaan, keterlibatan, dan kesamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, pelaksanaan program dan evaluasi. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan partisipasi tidak langsung dapat berupa sumbangan pemikiran, pendanaan dan material yang diperlukan.
Ketujuh faktor di atas memperlihatkan bahwa dalam pembangunan infrastruktur di AS bukan hanya menyeimbangkan hard infrastructure dengan soft infrastructure, melainkan juga, variabel-variabel lain, seperti perencanaan dana, kelembagaan, kondisi alam dan sosial, serta partisipasi masyarakat.
Terpesona oleh pembangunan infrastruktur di AS, Dahlan Iskan dalam tulisanya Cerita Tentang US Highway, menggambarkan bagaimana pembangunan jalan bebas hambatan I-70 (Interstate 70) dapat menghubungkan masyarakat AS dari tiap penjuru mata angin, pendanaan dan pengerjaan dilakukan serentak bersama rakyat, serta semua masyarakat bangga dengan infrastruktur yang merupakan hasil kerja mereka dan untuk kepentingan mereka.
Sebagai penutup, dapat kita lihat perbedaan pembangunan infrastruktur mempengaruhi banyak hal. Indonesia harus mensinergikan pembangunan hard infrastructure dengan soft infrastructure. Dengan bersinerginya kedua hal ini, itu akan mempermudah masyarakat dalam beraktivitas, hal ini akan menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia. (I76)