Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyarankan bantuan perusahaan Tiongkok untuk atasi permasalahan BPJS Kesehatan. Solusi jitu?
Pinterpolitik.com
Niat mulia memenuhi kebutuhan kesehatan melalui BPJS menemui jalan terjal. Selama beberapa waktu terakhir, badan tersebut mengalami persoalan keuangan, sehingga layanannya berada dalam tanda tanya. Berbagai cara telah ditempuh untuk menyehatkan BPJS Kesehatan. Sayangnya belum ada yang bisa mengikis defisit di tubuh mereka sepenuhnya.
Solusi kemudian datang dari Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Singapura itu mengungkapkan bahwa ada perusahaan asuransi dari Tiongkok yang menawarkan diri membantu persoalan defisit BPJS Kesahatan di Tanah Air. Nama perusahaan itu adalah Ping An Insurance.
Luhut menyoroti bagaimana perusahaan tersebut memiliki kemampuan lebih dalam bidang teknologi untuk menjalankan operasional mereka. Tak hanya itu, mereka juga dinilai memiliki pengalaman menangani banyak orang karena melayani lebih dari 400 juta orang.
Meski dianggap bisa membantu menyelesaikan masalah, wacana Luhut ini menuai kritik dari sejumlah kalangan. Banyak pihak mulai mengaitkan langkah Luhut dan pemerintah secara umum yang kerap menarik Tiongkok dalam berbagai urusan.
Lalu, bagaimana sebenarnya saran dari Luhut ini jika benar-benar terjadi? Adakah dampak khusus jika perusahaan asing ikut memberikan bantuan dalam pengelolaan jaminan kesehatan nasional seperti BPJS Kesehatan?
Membenahi Masalah
Persoalan yang mendera BPJS Kesehatan sebagai penyedia layanan kesehatan publik Indonesia memang seolah tak berkesudahan. Berbagai perkara mulai dari layanan minim hingga defisit keuangan menjadi persoalan yang mendera salah satu badan yang mengelola jaminan sosial masyarakat di Tanah Air.
Dari tahun ke tahun, defisit yang dialami BPJS Kesehatan hampir selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2016, defisit yang tercatat berada di angka Rp 6,4 triliun. Angka tersebut melonjak di tahun 2017 menjadi Rp 13,8 triliun. Pada tahun 2019, kembali terjadi peningkatan defisit hingga mencapai Rp 19,4 triliun.
Defisit tersebut menyebabkan Menteri Keuangan Sri Mulyani begitu geram karena ia sudah memprediksi bahwa defisit itu akan kembali mengalami kenaikan di tahun 2019.
Di lain pihak, Ping An Insurance adalah raksasa Tiongkok untuk penyediaan layanan asuransi. Perusahaan ini disebut-sebut merupakan perusahaan asuransi terbesar negeri tirai bambu dengan nilai kapitalisasi pasar yang mumpuni.
Masak sih soal BPJS aja minta bantuan China ?? Segitu tidak kreatifnya atau ada “udang di balik batu”. Ntar semua data2 kesehatan rakyat Indonesia ada di Beijing ?? Kayaknya ada yg pantas dapat gelar “Dubes Kehormatan Tiongkok di Indonesia” deh ??? https://t.co/aOpMs6XLt0
Tak hanya itu, Ping An juga dianggap sebagai pelopor penggunaan teknologi dalam kesehatan. Dalam keterangan Luhut, perusahaan itu menggunakan kecerdasan buatan dalam menjalankan layanannya. Selain itu, mereka juga memiliki aplikasi Ping An Healthcare and Technology yang telah menyentuh 800 juta pengguna.
Dengan kapasitas Ping An sebagai perusahaan asuransi yang cukup diakui, Luhut berharap bahwa berbagai perkara terutama yang memicu defisit bisa segera diatasi. Keunggulan teknologi perusahaan itu diharapkan mampu bisa diatasi dengan saran dari perusahaan tersebut.
Meski demikian, jika mau adil, sebenarnya masalah yang mendera BPJS Kesehatan boleh jadi tak sepenuhnya terkait dengan pemanfaatan teknologi. Secara umum, defisit yang dialami badan ini kerap dianggap sebagai ujung dari masalah dalam urusan koleksi atau pembayaran. Pada tahun 2018 misalnya, tunggakan iuran mencapai Rp 1,2 triliun.
Jika merujuk pada keterangan dari Sri Mulyani, problema yang mendera BPJS juga tidak hanya bersumber dari kolektabilitas saja. Ia menilai banyak rumah sakit nakal yang kerap melakukan penyimpangan sebagai salah satu akar dari masalah yang dialami BPJS Kesehatan.
Merujuk pada kondisi tersebut, wacana Luhut untuk membawa Ping An Insurance membantu BPJS Kesehatan boleh jadi tak sepenuhnya terkait dengan akar masalah dari badan tersebut. Oleh karena itu, wacana membawa perusahaan Tiongkok untuk mengatasi defisit BPJS menjadi sesuatu yang dapat dipertanyakan penggunaannya.
Intervensi dalam Kesehatan
Memang, sejauh ini saran dari Luhut itu masih menjadi wacana. Terlepas dari hal tersebut, wacana tersebut tetap merupakan hal yang bisa memicu kondisi khusus yang tak jarang merugikan. Apalagi, kesehatan merupakan hajat hidup orang banyak yang idealnya bisa terjamin dengan baik.
Dalam kadar tertentu, wacana pelibatan Ping An Insurance dalam upaya membenahi BPJS Kesehatan dapat dianggap sebagai intervensi dari dunia luar kepada urusan nasional negeri ini. Lagi-lagi, memang masih belum jelas batasan apa yang akan dilakukan perusahaan tersebut jika benar-benar membantu BPJS Kesehatan. Meski demikian, bukan berarti hal itu bisa mengurangi kehati-hatian para pemangku kepentingan dalam menentukan langkah terbaik.
Intervensi negara asing melalui urusan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Hal ini diungkapkan oleh Harley Feldbaum, Kelley Lee, dan Joshua Michaud dalam Global Health and Foreign Policy.
Bagi pak Menkomaritim, sepertinya setiap masalah yg dihadapi bangsa solusinya hanya satu yaitu minta "bantuan" dari China. Kereta Api cepat, listrik, Garuda, BPJS, tenaga kerja dll semua dimintakan "bantuan" dari China oleh beliau. Sdh nyerah shg semua minta ke China?
Menurut mereka, ada intervensi untuk urusan kesehatan yang dilakukan oleh suatu negara untuk memenuhi kebutuhan kebijakan luar negeri mereka. Tiongkok merupakan salah satu negara yang melakukan langkah seperti itu.
Dalam tulisan tersebut, digambarkan bagaimana intervensi dalam urusan kesehatan dapat memiliki pengaruh khusus. Mereka mengutip pernyataan seorang mantan senator AS yang menyebut bahwa negara tidak akan berperang melawan pihak yang menyelamatkan nyawa anak-anak mereka.
Sejauh ini, memang tak ada indikasi resmi bahwa Ping An memang bekerja secara langsung dengan pemerintah Tiongkok. Kepemilikan mereka pun disebut-sebut masih dipegang oleh publik dan tak dimiliki oleh pemerintah.
Meski demikian, menurut New York Times, mantan Premier Tiongkok Wen Jiabao dan kerabatnya disebut-sebut memiliki kontrol terhadap perusahaan ini. Hal tersebut dapat menjadi salah satu indikasi bahwa perusahaan ini dapat memiliki kaitan dengan tokoh-tokoh penting negara dan Partai Komunis Tiongkok.
Sektor Krusial Terancam
Merujuk pada kondisi tersebut, bukan tidak mungkin bahwa jika nanti terwujud, bantuan dari Ping An bisa menjadi bentuk intervensi Tiongkok di Indonesia. Apalagi, unsur yang akan dijalin hubungannya tergolong sektor yang krusial.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan paling mendasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Idealnya, negara bisa memberikan atau setidak-tidaknya menjamin masyarakat bisa mendapatkan akses terbaik dan termudah kepada hal tersebut. Dalam konteks tersebut, interaksi dengan Ping An bisa mengintervensi negara dalam menuntaskan tugasnya memenuhi kebutuhan publik.
Seperti disebutkan sebelumnya, suatu negara tidak akan berperang dengan negara yang menyelamatkan nyawa anak-anak mereka. Dalam konteks tersebut, intervensi dalam kesehatan bisa saja membuat Indonesia tak mau terlalu jauh untuk berseberangan dengan Tiongkok.
Yang juga tak kalah penting adalah soal data-data yang ada di sekitar BPJS Kesehatan. Memang, belum jelas sampai batas mana saran atau bantuan dari Ping An ini akan berkisar. Meski demikian, potensi terjadinya penambangan data bukanlah hal yang sama sekali mustahil, terlebih jika melihat kondisi terkini di mana data dianggap sebagai mata uang.
Data yang ada di BPJS juga tergolong tak sembarangan. Di negara seperti AS, social security number merupakan identitas yang amat pribadi. Jika Ping An nantinya memiliki akses terhadap data pengguna BPJS, maka mereka bisa mendapatkan “mata uang” yang cukup menguntungkan. Apalagi, total peserta layanan BPJS juga tergolong besar, yaitu mencapai 217 juta orang atau 81,8 persen penduduk Indonesia.
Jika melihat data yang krusial itu, sulit untuk membayangkan jika identitas pribadi milik orang Indonesia harus berada di tangan pihak luar seperti Tiongkok melalui Ping An Insurance.
Wacana untuk menerima bantuan perusahaan Tiongkok menangani masalah BPJS Kesehatan bisa saja berujung pada masalah lain. Share on XDi luar itu, meski semua yang diucapkan Luhut disebut hanya sekadar saran, hal itu sebenarnya dapat menegaskan kembali posisi Luhut dalam relasinya dengan negeri tirai bambu. Dalam kadar tertentu, Luhut dapat dianggap sebagai pembuka jalan bagi perjalinan hubungan Indonesia-Tiongkok di era Jokowi.
Sebelumnya, Luhut pernah meminta Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) Aviation Co. Ltd agar mau meringankan beban sewa pesawat milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Selain itu, ia juga menyebut bahwa investasi dari Tiongkok adalah duit yang murah.
Pada akhirnya, meski masih sebatas saran dan wacana, bantuan Ping An Insurance untuk BPJS Kesehatan tergolong merupakan langkah yang bisa dipertanyakan kegunaannya. Jika salah mengambil keputusan, maka bukan hanya akar masalah BPJS Kesehatan yang tak kelar, tetapi juga sejumlah sektor krusial bisa ikut terpapar. (H33)