Timor Leste resmi menjadi anggota ke-11 Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) setelah sempat mendapat penolakan akibat tingginya kesenjangan dan dikhawatirkan tidak mampu mengejar ketertinggalan. Lantas, bagaimana kepentingan Timor Leste terhadap ASEAN? Serta, mengapa Timor Leste akhirnya diterima menjadi anggota ASEAN?
Setelah 17 tahun memperjuangkan, Timor Leste akhirnya resmi menjadi anggota ke-11 Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada 11 November 2022, setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-40/41 di Phnom Penh, Kamboja.
Timor Leste belum menjadi anggota penuh, namun negara itu perlu diajukan pada KTT tahun depan di Jakarta untuk menjadi anggota tetap. Negara itu baru menyandang statusnya sebagai sebagai negara peninjau dan diperbolehkan untuk mengikuti berbagai pertemuan ASEAN.
Pengamat ASEAN dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Faudzan Farhana mengemukakan bahwa sebenarnya selama ini Timor Leste tidak ditolak oleh negara-negara anggota ASEAN.
Adapun persyaratan untuk menjadi anggota ASEAN antara lain kedekatan geografis, penyetujuan dari semua anggota, tunduk terhadap piagam ASEAN, serta memiliki kemampuan dan kemauan untuk memenuhi komitmen-komitmen bersama.
Dia menambahkan lambatnya penerimaan Timor Leste untuk menjadi anggota yakni lantaran terdapat kekhawatiran dari segi ekonomi dan keamanan yang mampu memicu masalah. Oleh karenanya, Timor Leste perlu mengejar ketertinggalan tidak menghambat kemajuan di kawasan ASEAN.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran Arfin Sudirman masih merasa pesimis atas ketertinggalan Timor Leste, terutama dari segi ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi.
Dia bahkan mengungkapkan bahwa negara-negara ASEAN perlu memberi banyak pembinaan dan pendampingan khusus bagi Timor Leste.
Di samping itu, dirinya juga melihat peluang kerja sama yang besar bagi Timor Leste untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara ASEAN sekaligus mitra wicara ASEAN.
Lantas, dengan segala kekurangan itu, sejauh mana ASEAN dapat menghadirkan simbiosis keuntungan tertentu dengan Timor Leste?
Tiongkok Dominasi ASEAN?
Faktor utama keuntungan Timor Leste agaknya dapat dilihat dari potensi bisnis dan kerja sama pada bidang lainnya oleh kecondongan suatu kubu, terutama Tiongkok yang sangat dekat hubungannya dengan ASEAN.
Potensi bisnis di kawasan Asia Tenggara menjadi semakin bersinar jika dilihat berdasarkan kondisi dan outlook perekonomian yang menyebut PDB dari 10 negara ASEAN di tahun 2021 telah mencapai USD 3,36 triliun. Angka itu telah menjadikan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia.
Selain itu, rivalitas antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok mendorong ASEAN untuk tidak berdiri pada titik abu-abu. Namun, posisi ASEAN saat ini agaknya berada pada pihak Tiongkok. Setidaknya, hal ini dapat dilihat dari sumber pendanaan infrastruktur yang berasal dari program belt and road initiative (BRI).
Sejalan dengan program BRI, Tiongkok juga berusaha untuk memperkuat basis kekuasaan militernya untuk mendominasi pengaruh di wilayah Asia-Pasifik sambil mendukung narasi interdependensi ekonomi.
Dengan adanya kecondongan dari segi ekonomi yang merembet kepada kepentingan politik Tiongkok, kerja sama ASEAN dan Tiongkok akan semakin menguat.
Adapun, Tiongkok juga berusaha untuk mendominasi pengaruhnya melalui mata uang. Jurnal berjudul Is China Ready to Challenge the Dollar yang ditulis oleh Melissa Murphy dan Wen Jin Yuan mengungkapkan mata uang yuan siap untuk menekan dominasi dolar AS sebagai mata uang yang sering digunakan dalam transaksi global.
Tulisan berjudul Renminbi in ASEAN Economy: How ASEAN responds to Renminbi Internationalization yang ditulis oleh peneliti ekonomi dari Universitas Indonesia menjelaskan titik awal masuknya pengaruh renminbi ke ASEAN yang dapat dilihat dari Chiang Mai Initiative (CMI) yakni perjanjian multilateral antara sepuluh negara ASEAN dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan pada tahun 2010.
Telisa mengkonklusikan bahwa renminbi telah menjadi kekuatan penting dalam mempengaruhi nilai tukar mata uang ASEAN dan memengaruhi dinamika mata uang negara-negara ASEAN secara signifikan, khususnya setelah adanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA).
Lantas, bagaimana irisan dan pengaruhnya terhadap Timor Leste?
Di Tengah Tiongkok vs Australia?
Salah satu kekhawatiran ASEAN bagi Timor Leste adalah ketidakmampuan negara itu dalam mengejar ketertinggalannya. Sehubungan dengah hal itu, program BRI agaknya mampu untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi di Timor Leste.
Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta bahkan menyampaikan ketertarikannya untuk menggandeng hubungan bilateral yang lebih erat antara Timor Leste dan Tiongkok dalam pidato pelantikannya pada 20 Mei lalu.
Dia bahkan menyebut program itu sebagai visi yang luar biasa dari Presiden Xi Jinping. Meskipun demikian, dirinya menegaskan tidak ingin berpihak kepada kubu Tiongkok maupun AS.
Selanjutnya, Ramos-Horta menyatakan Timor Leste menyambut hubungan kuat dengan semua negara terutama AS, Tiongkok, Australia, Indonesia, dan negara-negara ASEAN lainnya tanpa memihak kepada siapa pun.
Pidato Ramos-Horta kiranya sangat memperjelas keberpihakan dirinya kepada Tiongkok yang diyakini mampu membantu Timor Leste untuk mendorong perekonomian. Jika perekonomian semakin membaik, maka ketergantungan Timor Leste akan minyak bumi dapat dikurangi.
Selain itu, keberpihakan itu juga dapat digunakan sebagai senjata Timor Leste untuk membendung belenggu pengaruh Australia yang kerap disebut cukup kental di negeri Xanana Gusmao.
Kendati demikian, Ramos-Horta tetap menyatakan bahwa Australia merupakan mitra nomor satu Timor Leste yang juga berpengaruh dalam pembangunan infrastruktur negara itu.
Dia menolak menandatangani perjanjian pakta keamanan yang diminta oleh Tiongkok dan ditandatangani oleh Kepulauan Solomon sehingga menunjukkan negara itu tidak sepenuhnya berpihak dengan Tiongkok.
Australia memang memiliki sejarah yang sulit dengan Timor Leste. Namun, Australia memiliki hubungan yang baik dengan tokoh-tokoh penting di negara itu seperti Menteri Luar Negeri Adaljiza Magno serta Wakil Perdana Menteri dan pemimpin KHUNTO Armanda Berta Dos Santos.
Australia bahkan lebih menunjukkan dukungannya bagi Timor Leste untuk bergabung dengan ASEAN. Ini menunjukkan bahwa peran Australia bukan hanya mampu mendorong pembangunan infrastruktur saja, melainkan juga bantuan dalam mendukung pengajuan ekonomi dan politik Timor Leste.
Langkah ini selanjutnya diyakini mampu membendung pengaruh Tiongkok yang dapat membuat Timor Leste mampu diberdaya sebagai “negara boneka” dan berhati-hati terhadap utang negara sehingga tak berakhir seperti Kepulauan Solomon atau Sri Langka yang terjebak utang luar negeri dengan Beijing.
Fenomena tersebut menjadi suatu hal yang lumrah dalam ranah hubungan internasional sesuai dengan teori hubungan internasional yang menganggap kekuasaan sebagai faktor terpenting dalam hubungan internasional.
Pernyataan itu diungkapkan pertama kali oleh Kenneth Waltz dalam bukunya yang berjudul Theory of International Politics di mana dia membagi realisme struktural menjadi dua faksi yakni realisme ofensif dan realisme defensif.
Realisme defensif berpendapat bahwa struktur anarkis sistem internasional mendorong negara untuk mempertahankan kebijakan yang moderat dan tertutup untuk mencapai keamanan.
Realisme defensif menegaskan bahwa ekspansi agresif seperti yang dipromosikan oleh realis ofensif mengganggu kecenderungan negara untuk menyesuaikan diri dengan teori keseimbangan kekuatan, sehingga menurunkan tujuan utama negara, yang menurut mereka adalah memastikan keamanannya.
Dengan demikian, konsep realisme defensif bisa jadi merupakan strategi yang digunakan Ramos-Horta dalam mempertahankan keamanannya. Lantas, bagaimana dampak probabilitas intrik itu bagi ASEAN?
ASEAN Jadi Pusat Kekuasaan?
Layaknya sebuah roda kendaraan yang digerakkan oleh tenaga bahan bakar, ASEAN mungkin dapat digambarkan menjadi sebuah penggerak roda yang dinamakan dengan as roda (axle).
As roda umumnya berbentuk poros yang terhubung ke titik tengah atau titik inti. Titik tersebut bukan hanya terjadi pada kendaraan, namun juga revolusi ketika bulan mengitari bumi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang diciptakan dari inti sebuah bola yaitu massa bumi.
Representasi tersebut bisa jadi menginspirasi pola politik negara-negara ASEAN yang memposisikan institusi itu sebagai “pusat lingkaran” dalam politik, sebagaimana dijelaskan oleh Benedict Richard O’Gorman Anderson dalam bukunya yang berjudul Language and Power.
Oleh karena itu, strategi realisme defensif Timor Leste dalam bidang ekonomi dan politik diyakini mampu untuk mengurangi ketertinggalan negara itu dengan negara-negara ASEAN lainnya serta membuat ASEAN menjadi pusat kekuatan “negara-negara kecil”.
Di samping itu, ASEAN wajib berkenan menghadapi tantangan dalam membina Timor Leste agar mampu mengejar ketertinggalannya melalui strategi ekonomi dan politik. (Z81)