HomeHeadlineTidak Rasional PDIP Usung Megawati

Tidak Rasional PDIP Usung Megawati

PDIP disebut akan melakukan survei soal peluang Megawati Soekarnoputri maju di Pilpres 2024. Mungkinkah Megawati turun gunung menjadi capres PDIP? Apakah ini jalan tengah atas dilema memilih Ganjar Pranowo atau Puan Maharani? Lalu, apakah ini adalah keputusan yang rasional?


PinterPolitik.com

“The enemy of a good plan is the dream of a perfect plan.” — Carl von Clausewitz

Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Megawati-Puan Maju di 2024? pada 25 April 2022, telah diberikan usulan unik untuk menjawab dilema PDIP saat ini. Alih-alih terpaku pada pilihan antara Ganjar Pranowo dan Puan Maharani, mengusung Megawati Soekarnoputri dapat menjadi solusi alternatif yang mumpuni.

Mengusung Ganjar maupun Puan berpotensi menciptakan keterbelahan di tubuh PDIP. Namun, jika Megawati yang diusung, internal dan elite PDIP mestilah satu suara, satu komando. Sebagai partai yang begitu hierarkis dan menjunjung tinggi trah Soekarno, siapa yang akan membantah Megawati?

Ia adalah ketua umum partai terlama di Indonesia. Saat ini bahkan disebut sebagai salah satu sosok paling berkuasa secara politik. PDIP pasti akan melakukan total football alias serangan penuh jika Megawati benar-benar diusung.

Nah, menariknya, usulan delapan bulan yang lalu itu kini tengah menjadi perbincangan hangat. Dalam acara diskusi bertajuk Golden Tiket Capres PDIP: Mega Turun Gunung? pada 7 Januari 2023, salah satu pembicara, yakni Co-Founder Total Politik Budi Adiputro mengusulkan Megawati Soekarnoputri yang diusung PDIP di Pilpres 2024. Usulan itu untuk menjawab dilema antara memilih Ganjar dan Puan, karena berpotensi menciptakan keterbelahan di internal PDIP.

Pembicara lainnya, yakni Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan usulan itu masuk akal. “Menurut kami masuk akal. Sangat masuk akal karena tidak ada yang salah,” ungkap Eriko.

Baca juga :  Luhut ke Mana?

Sehari setelahnya, Eriko bahkan menyebut PDIP akan melakukan survei khusus untuk menanggapi usulan tersebut. Berbeda dengan survei pada umumnya yang memiliki 1.200 atau 2.200 responden, sebanyak 50 ribu responden ditargetkan dalam survei tersebut.

Lantas, mungkinkah Megawati akan menjadi capres PDIP di Pilpres 2024?

gimana kalau mega ed.

Usulan Tidak Rasional?

Pernyataan Eriko mengingatkan kita pada kutipan masyhur Otto von Bismarck, politik adalah seni kemungkinkan (politics is the art of the possible). Namun, kita perlu mengutip filsuf Nicholas Rescher untuk melengkapi kutipan tersebut. Ungkap Rescher, jawaban yang tersedia adalah berdasarkan bukti (informasi) yang kita miliki.

Dengan kata lain, mungkin saja mengatakan Megawati akan menjadi capres PDIP, namun, apakah itu “jawaban tersedia” yang diinginkan PDIP?

Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Sangat Rasional PDIP Usung Puan pada 28 Desember 2022, telah dijelaskan bahwa Megawati sadar atas situasinya yang sudah berusia lanjut. Menurut keterangan politisi senior PDIP Panda Nababan, Jusuf Kalla (JK) takjub dengan keputusan Megawati untuk tidak maju di Pilpres 2014.

Berbeda dengan ketua umum partai lain yang ingin maju meskipun partainya hanya memperoleh 5 persen suara, Megawati justru tidak maju meskipun PDIP memperoleh 18,95 persen suara di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014. Menurut Panda, Megawati sadar kondisinya sudah tua dan telah kalah berulang kali.

Pada Pilpres 2014, usia Megawati sudah menyentuh 67 tahun. Artinya, pada Pilpres 2024 nanti, usia Megawati sudah menyentuh 77 tahun. Pertanyaannya, jika usia 67 tahun saja Megawati memilih tidak maju, lalu bagaimana dengan usia 77 tahun?

Singkatnya, jika mengacu pada fenomena Pilpres 2014 lalu, usulan agar PDIP mengusung Megawati dapat dikatakan tidak rasional atau tidak masuk akal.

Baca juga :  Menguji "Otot Politik" Andika Perkasa
infografis resolusi 2023 megawati capres pdip

Hanya Doublespeak?

Di titik ini poinnya menjadi menarik. Sebagai elite PDIP, Eriko tentu mengetahui fenomena yang diceritakan Panda, lalu kenapa Eriko menyiyakan usulan Budi Adiputro?

Well, sebagai politisi senior kuat dugaan tanggapan Eriko merupakan doublespeak atau pernyataan ganda. Eric Schwartzman dalam tulisannya Why Doublespeak is Dangerous, dengan mengutip ahli bahasa William Lutz, menjelaskan bahwa politisi melakukan doublespeak untuk menghindari ketegangan terbuka.

Doublespeak juga dilakukan untuk memberikan pernyataan multitafsir agar nantinya dapat mengelak jika ternyata pernyataan tersebut berbuah persepsi negatif.

Singkatnya, Eriko menyiyakan usulan itu untuk menghindari persepsi negatif bahwa dirinya meragukan kemungkinan Megawati untuk menang di Pilpres 2024. Jika Eriko mengatakan usulan Budi tidak rasional atau tidak masuk akal, sekiranya akan ada yang menyebutnya tidak percaya pada Megawati.

Selain merupakan doublespeak, respons Eriko terhadap usulan Budi juga merupakan strategi marketing politik. Coba perhatikan, dengan Eriko mengiyakan usulan tersebut, berbagai media massa langsung menempatkan Megawati sebagai headline pemberitaannya.

Itu kemudian mendorong publik untuk mendiskusikan, “apakah Megawati masih punya kesempatan untuk bertarung di Pilpres 2024?”. Terlepas dari perdebatan itu berbuah positif atau negatif, yang jelas, nama Megawati masuk ke dalam top of mind publik sebagai salah satu kandidat.

Well, sebagai penutup, kita dapat menarik dua kesimpulan. Pertama, bertolak pada fenomena di Pilpres 2014, usulan Budi Adiputro agar PDIP mengusung Megawati dapat dikatakan tidak rasional.

Kedua, tanggapan Eriko Sotarduga sekiranya merupakan doublespeak dan merupakan upaya untuk membuat Megawati menjadi top of mind publik. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...