Pengamat politik Emrus Sihombing menyebut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto paling tepat menggantikan Tjahjo Kumolo menjadi MenPAN-RB. Lantas, mungkinkah simpulan itu berangkat dari analisis yang keliru?
Pada 27 September 1962, Rachel Carson menerbitkan buku yang mengguncang diskusi banyak pihak tentang pestisida. Buku itu berjudul Silent Spring – musim semi yang sunyi. Carson mendokumentasikan kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida secara sembarangan.
Musim semi di Amerika Serikat (AS) telah berubah, tulis Carson. Dulunya, musim semi penuh warna dan keindahan. Ada nyanyian burung yang bersahut-sahutan. Namun kini, pagi hari di musim semi telah sunyi. Burung-burung telah mati. Pohon tempat mereka memadu suara disemprot pestisida selama bertahun-tahun.
Kesunyian yang digambarkan Carson tengah dirasakan PDIP saat ini. Sama dengan banyak warga Amerika yang merindukan kicauan burung di musim semi, PDIP merindukan kehadiran dan suara Tjahjo Kumolo. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) itu telah berpulang. Ia kembali ke pangkuan yang kekal.
Di tengah kesunyian itu, Carson dan PDIP didera berbagai keributan. Jika Carson mendapatkan berbagai serangan dari industri pestisida, PDIP diributkan dengan kandidat pengganti Tjahjo di kabinet. “Siapa yang akan menjadi MenPAN-RB baru?”, tanya banyak pihak.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang ada, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyebut partai banteng memiliki banyak kader untuk mengisi pos MenPAN-RB.
Setidaknya ada empat nama yang muncul, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dan Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah.
Dari berbagai tanggapan yang ada, pengamat politik Emrus Sihombing memunculkan nama spesifik. “Menurut hemat saya, Hasto Kristiyanto orang yang paling tepat di posisi MenPAN-RB menggantikan posisi Tjahjo Kumolo yang telah meninggalkan kita,” ungkapnya pada 3 Juli 2022.
Menurut Emrus, sama dengan Tjahjo, Hasto juga merupakan sosok administratur dan penggerak ulung berjalannya roda organisasi.
Lantas, tepatkah pernyataan Emrus bahwa Hasto akan menggantikan Tjahjo sebagai MenPAN-RB?
Kursinya PDIP
Sebelum menjawab pertanyaan itu, menarik kiranya membahas isu yang mengitari pos MenPAN-RB. Menariknya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang ditunjuk menjadi MenPAN-RB Ad Interim diisukan sebagai pengganti Tjahjo.
“Bahkan, isunya kan katanya ada Pak Tito yang mau ngisi Pan-RB. Kader PDIP yang baru akan mengisi posisi Mendagri,” ungkap pendiri lembaga survei KedaiKOPI Hendri Satrio pada 5 Juli 2022.
Bagi yang mengikuti isu rotasi kabinet, tentu sangat mengingat, ini bukan pertama kalinya pos Mendagri dikaitkan dengan PDIP. Sebelumnya ada isu tukar guling antara Tjahjo dan Tito. Bahkan, ada pula isu Risma yang menjadi Mendagri.
Namun, seperti yang telah dijabarkan dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Kunci Wamendagri, Megawati Khawatirkan Tito?, mudah membantah isu itu. Posisi Tito terlalu kuat untuk digeser PDIP. Saking kuatnya, PDIP bahkan menerima win-win solution dengan menerima pos Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri).
Pada perombakan kabinet kemarin, politisi PDIP John Wempi Wetipo digeser dari Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Wamen PUPR) menjadi Wamendagri.
Tentu pertanyaannya sederhana. Jika kalkulasi politik menunjukkan pos Mendagri sulit didapatkan PDIP, kenapa isu ini muncul kembali?
Syed Mohsin Raja dalam tulisannya Digital Hypochondria, Fake News and Trial Balloons in Political Communications in India, dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan itu. Menurut Raja, komunikasi politik melalui media digital oleh Barack Obama dan Donald Trump telah memberikan efek yang besar terhadap habituasi komunikasi politik di berbagai belahan dunia.
Dalam penelitiannya, Raja menunjukkan, kesenjangan pengetahuan pengguna media digital membuat masyarakat tidak mengetahui mana yang merupakan berita yang tepat, berita palsu, atau hanya sekadar informasi trial balloons alias cek ombak.
Artinya apa? Mengacu pada temuan Raja, tampaknya masyarakat tengah dibuat percaya bahwa PDIP masih berniat mengincar kursi Tito. Padahal, seperti yang telah diulas, status Tito sebagai orang kepercayaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuatnya tidak tergeserkan.
Konteks itu kemudian membuat pernyataan politisi PDIP Masinton Pasaribu menarik untuk disimak. “Ya itu kan asumsi-asumsi saja, prediksi saja,” ungkapnya pada 5 Juli 2022 ketika menanggapi isu Tito jadi MenPAN-RB.
Sekjen PDIP > MenPAN-RB?
Setelah membahas, atau mungkin tepatnya membantah isu Tito akan menjadi MenPAN-RB, sekarang kita akan membedah, apakah mungkin Hasto Kristiyanto akan menjadi MenPAN-RB baru?
Di atas kertas, jawabannya tentu mungkin-mungkin saja. Seperti pernyataan Emrus Sihombing, rekam jejak Hasto sangat tepat untuk mengisi pos itu. Namun, karena ini adalah arena politik realis, kalkulasi politik normatif bukan jadi variabel utama.
Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Mudah Membaca Logika Kekuasaan Jokowi, telah dijelaskan bahwa analisis politik terbagi dua, yakni politik normatif dan politik realis.
Politik normatif adalah bayangan ideal tentang bagaimana seharusnya politik bekerja. Sementara politik realis adalah bagaimana realitas politik bekerja di lapangan.
Dalam kacamata politik realis, pilihan kursi menteri dari partai politik kerap kali berdasarkan seberapa besar kursi itu menghadirkan keuntungan politik, baik materi maupun non-materi. Ini membuat partai besar atau pihak yang berperan besar dalam kemenangan akan mendapatkan pos-pos kunci.
Kenapa kursi Mendagri kerap dikaitkan dengan PDIP, misalnya, itu karena Kemendagri bertugas untuk menunjuk penjabat (PJ) Kepala Daerah. Sebagai win-win solution, karena sulitnya menggeser Tito, PDIP akhirnya menerima pos Wamendagri.
Nah, untuk menjawab apakah Hasto akan meninggalkan kursi Sekjen PDIP untuk menjadi MenPAN-RB, kuncinya pada apakah kursi MenPAN-RB lebih menguntungkan daripada kursi Sekjen PDIP. Pada kasus Tjahjo yang melepas kursi Sekjen PDIP pada Oktober 2014, itu karena ia ditunjuk sebagai Mendagri.
Sementara MenPAN-RB, peristiwa semacam itu sulit untuk dibayangkan. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PinterPolitik, ada dua alasan yang membuat kursi MenPAN-RB kurang menarik secara politik.
Pertama, Kementerian PAN-RB bukan termasuk kementerian basah. Kedua, kementerian ini dinilai tidak memiliki pengaruh politik yang besar.
Dua alasan itu yang tampaknya membuat Hasto dengan tegas memberikan bantahan terbuka. “Tugas membantu Bu Mega dan Pak Jokowi sebagai sekjen partai tidak ringan, memerlukan konsentrasi tinggi dan totalitas,” ungkapnya pada 5 Juli 2022.
Singkatnya, dalam kalkulasi politik realis, menjadi Sekjen PDIP memberikan Hasto pengaruh dan wibawa politik yang lebih besar daripada menjadi MenPAN-RB. Selain itu, dengan semakin dekatnya Pemilu 2024, tentu tidak baik bagi PDIP untuk merombak Sekjen-nya saat ini. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa Hasto lebih dibutuhkan PDIP sebagai Sekjen daripada sebagai MenPAN-RB.
Well, sebagai penutup, ada dua hal yang dapat dimaknai dari isu siapa MenPAN-RB baru. Pertama, masih terdapat pihak yang membuat narasi bahwa PDIP masih mengincar kursi Tito. Kedua, pandangan Emrus Sihombing yang menyebut Hasto akan menjadi MenPAN-RB tampaknya bertolak dari kalkulasi yang keliru.
Seperti yang disebutkan Djarot Saiful Hidayat dan Hendri Satrio, PDIP memiliki banyak stok kader untuk ditunjuk menjadi MenPAN-RB. Kita lihat saja pengumuman dalam waktu dekat dari Presiden Jokowi. (R53)