Ternyata, ada tim bawah tanah yang siap bermanuver untuk memenangkan kandidat-kandidat di Pilpres 2019.
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]iapa bilang Pilpres 2019 hanya akan melibatkan pasangan kandidat Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno beserta tim sukses masing-masing. Nyatanya, tarung Pilpres kali ini berpotensi akan lebih menarik karena ada tim yang bekerja senyap tanpa struktur.
Majalah Tempo edisi 29 Oktober-4 November 2018 menjuluki tim yang bekerja tanpa struktur itu sebagai tim bayangan. Tim ini disebut-sebut bekerja secara bawah tanah untuk memenangkan masing-masing kandidat yang mereka dukung.
Meski dianggap sebagai tim bawah tanah, pengisi tim bayangan ini tidak dapat dianggap sebagai tokoh sembarangan. Tokoh-tokoh dengan latar belakang politisi, bekas pejabat, hingga purnawirawan jenderal siap beradu strategi demi memenangkan capres junjungan mereka masing-masing.
Sebagai tim bawah tanah, setiap tim yang berada di masing-masing kubu tentu diberi tugas khusus untuk membantu pemenangan capres yang didukung. Strategi-strategi ampuh tentu disiapkan agar kandidat yang diusung tidak menanggung malu di akhir waktu penghitungan suara. Lalu, seperti apa kira-kira kiprah tim bayangan ini di pesta demokrasi 2019?
Bawah Tanah
Tim yang bergerak senyap tanpa struktur di Pilpres nanti banyak ragamnya. Baik Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandiaga memiliki tim-tim tersendiri yang terlepas dari struktur tim pemenangan. Karena sifatnya yang non-struktural, kelompok-kelompok ini tergolong terpencar-pencar.
Gerak tim bayangan milik Jokowi banyak diinisiasi oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Tim-tim ini memiliki tugas-tugas khusus dan dikoordinasikan oleh figur-figur yang tergolong mentereng. Sosok seperti mantan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memiliki peran sentral dalam tim-tim bayangan kubu Jokowi.
Luhut misalnya menginisiasi tim Bravo 5 yang terdiri dari purnawirawan jenderal. Menurut laporan John McBeth, di tim itu ada 21 orang eks jenderal dan 50 orang sipil berpengaruh. Tim ini sendiri diketuai oleh Fachrul Razi yang pernah menjadi Wakil Panglima TNI. Tugas tim ini adalah menggalang suara khususnya di Jawa Barat dan Sumatera Barat.
Pagi ini, 27/10/18, jam 09.30, saya menghadiri kopdar pertama relawan RDPS kota Bogor yg difasilitasi oleh Sdr Lukman Malanuang. Dari 130an peserta yg hadir tidak ada yg mau jadi sekedar simpatisan. Semuanya bersedia menjadi minimal Koord TPS. Mereka siap merekrut 50 ribu org✌️ pic.twitter.com/TNSJCQN2Dz
— Pius Lustrilanang (@Lustrilanang) October 27, 2018
Tak hanya tim Bravo, Luhut juga menginisiasi tim Cakra 19. Tim ini memiliki tugas untuk memastikan Jokowi menang dengan persentase sekurang-kurangnya 55 persen. Di tim ini, sosok Andi Widjajanto didapuk menjadi ketua.
Andi tidak hanya bergerak di tim Cakra 19. Ia juga menginisiasi tim awan yang bermarkas di Menteng, Jakarta Pusat. Tugas dari tim ini adalah serangan udara seperti memantau dan berkampanye di media sosial.
Di sisi seberang, Prabowo juga memiliki tim yang siap bekerja di bawah tanah. Meski tidak seterbuka tim-tim yang ada di kubu Jokowi, tim bayangan Prabowo juga siap untuk bekerja keras demi pemenangan mantan Danjen Kopassus tersebut. Umumnya, tim bawah tanah Prabowo diisi oleh mantan relawan atau mantan pejabat di era Jokowi.
Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono misalnya mengonfirmasi adanya tim Alpha yang melakukan penelusuran terkait masalah impor pangan era Jokowi. Tim ini memang bekerja untuk mendukung data berbagai isu di tim Prabowo. Ia menyebut mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli sebagai salah satu anggota tim tersebut. Rizal sendiri membantah menjadi anggota tim tersebut meski tak menolak jika dimintai bantuan.
Prabowo juga memiliki tim-tim lain dengan tugas khusus. Ada Roemah Djoeang yang diinisiasi oleh Pius Lustrilanang, bertugas untuk bergerak dari pintu ke pintu. Ada pula Indonesia Muda yang bertugas untuk meningkatkan popularitas Sandiaga. Di media sosial, ada tim Pride yang bekerja membuat konten dan memetakan akun media sosial yang berpotensi menyerang Prabowo-Sandiaga.
Kampanye Bayangan Tim Bayangan
Tim bayangan, atau dalam kadar tertentu dapat disebut sebagai outside group, sebenarnya bukanlah hal baru. Pada kampanye presiden di era modern, tim kampanye presiden tidak terdiri dari satu organisasi yang bersifat tunggal.
Salah satu fenomena dari menjamurnya outside group ini adalah munculnya political action committee (PAC) dan juga superPAC. Memang, tidak semua tim bayangan dapat dikategorikan ke dalam PAC atau superPAC. Akan tetapi, terlihat bahwa memang ada tren di mana organisasi tim pemenangan tidak lagi bersifat tunggal.
Dalam kadar tertentu, tim bayangan dalam politik Indonesia dapat dikatakan melakukan kampanye bayangan atau shadow campaign. Menurut Ian Vandewalker dari Brennan Center, ada beberapa hal yang dapat menjadi tanda dari suatu shadow campaign. Shadow campaign ini hanya perlu memenuhi setidaknya satu dari tanda-tanda tersebut.
Edisi Tempo tentang tim bayang bayang alias tim sukses bawah tanah dari kedua capres. Lebih seru pertempuran disini, daripada team resmi.
— Iman Brotoseno (@imanbr) October 29, 2018
Tanda-tanda tersebut di antaranya adalah ada penggalangan dana atau fundraising untuk kandidat, ada persetujuan dari kandidat, diisi oleh mantan staf berkedudukan tinggi dari sang kandidat, dibentuk oleh orang dekat kandidat, dan juga memakai jasa kelompok yang sama dalam berkampanye.
Jika diperhatikan, syarat-syarat yang disebut Vandewalker ini terlihat pada masing-masing kubu. Dari segi inisiator misalnya, terlihat bahwa ada tangan orang kepercayaan atau staf berkedudukan tinggi yang memotori pendirian tim-tim bayangan tersebut.
Tim Bravo dan Charlie di Jokowi misalnya, diinisiasi oleh Luhut yang dikenal dekat dengan Jokowi. Ada pula sosok Andi Widjajanto yang pernah menjadi sosok penting di tim pemenangan Jokowi dan juga menjadi anggota kabinetnya. Sementara itu, di tim Prabowo, ada sosok Pius yang dekat dengan Prabowo melalui Partai Gerindra.
Merujuk pada kondisi-kondisi tersebut, terlihat bahwa baik tim bayangan Jokowi maupun Prabowo memiliki kemampuan untuk melakukan shadow campaign. Mereka sudah memenuhi setidaknya satu dari beberapa tanda yang diungkapkan oleh Vandewalker.
Mendapat Dana Gelap?
Di satu sisi, kerja para outside group ini memang sangat penting untuk menunjang langkah tim pemenangan utama. Berbagai keahlian dan tugas khusus yang mereka miliki bisa menjadi pelengkap mumpuni bagi langkah kandidat yang didukung menuju kursi RI-1. Akan tetapi, di sisi yang lain, tim ini juga bisa memberikan keuntungan lain dalam pemenangan kandidat.
Hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang mengatur gerak-gerik dari tim bawah tanah ini. Baik UU atau peraturan KPU, belum ada yang membahas bagaimana batasan dari kelompok yang dapat dianggap sebagai outside group ini.
Berdasarkan kondisi tersebut, tim bayangan boleh jadi memiliki ruang gerak yang lebih leluasa ketimbang tim pemenangan struktural. Ada lebih banyak aktivitas yang bisa dilakukan kelompok ini saat berkampanye ketimbang tim sukses resmi. Salah satu yang paling penting adalah soal pendanaan.
Peran outside group atau tim bayangan dalam mendapatkan dana melimpah tidak bisa dianggap remeh. Di AS, merujuk pada laporan Vandewalker, tim ini bahkan bisa mendapatkan aliran dana yang lebih besar ketimbang tim sukses utama.
Dalam catatan Vandewalker, pada tahun 2015, dari total 21 kandidat presiden di AS, tim kampanye resmi berhasil menggalang dana sebesar 129 miliar dolar AS. Sementara itu, outside group berhasil meraup angka lebih dari dua kali lipat yaitu 283 miliar dolar AS.
Menurut Vandewalker, di antara dana yang didapatkan outside group ini dapat dikategorikan sebagai dark money atau dana gelap. Mereka tidak perlu mengumumkan sumber dana gelap ini atau pun mengumumkan keuntungannya.
Seru juga nih tarung tim bayangan capres Share on XBerdasarkan kondisi tersebut, maraknya tim bayangan dalam langkah pemenangan masing-masing kubu boleh jadi tidak terkait dengan hal-hal yang bersifat strategis saja. Perkara dana boleh jadi menjadi alasan lain mengapa masing-masing kubu tampak membiarkan tim yang terpencar dari struktur pemenangan tersebut.
Secara peraturan, capres dan cawapres wajib melaporkan besaran dana kampanye yang mereka gunakan. Meski demikian, ada celah di mana pelaporan tersebut tidak melibatkan tim bayangan yang berada di luar struktur tim sukses.
Merujuk pada hal itu, serupa dengan praktik di AS, tim-tim ini bisa meraup dana dari pendonor manapun. Para taipan yang ingin mendukung capres kini tahu ke mana uang mereka harus berlabuh. Fungsi fundraising atau penggalangan dana yang secara tradisional dipegang oleh tim sukses resmi kemudian perlahan beralih ke tim bayangan. Dengan begitu, logistik Pemilu dapat lebih mudah dipenuhi karena limpahan dana dapat membantu kandidat untuk mengalahkan lawannya.
Pada titik itu, keberadaan tim bayangan boleh jadi menjadi hal yang krusial bagi masing-masing kubu. Bisa saja pertarungan di level ini lebih berdarah-darah ketimbang di tingkat tim resmi. Jika sudah begini, tim bayangan mana yang lebih sukses bermanuver? Kita lihat saja nanti. (H33)