Site icon PinterPolitik.com

Taliban Berkuasa, Tanda AS Terpuruk?

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno meminta para pembuat game lokal untuk menjadikan tempat wisata andalan Indonesia sebagai latar cerita dalam game. Apakah ini merupakan angin segar bagi industri tersebut?


PinterPolitik.com

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mendorong para pengembang game lokal untuk terus berinovasi sehingga mampu meningkatkan kualitas industri game lokal. Hal ini dinilai juga bisa mendukung upaya untuk mempromosikan budaya dan pariwisata Tanah Air karena mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini menginginkan ada latar lokasi destinasi pariwisata Indonesia di dalam games tersebut.

Pernyataan yang disampaikannya dalam Baparekraf Prime Award 2021 ini juga tidak lepas dari potensi industri game online yang saat ini terus memperlihatkan kemajuan. Menurut data dari Newzoo pada periode 2016-2019, tercatat bahwa pendapatan industri ini di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan.

Bahkan, pada tahun 2019, Indonesia mampu meraup pendapatan sebesar 1,08miliar dolar AS atau sekitar Rp15 triliun dari industri game dan e-sports. Data ini sekaligus menempatkan Indonesia pada posisi-17 di dunia perihal pasar industri game.

Meski demikian, dalam hal ini industri game lokal belum mampu menguasai pangsa pasar. Menurut Direktur Digital Business PT Telkom, Faizal Djoemadi, industri games lokal hanya mampu meraup dana senilai 1 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp14 miliar (1 dolar = Rp14 ribu) – berbeda jauh dengan industri games asing atau global yang memiliki pendapatan kotor senilai 120 juta dolar AS.

Baca Juga: Sandiaga, the King of Blusukan?

Sementara itu, menurut CEO Arsanesia Adam Ardisasmita, market share spending yang bisa dinikmati oleh developer asal Indonesia kurang dari 1 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa industri game lokal masih jauh tertinggal sehingga sulit mengimbangi perkembangan industri game lokal milik asing.

Faktor kesulitan dalam bersaing dengan game online bisa terlihat dari maraknya para penikmat game online yang tertarik untuk memainkan game yang diproduksi oleh asing seperti misalnya PUBG dan Mobile Legend. Berdasarkan data dari lembaga riset aplikasi Sensor Tower, tercatat bahwa PUBG Mobile menempati posisi pertama sebagai game seluler dengan pendapatan global terbesar. Sementara, Indonesia menjadi negara yang menempati urutan kedua sebagai pengguna aplikasi game online PUBG Mobile pada tahun 2019.

Selain itu, pada Oktober 2020, aplikasi game Mobile Legend juga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini terlihat dari hasil unduhan aplikasi ini yang mencapai 1 miliar dan menurut Sensor Towersekitar 75 persennya berasal dari Asia. Perbandingannya cukup signifikan karena menurut buku Peta Ekosistem Industri Game Indonesia, produk domestik dinilai hanya menguasai 0,4 persen pasar dalam negeri saja.

Lantas apakah mampu game online lokal bisa menjadi alat promosi budaya yang kuat seperti apa yang Sandiaga minta? Apa sebenarnya manfaat sosio-politik yang dimiliki oleh game?

Game Online sebagai New Media?

Penggunaan game online sebagai alat untuk mempromosikan budaya dan pariwisata sebenarnya sudah dilakukan oleh negara-negara lain –  seperti di Jepang yang sudah sejak lama mengoptimalkan aplikasi game untuk mempromosikan nilai-nilai dan budaya negara tersebut. Dalam buku berjudul Japanese Culture Through Videogames karya Rachael Hutchinson, upaya mempromosikan budaya dan nilai-nilai tersebut bisa berkembang karena pemerintahannya mampu mengembangkan industri lokal untuk game online seperti Nintendo, Square Enix, Konami, Sega, Namco Bandai dan Capcom.

Baca Juga: Gelombang Tempe ala Sandiaga Uno?

Kondisi ini sekaligus membuka mata bahwa potensi pasar game tidak hanya terbatas sebagai lahan untuk mendulang uang namun bisa sebagai alat untuk mempromosikan budaya dan destinasi wisata. Maka, berbagai macam kebudayaan Jepang yang meliputi tiga jenis yaitu arsitektur bangunan, kesenian populer seperti manga dan anime serta nilai-nilai yang menjadi acuan bagi masyarakat Jepang bisa tersalurkan melalui eksistensi video game.

Selain itu, perkembangan video game di Jepang juga tidak hanya dimanfaatkan untuk memperlihatkan kebudayaan Jepang, tetapi juga berkembang sebagai wadah untuk menyalurkan opini terkait isu-isu politik dan sosial yang terjadi. Bahkan, di era modern seperti saat ini, peran video game semakin diperhitungkan untuk memperlihatkan nilai-nilai perilaku dan kebudayaan Jepang.

Hutchinson juga menjelaskan bahwa berbagai jenis video game Jepang ternyata memiliki makna yang berbeda-beda – misalnya game bertema perang yang memberikan pesan tentang sejarah perang negara Jepang yang diperjuangkan oleh tentara yang baik. Selain itu, ada juga video game asal Jepang yang mengombinasikan antara perang era terdahulu dengan perang modern yang intinya ingin memberikan sebuah pesan bahwa Jepang adalah negara yang solid dalam segi apapun sehingga mampu mempertahankan diri dari perang.

Jika melihat fakta yang ada di Jepang, ternyata video game tidak lagi dipandang hanya sebagai permainan. Salah satu wujud kemajuan teknologi ini bisa menjadi media untuk melakukan promosi budaya suatu negara. Media untuk menyebarluaskan sebuah informasi ternyata tidak lagi hanya mengacu pada media massa yang sudah dilengkapi dengan regulasi.

Menurut Lievrouw dan Livingstone di dalam tulisan berjudul Journalism as Social Networking: The Australian youdecide project and the 2007 Federal Election karya Terry Flew dan Jason Wilson, dijelaskan bahwa kemajuan teknologi telah mengubah ‘wajah’ jurnalistik. Terdapat tiga elemen yang dinilai berpengaruh terhadap perubahan jurnalistik menuju tahapan yang disebut sebagai ‘new media’, yakni (1) mampu mendukung alur komunikasi, (2) pengoperasian teknologi sebagai alat untuk komunikasi, hingga (3) pendirian sebuah kelompok atau institusi yang mewadahi dan mengoperasikan infrastruktur teknologi tersebut.

Sementara itu, John McQuail dalam bukunya yang berjudul McQuail’s Mass Communication Theory Edisi ke-6 menjelaskan bahwa new media merupakan sebuah lembaga komunikasi yang cenderung bebas karena tidak diatur dengan adanya regulasi yang mengikat. Hal ini berbeda dengan media massa atau media digital lain yang notabene sudah terikat dengan adanya regulasi.

Baca Juga: Project Ashiap ala Sandiaga Uno

Faktor kebebasan inilah yang dilihat sebagai peluang bagi generasi milenial untuk berkarya melalui game online. Bukan tidak mungkin, game online dapat menjadi salah satu unsur kebudayaan yang penting di era modern ini.

Lantas, bagaimana dengan dampak dan progress dari industri game di Indonesia sendiri? Apa game memiliki arti penting bagi masyarakat seperti di Jepang?

Angin Segar?

Sebenarnya beberapa anak muda yang tergolong generasi milenial di Tanah Air sudah memperlihatkan kemampuannya di dalam bidang teknologi dan informasi. Melansir dari situs kabargames.id, terdapat tujuh developer game online asal Indonesia yang telah mengharumkan nama bangsa karena popularitasnya sudah dikenal di dunia, yakni Agate Studio, Digital Happiness, Touchten Games, Toge Production, Solite Studio, Night Spade, dan Kidalang.

Tidak hanya itu, para developer ini juga mayoritas didominasi oleh sumber daya manusia yang tergolong berusia muda. Hal ini memperlihatkan bahwa generasi muda asal Indonesia memiliki kualitas yang mumpuni khususnya di bidang teknologi dan informasi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa generasi milenial khususnya di Indonesia sangat lekat dengan teknologi digital. Potensi ini tampaknya disambut baik oleh Menparekraf Sandiaga. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini bahkan pernah mengatakan bahwa peran generasi milenial penting dalam menyosialisasikan program pemerintah di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. 

Maka, tidak heran jika Sandiaga mendorong developer atau pengembang game online lokal yang didominasi generasi milenial untuk turut mempromosikan budaya dan pariwisata Indonesia. Keinginan ini bisa terealisasi jika ada keseriusan untuk memberdayakan industri game online lokal serta generasi muda yang mengembangkannya – mengingat potensi game online cukup besar bahkan bisa saja menjadi sebuah ‘media baru’.

Namun, mungkin, masyarakat Indonesia saat ini belum benar-benar mengeksplor dan menyambut arti penting sebuah game seperti masyarakat Jepang. Tantangan inilah yang bisa jadi juga membayangi para developer kita. Siapa tahu suatu saat nanti muncul developer game dengan karya yang luar biasa baik? (G69)

Baca Juga: Saatnya Sandiaga Bangkitkan Film Indonesia


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version