Site icon PinterPolitik.com

Syarat Menteri Ikut Pilkada

Syarat Menteri Ikut Pilkada

(doc: ksp.go.id)

Apakah Jokowi berhak melarang Menteri-nya maju dalam Pilkada?


PinterPolitik.com

[dropcap]S[/dropcap]oal keterlibatan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam Pilgub Jawa Timur, menimbulkan pro kontra. Ada yang mengatakan bahwa ia harus mundur dari jabatan sebagai Mensos. Ada juga yang mengatakan kalau ia tak perlu mundur, cukup ambil cuti aja.

Sementara itu, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan malah mengatakan bahwa mundur atau tidaknya Khofifah dari posisi Menteri tergantung dari Pakde Joko. Sebab tidak ada peraturan yang mewajibkan Menteri harus mundur dari jabatannya atau cuti jika maju sebagai calon kepala daerah. Kira-kira mana yang benar ya?

“Kalau menurut peraturan perundang-undangan kan tidak ada aturan cuti. Ya itu terserah Presiden. Kalau Gubernur, Bupati incumbent harus cuti. Kalau DPR harus mundur, kalau eksekutif tidak ada syaratnya. Terserah kepada mereka,” ujar Zulkifli saat ditemui di Gedung DPR (29/11).

Ow, ternyata pernyataan Pak Zulkifli merujuk dari UU Pilkada yang diturunkan ke dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa, Menteri tidak termasuk jabatan publik yang harus mundur. Mereka yang harus mundur adalah anggota DPR, DPD, DPRD, TNI, Polri, PNS, lurah atau kepala desa, jabatan BUMN, BUMD, anggota KPU RI, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Anggota Bawaslu RI/Provinsi, dan Panwaslu Kab/Kota.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menjelaskan bahwa jabatan Menteri tidak ada keharusan untuk mundur jika mencalonkan diri dalam Pilkada. Alasannya karena Menteri tidak dipilih melalui Pemilu.

“Menteri tidak dipilih melalui Pemilu. Juga sewaktu-sewaktu dapat di-reshuffle (diubah) oleh Presiden. Beda dengan DPR/DPRD, DPD, atau kepala daerah yang dipilih melalui pemilu untuk menjabat selama 5 tahun,” jelas Pramono (25/11).

Secara logika, UU Pilkada bisa dikatakan udah offside. Kebijakannya tampak berat sebelah. Orang bisa aja menganggap bahwa Menteri yang juga termasuk jabatan publik seperti mendapat ‘keistimewaan’ dibanding jabatan lainnya. Atau saya yang keliru?

Tapi kalau dari segi hukum itu onside. Karena jabatan Menteri tidak dipilih melalui jalur pemilu. Menteri dipilih oleh Presiden dan sewaktu-waktu bisa dilengserkan Presiden. Maka, nasib seorang menteri berada di tangan Presiden. Semoga kali ini, saya nggak keliru lagi. (K-32)

Exit mobile version