Politisi NasDem Zulfan Lindan menyebut Surya Paloh berpesan ke Prabowo Subianto untuk mengingat usia dan memberikan kesempatan kepada yang muda di Pilpres 2024. Jika pesan itu benar, apakah Surya Paloh takut dengan Prabowo?
Partai NasDem dapat dikatakan sebagai partai yang paling aktif melakukan manuver politik. Satu yang paling menarik adalah Rakernas partai yang melahirkan tiga rekomendasi kandidat. Mereka adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Panglima TNI Andika Perkasa.
Rekomendasi itu terbilang menarik karena partai lain masih belum berani mengerucutkan nama. Bahkan PDIP yang memenuhi presidential threshold (preshold) saja belum mengumumkan nama spesifik, kendati desas-desus menyebut nama Puan Maharani.
Selain soal sudah berani memunculkan nama, ada satu lagi pertanyaan yang mencuat. Kenapa nama Prabowo Subianto tidak muncul di Rakernas NasDem?
Sama dengan Ganjar dan Anies, Prabowo juga memiliki elektabilitas yang tinggi. Sementara Andika, namanya terbilang kejutan karena baru masuk radar setelah dilantik sebagai Panglima TNI.
Melihat habituasi Surya Paloh sejak Pilpres 2014 yang selalu mengusung kandidat potensial, kenapa Paloh justru berjudi dengan tiga nama tersebut? Anies dan Andika tidak memiliki partai politik. Sementara Ganjar, intriknya dengan PDIP membuatnya sulit untuk maju.
Jika mengusung Prabowo, duet NasDem dan Gerindra sudah memenuhi preshold 20 persen. Gerindra memperoleh 12,57 persen, sedangkan NasDem 9,05 persen.
Selain itu, seperti yang dibahas dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Habib Luthfi Jadi Cawapres Prabowo?, Ketua Umum Partai Gerindra itu adalah kandidat dengan modal politik (political capital) paling lengkap saat ini. Dapat dikatakan, jika menghitung di atas kertas, Pilpres 2024 mungkin adalah milik Prabowo.
Jika demikian keadaannya, lantas mengapa nama Prabowo tidak muncul di Rakernas NasDem? Kenapa Surya Paloh tidak melamar Prabowo dari jauh-jauh hari seperti melamar Joko Widodo (Jokowi) di dua gelaran pilpres sebelumnya?
Surya Paloh si Penarik Tali?
Pernyataan politisi NasDem Zulfan Lindan di acara Total Politik banyak dijadikan sebagai jawaban. Menurut Zulfan, ketika bertemu di NasDem Tower, Surya Paloh berpesan ke Prabowo untuk mengingat usia yang sudah tua dan memberikan kesempatan kepada yang muda.
Lanjut Zulfan, pesan itu tertangkap oleh kader-kader NasDem sehingga tidak ada yang mengusung nama Prabowo di Rakernas.
Menariknya, Juru Bicara Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak membantah adanya pesan itu. Bahkan menurut Dahnil, pernyataan Zulfan itu adalah suatu kebohongan dan sangat tidak elok karena merusak silaturahmi yang dibangun.
Well, terlepas dari pernyataan Zulfan Lindan itu benar atau tidak, yang jelas, faktanya memang tidak ada nama Prabowo di Rakernas NasDem.
Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Apakah Surya Paloh Jadi Capres?, telah dijelaskan bahwa Surya Paloh merupakan politisi pemikir tipe pemain catur. Tipe politisi ini memiliki kemampuan prediksi yang baik, sehingga dapat menentukan mana bidak yang dapat dijalankan atau tidak.
Yang menarik adalah, tipe politisi pemain catur memiliki tendensi psikologis untuk mengatur, bukan diatur. Mereka kerap membayangkan dirinya sebagai Kaisar Romawi.
Jika benar Surya Paloh adalah politisi jenis ini, maka ada satu kemungkinan yang dapat dibayangkan di balik nihilnya nama Prabowo di Rakernas NasDem.
Ini sepertinya bukan soal usia seperti yang disebutkan Zulfan Lindan, melainkan soal keinginan Surya Paloh untuk menjadi king maker di 2024. Jika membandingkan dengan ketua umum parpol lainnya, Paloh menang menarik. Jika yang lain berbondong-bondong ingin maju sebagai capres atau cawapres, Paloh justru konsisten berada di belakang layar.
Mengutip tulisan Dennis R. Young yang berjudul Puppet Leadership: An Essay in Honor of Gabor Hegyesi, Surya Paloh sepertinya bertindak sebagai string-pullers atau penarik tali, yakni pihak yang memiliki kontrol atau pengaruh terhadap keputusan pejabat pemerintahan.
Mungkin dalam benak Surya Paloh, “Jika tetap dapat berpengaruh, untuk apa menjadi presiden atau wakil presiden.”
Lantas, apa hubungannya antara keinginan Surya Paloh untuk menjadi king maker dengan nihilnya nama Prabowo di Rakernas NasDem?
Prabowo si Alpha
Jawabannya sederhana, yakni Prabowo bukan sosok yang mudah dikontrol. Kembali mengutip Dennis R. Young, syarat untuk menjadi penarik tali adalah adanya sosok yang bersedia untuk dikontrol atau setidaknya dipengaruhi.
Melihat karakter dan rekam jejaknya, dapat dikatakan Prabowo bukan termasuk sosok seperti itu. Jika nantinya Prabowo menjadi presiden, besar kemungkinan ia akan menampilkan diri seperti pemimpin batalyon atau pasukan.
Terkait sifat Prabowo saat ini yang terlihat pasif setelah masuk kabinet Jokowi, ini juga dipengaruhi oleh karakter militernya. Seperti kata ilmuwan politik Francis Fukuyama, militer dikenal dengan hierarki kepemimpinan dan komandonya.
Saat ini, posisi Prabowo merupakan bawahan Jokowi. Sebagai menteri, ia adalah pembantu presiden. Oleh karenanya, tidak boleh bawahan bersuara lebih keras dari pemimpin pasukan.
Nah, jika nantinya terpilih menjadi RI-1, besar kemungkinan Prabowo akan menunjukkan dirinya sebagai Alpha Instinct atau Insting Alfa.
Dalam kajian psikologi kepemimpinan, Alpha Instinct adalah kecenderungan seseorang untuk menjadi pemimpin yang dominan dan cenderung agresif. Tujuannya adalah untuk mendapatkan rasa hormat, didengarkan, atau diikuti oleh orang lain.
Jika berbicara pemimpin dunia, Presiden Rusia Vladimir Putin adalah sosok yang menunjukkan Alpha Instinct. Bayangkan saja, di tengah tidak populernya perang berdarah, Putin justru memutuskan untuk menyerang Ukraina. Ia juga tidak menghiraukan berbagai sanksi dari Amerika Serikat (AS) dan sekutu.
Putin tidak membiarkan dirinya didikte. Sebaliknya, Putin yang akan mendikte lawan-lawan politiknya.
Jika benar Prabowo memiliki Alpha Instinct, ini jelas menjadi rintangan Surya Paloh untuk menjadi king maker di 2024. Dengan karakter Prabowo yang dominan dan determinan, Paloh akan kesulitan menancapkap pengaruh-pengaruhnya. Pada konteks ini, dapat dikatakan Paloh takut dengan Prabowo.
Selain itu, hubungan NasDem dengan Gerindra juga terbilang kurang mulus. Ketika Gerindra bergabung dengan koalisi, NasDem secara kentara terlihat begitu tidak setuju.
Bahkan, saat itu ada ancaman Surya Paloh untuk menjadi oposisi pemerintah. Kita tentu mengingat gestur Paloh berpelukan dengan eks Presiden PKS Sohibul Iman.
Well, sebagai penutup, dengan mengacu pada asumsi Surya Paloh ingin menjadi king maker di 2024, karakter Prabowo sebagai seorang alpha tampaknya menjadi batu ganjalan bagi NasDem untuk mengusung sang Ketua Umum Partai Gerindra. (R53)