HomeNalar PolitikSurvei SMRC Bendung Isu PKI?

Survei SMRC Bendung Isu PKI?

Rilis survei SMRC beberapa waktu lalu mengundang beragam komentar. Survei tersebut menyebut Presiden Jokowi tidak terkait dengan PKI. Di sisi lain, survei ini mengaitkan perkembangan isu PKI berasal dari sisi seberang, Prabowo, Gerindra, dan PKS.


PinterPolitik.com

Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis survei mengenai isu kebangkitan PKI yang belakangan mengemuka. Proses penelitian ini dilakukan pada 3 hingga 10 September 2017. Survei ini kemudian dirilis ke publik pada tanggal 29 September 2017. Baik pelaksanaan dan rilis survei ini berdekatan dengan mengemukanya isu PKI saban tahun yaitu pada bulan September.

Survei ini menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak percaya PKI tengah mengalami kebangkitan. Selain itu, survei ini juga menyebut bahwa Presiden Jokowi tidak ada kaitannya dengan partai berlogo palu arit tersebut.

Selain menyatakan ketidaksetujuan masyarakat terhadap kebangkitan PKI, survei tersebut juga menuding sejumlah pihak yang mempercayai isu ini. Pada survei tersebut dinyatakan bahwa mayoritas masyarakat yang percaya dengan isu kebangkitan PKI berasal dari pendukung Partai Gerindra dan PKS.

Seketika, petinggi PKS dan Gerindra gerah dengan rilis survei SMRC tersebut. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyebut bahwa ia tidak pernah memberi instruksi untuk menggunakan isu PKI tersebut. Hal serupa dilakukan oleh PKS yang menyebut bahwa isu PKI adalah isu yang nyata dan bukan provokasi pihak tertentu.

Bak gayung bersambut, rilis survei ini dilakukan berdekatan dengan isu PKI yang makin kuat diarahkan kepada Presiden Jokowi. Lalu, apakah survei ini digunakan untuk membendung isu tersebut?

Sepak Terjang SMRC

SMRC merupakan lembaga survei yang didirikan oleh Saiful Mujani pada tahun 2011. Lembaga ini telah melakukan berbagai survei opini publik, exit poll, dan quick count. Lembaga ini juga memberikan jasa konsultasi politik. Saiful Mujani sendiri adalah tokoh yang kenyang pengalaman di dunia survei dan konsultasi politik. Sebelum mendirikan SMRC, ia berpengalaman di Lembaga Survei Indonesia (LSI).

SMRC yang mengambil nama dari pendirinya ini merupakan lembaga yang cukup kredibel dan diperhitungkan. Berdasarkan hasil audit Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), SMRC merupakan lembaga dengan nilai akurasi hitung cepatnya paling baik pada Pilpres 2014 lalu. Selain itu, lembaga ini tidak memiliki catatan buruk seperti menyebarkan data dan statistik yang bersifat hoaks.

Walaupun demikian, dalam perjalanannya, SMRC kerap kali merilis survei yang menunjukkan tingginya angka keterpilihan Jokowi di mata masyarakat. Selain itu, lembaga ini juga seringkali menunjukkan bahwa Jokowi memiliki tingkat akseptabilitas yang tinggi.

Pada pilres 2014 lalu, jelang pembukaan bursa pencalonan capres, SMRC merilis survei yang menunjukkan bahwa Jokowi adalah kandidat dengan popularitas terbaik. Jika disimulasikan, Jokowi dapat menang satu putaran saat bersaing dengan kandidat seperti Prabowo Subianto atau Aburizal Bakrie. Hal serupa berlanjut pada hitung cepat Pilpres 2014. SMRC bersama lembaga survei tenar lain memberikan kursi RI 1 versi hitung cepat kepada pasangan Jokowi-JK.

Baca juga :  PDIP and the Chocolate Party

Setahun berselang, lembaga ini merilis survei tentang tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Dalam hasilnya disebutkan bahwa tingkat penerimaan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi menunjukkan tren positif dengan 51,7 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja Jokowi sebagai kepala negara.

Di tahun berikutnya, lembaga yang dinahkodai Djayadi Hanan sebagai Direktur Eksekutif ini merilis survei mengenai elektabilitas calon presiden untuk Pilpres 2019. Di survei tersebut disebutkan bahwa tingkat keterpilihan Jokowi sebagai petahana unggul dengan persentase 32,4 persen. Angka ini unggul jauh dibandingkan nama lain seperti Prabowo yang hanya mendapat 9,4 persen dari total responden.

Secara spesifik, Saiful Mujani selaku pendiri SMRC pernah melontarkan kampanye negatif kepada Prabowo, lawan utama Jokowi pada Pilpres 2014 lalu. Ia secara terang-terangan berkampanye untuk tidak memilih Prabowo. Ia mengamini bahwa saat ia berkampanye untuk tidak memilih Prabowo berarti ia tengah mendorong keterpilihan calon lainnya yaitu Jokowi.

Saiful Mujani juga dikenal berseberangan dengan kalangan konservatif Muslim yang berada di kubu Prabowo. Ia adalah dosen di UIN Syarif Hidayatullah yang belakangan tidak populer di mata kelompok Islam garis keras. Ia juga dekat dengan kalangan Islam Liberal seperti Luthfi Assyaukanie dan Saidiman Ahmad yang kerap mengambil sisi berseberangan dengan Prabowo dan kalangan Muslim konservatif.

Meski tidak lagi duduk di jajaran eksekutif SMRC, peran Saiful Mujani sebagai pendiri tetap berpengaruh di lembaga ini. Tentu ia masih menjadi bayang-bayang di lembaga yang ia dirikan. Ia masih kerap tampil di berbagai momen untuk mewakili SMRC. Jika dilihat dari hubungan tersebut maka Saiful Mujani dan pandangan politiknya masih dapat memberikan pengaruh pada proses survei SMRC.

Lembaga Survei untuk Bendung Isu

Sudah bukan rahasia bahwa lembaga survei dapat membantu mengarahkan opini masyarakat. Seringkali, beragam angka dalam statistik dan metode saintifik dapat membantu menaikkan opini positif terhadap suatu figur atau isu tertentu. Praktik ini kerap dilakukan oleh politisi atau instansi pemerintahan agar mendapat citra yang baik di masyarakat.

Survei yang dilakukan oleh SMRC seolah membuktikan bahwa lembaga survei ini dapat dijadikan alat untuk menggiring suatu opini. Hasil penelitian tersebut dapat membendung isu PKI yang tengah diarahkan pada pemerintah. Sulit untuk tidak melihat bahwa rilis ini menguntungkan Jokowi.Tudingan miring tentang partai berlogo palu arit acapkali menyertai Presiden Jokowi. Presiden asal Solo tersebut telah menerima tudingan terkait dengan PKI jauh sejak proses kampenye Pilpres 2014. Tudingan bahwa dirinya atau keluarganya terkait dengan partai ini terus berlanjut hingga kini. Terlebih ia dianggap tidak pro terhadap kelompok konservatif Islam sehingga rumor ideologi komunis semakin kuat berhembus.

Baca juga :  Peekaboo Jokowi-Golkar

Diluncurkannya hasil survei SMRC ini menjadi tameng bagi Jokowi dari serangan isu komunis yang terus diarahkan padanya. Survei ini menjadi sarana pembuktian bahwa tidak benar ia terkait dengan partai yang telah dilarang sejak 1966 tersebut. Penelitian dari SMRC ini juga membuktikan bahwa isu komunisme dianut oleh Jokowi tidak dipercayai oleh sebagian besar masyarakat. Isu ini tidak lain hanya kabar yang sengaja dihembuskan oleh orang yang mencari untung di baliknya.

Presiden Jokowi meraup untung dari survei yang dilakukan SMRC ini. Beban untuk melakukan klarifikasi menjadi berkurang akibat peluncuran penelitian ini. Angka-angka yang dihadirkan SMRC membantu Jokowi mendapat legitimasi ilmiah bahwa tudingan PKI tidak lain hanya fitnah belaka.

Di sisi lain, survei ini juga berbicara bahwa isu PKI yang menyeruak diasosiasikan dengan pihak oposisi. Dalam hal ini, Gerindra, PKS, dan Prabowo terimbas opini bahwa isu PKI berasal dari mereka. Sebagian besar responden yang mempercayai PKI tengah bangkit beririsan dengan pemilih PKS dan Gerindra.

Pada survei tersebut disebutkan bahwa 37 persen pemiliih PKS mempercayai PKI sedang mengalami proses kebangkitan. Sementara itu 20 persen pemilih Gerindra setuju bahwa saat ini PKI tengah bangkit. Persentase tersebut lebih tinggi ketimbang persentase pemilih partai lain yang percaya PKI bangkit.

Kondisi serupa berlaku pada pemilih pasangan Prabowo-Hatta di 2014. Sebanyak 19 persen pemilih pasangan tersebut meyakini bahwa sekarang PKI sedang bangkit. Hal ini berbeda dengan pemilih Jokowi-JK yang hanya 10 persen saja yang setuju PKI bangkit.

Pada pernyataan persnya, SMRC mengatakan isu ini terjadi lebih karena kontestasi politik belaka. Isu PKI bukan berhembus akibat adanya kesenjangan sosial. Kemiskinan tidak menjadi penyebab minimnya informasi sehingga isu PKI berhembus melainkan ada sekelompok elit yang bermain dengan isu ini.

Meski tidak secara terang menuding, hasil survei tersebut seolah menunjukkan bahwa isu ini adalah isu yang dihembuskan kelompok oposisi seperti Gerindra dan PKS. Survei ini berbicara seolah di tengah masyarakat yang tidak percaya PKI bangkit, kelompok ini sengaja menggunakan isu PKI untuk menyerang pemerintah.

Kondisi ini dapat menjadi kerugian bagi kelompok oposisi tersebut. Jika mayoritas penduduk tidak sepakat dengan anggapan kebangkitan PKI, maka kelompok ini menjadi semakin tersudutkan. Partai-partai ini dapat semakin ditinggalkan karena menggunakan dituduh menggunakan isu buatan untuk menyerang penguasa.

SMRC memang merupakan lembaga survei dengan reputasi yang baik. Meski begitu, rilisnya beberapa waktu lalu dapat menjadi sinyal lain. Hal ini bisa menjadi penanda lembaga ini dekat dengan Presiden Jokowi sehingga dapat membantu membandung isu negatif yang diarahkan padanya. Selain itu, jika melihat latar belakang Saiful Mujani yang anti Prabowo, sangat mungkin hasil survei ini punya tendensi keberpihakan. Jadi apakah survei ini semata-mata alat pemerintah untuk membendung isu PKI? (Berbagai sumber/H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...