Secara mengejutkan, salah satu pendiri Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Sunny Tanuwidjaja, keluar dari partai yang didirikannya untuk mendukung Anies Baswedan. Apakah mungkin Sunny akan menyabotase Anies?
“Tidak ada peperangan yang tidak memanfaatkan jasa spionase.” – Sun Tzu
Pada awalnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diharapkan membawa angin segar dalam perpolitikan nasional. Mereka membawa narasi politik bagi generasi muda. Di tengah apatisme politik, banyak harapan PSI dapat membangkitkan gairah perpolitikan anak muda.
Namun, harapan besar itu tampaknya terkubur. Alih-alih menunjukkan kritisisme yang diharapkan, PSI justru banyak dilihat sebagai partai yang hanya membahas isu ibu kota. Dalam frasa yang lebih frontal, PSI dinilai menjadikan Anies Baswedan sebagai musuh politiknya.
Hancurnya harapan itu juga terlihat dari penjabaran ilmuwan politik Francis Fukuyama terhadap internet. Dalam bukunya Identity: The Demand for Dignity and the Politics of Resentment, Fukuyama menyebut banyak ilmuwan politik, termasuk dirinya, berharap besar pada internet sebagai medium penyebar nilai-nilai demokrasi.
Namun, seiring berjalannya waktu, penetrasi internet justru menjadi hantaman bagi demokrasi itu sendiri. Khususnya setelah kehadiran media sosial, internet menjadi tempat pengentalan politik kebencian. Sekat-sekat yang seharusnya dikurangi justru menjadi semakin tebal dan meninggi.
Di tengah berbagai kritik terhadap PSI atas sikap politiknya terhadap Anies, manuver politik salah satu pendirinya menjadi pembeda tersendiri. Dia adalah Sunny Tanuwidjaja. Menariknya, seperti yang dikonfirmasi oleh Grace Natalie, Sunny memilih keluar dari PSI agar bisa mendukung Anies Baswedan.
Keputusan Sunny tentu mengguncang berbagai pihak, khususnya mereka yang selama ini melihat PSI pasti kontras dengan Anies. Berbagai interpretasi dan tanya pun mencuat. “Sebenarnya apa yang terjadi?,” ungkap banyak pihak.
Lantas, dengan merangkai berbagai variabel yang ada, apa yang dapat dimaknai dari manuver politik Sunny itu?
Metode
Untuk menjawab puzzle rumit ini, kita perlu merujuk pada rumus dasar aktivitas politis, yakni motif suatu tindakan dilihat dari titik di mana keuntungan didapatkan. Untuk menentukan mana motif yang paling tepat, kita akan menggunakan abductive reasoning (penalaran abduktif/abduksi) atau yang dikenal juga dengan inference to the best explanation.
Metode abduksi ini diformulasikan oleh filsuf Charles Sanders Peirce pada sepertiga terakhir abad ke-19. Dalam berbagai literatur filsafat, Sherlock Holmes — detektif fiktif karya novelis Sir Arthur Conan Doyle — kerap dijadikan sebagai contoh pengguna metode abduksi.
Abduksi adalah metode penarikan kesimpulan untuk mendapatkan penjelasan terbaik. Dalam memecahkan kasus-kasus kriminal, Sherlock Holmes membangun berbagai hipotesis, kemudian ditentukan mana yang paling memuaskan – karena itu disebut inference to the best explanation.
Sabotase Anies?
Pada manuver Sunny, setidaknya ada tiga hipotesis yang dapat dibangun. Pertama, seperti yang disebutkan oleh pengamat politik Rocky Gerung, ini adalah jebakan untuk Anies. Menurut Rocky, Sunny yang dekat dengan pengusaha dapat merusak citra Anies. Gubernur DKI Jakarta itu dapat dipersepsikan dekat dengan oligarki.
Di kesempatan yang berbeda, pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin juga memiliki kecurigaan yang sama. Menurut Ujang, tidak menutup kemungkinan Sunny bisa membusuk-busuki Anies dari dalam.
Dalam literatur strategi politik, analisis Rocky dan Ujang memiliki afirmasi yang kuat. Sun Tzu dalam bukunya The Art of War menyebut operasi penyusupan (intelijen) dan sabotase adalah salah satu strategi paling mendasar dalam pertempuran.
Menurut Sun Tzu, ada lima jenis sabotase. Pertama adalah Yin Jian – memakai kepala desa di desa musuh menjadi mata-mata. Kedua adalah Nei Jian – memanfaatkan pejabat menteri di negara musuh menjadi mata-mata.
Ketiga adalah Fan Jian – memakai spionase musuh menjadi mata-mata (agen ganda). Keempat adalah Si Jian – menugaskan petugas spionase menyebarkan informasi palsu ke negara musuh. Kelima adalah Shen Jian – meminta laporan dari petugas spionase kita yang tertangkap, tetapi berhasil melarikan diri.
Pada kasus Sunny, bukan tidak mungkin dia adalah Si Jian. PSI menugasinya untuk menyebar informasi palsu ke Anies atau relawan pendukungnya.
Jika melakukan komparasi, kita dapat melihat kasus Ratna Sarumpaet pada Pilpres 2019. Saat itu, kebohongan Ratna soal “digebuki” ditafsirkan sebagai upaya sabotase oleh beberapa pihak. Ada dugaan bahwa Ratna sengaja dimasukkan ke kubu Prabowo untuk menghancurkan citranya.
Terlepas dari dugaan itu benar atau tidak, yang jelas, kasus Ratna saat itu persis seperti operasi Si Jian yang disebutkan Sun Tzu.
Ring-1 Anies?
Kedua, menariknya, karena Anies dan Sunny sama-sama menempuh studi doktor ilmu politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat (AS), Sunny dipersepsikan sebagai “orangnya” Anies.
Dugaan semacam ini memang memiliki landasannya tersendiri. Kita tentu ingat soal kelompok (Universitas California) Berkeley atau (Universitas) Chicago. Elite politik Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi di dua universitas itu dinilai memiliki ikatan tersendiri.
Jika tafsiran itu tepat, maka dapat dikatakan Sunny justru merupakan petugas sabotase Anies. Mengacu pada penjabaran Sun Tzu, Sunny mungkin adalah Nei Jian. Sunny adalah pejabat tinggi negeri musuh yang dijadikan mata-mata.
Jika Sunny adalah Nei Jian, berarti selama ini Anies mendapatkan supply informasi terkait PSI. Sebagai pendiri dan petinggi, Sunny tentu mendapatkan informasi A-1 terkait pergerakan politik PSI.
Indikasi Pergerakan Konglomerat?
Ketiga, ada kemungkinan Sunny bukan Si Jian ataupun Nei Jian, melainkan Fan Jian alias agen ganda. Bukan tidak mungkin, Sunny sebenarnya adalah petugas sabotase yang ditempatkan di PSI, dan sekarang ditempatkan di Anies.
Tentu pertanyaannya, lantas siapa pengguna jasa Sunny? Mungkin, mereka adalah konglomerat.
Telah menjadi rahasia umum bahwa Sunny dekat dengan berbagai kelompok pengusaha. Bahkan, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pernah menyebut Sunny dikenal oleh semua pengusaha.
“Sunny emang sering ketemu pengusaha semua. Kan memang dia di lingkungan itu (pengusaha),” ungkap Ahok pada 7 April 2016.
Sunny sendiri adalah sepupu dari istri Franky Widjaja. Franky adalah anak ketiga Eka Tjipta, pendiri Sinar Mas Group. Sunny juga diketahui dekat dengan taipan minyak kelapa dan ekspor kayu Peter Sondakh.
Membaca tulisan Jeffrey Winters yang berjudul Oligarchy Dominates Indonesia’s Elections membuat kita menyadari betapa vitalnya konteks kedekatan Sunny dengan berbagai konglomerat. Menurut Winters, kekuasaan oligarki dan elite yang mendominasi sistem politik Indonesia. Oligarki menggunakan sumber daya kapitalnya yang besar. Sementara elite politik menggunakan jabatan dan kontrolnya terhadap institusi.
Mengelaborasinya dengan buku Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and the State in Indonesia karya Edward Aspinall dan Ward Berenschot, dapat disimpulkan bahwa besarnya biaya politik telah menempatkan pemilik kekuatan kapital, yakni oligarki sebagai pemegang kendali yang lebih besar.
Dengan demikian, mengacu pada metode abduksi Sherlock Holmes, tampaknya dapat dikatakan bahwa hipotesis nomor tiga yang paling memuaskan. Selaku sosok berlatar pengusaha, paradigma berpikir Sunny sekiranya adalah untung-rugi.
Untuk menjaga hubungan baiknya dengan konglomerat, Sunny perlu merapat dengan sosok yang sekiranya potensial untuk menjadi pemenang di Pilpres 2024. Jika interpretasi ini tepat, maka dapat dikatakan dukungan terbuka Sunny merupakan sinyal Anies mulai dilirik oleh konglomerat.
Well, sebagai penutup, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sekelumit analisis dalam artikel ini hanyalah pengujian hipotesis semata. Ini adalah interpretasi yang dibangun berdasarkan variabel-variabel yang dapat ditangkap. (R53)