“Ibu bumi wis maringi/ibu bumi dilarani/ibu bumi kang ngadili (Ibu bumi sudah memberi/ibu bumi disakiti/ibu bumi yang mengadili)”.
Pewawancara: Kate Walton
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]B[/dropcap]egitulah para petani wilayah Pegunungan Kendeng, Provinsi Jawa Tengah, menyanyi sambil duduk di depan Istana Negara, Jakarta. Sejak Senin (13/3/2017), puluhan petani melakukan aksi ‘Pasung Kaki Jilid II” di sana. Tiap hari jumlah peserta meningkat, dan pada Jumat (17/3) sore, sudah 50 petani yang memasung kakinya dengan cara disemen.
Petani-petani Kendeng itu bersedia mengecor kakinya sebagai unjuk rasa atas pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang. Mereka menolak pabrik tersebut, karena akan merusak lingkungan setempat, terutama sumber air bersih.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tetap mengeluarkan izin untuk pembangunan pabrik semen, walaupun telah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan petani Kendeng untuk menghentikan pembangunan pabrik. Maka, warga meminta Gubernur Ganjar untuk mematuhi putusan MA.
Sudah banyak yang bicara tentang Kendeng, baik di media massa maupun di media sosial. Namun, masih ada mitos yang beredar, termasuk bahwa perempuan-perempuan yang menyemen kaki ‘dieksploitasi’. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap, PinterPolitik.com berbicara langsung dengan salah seorang tokoh petani Kendeng, Ibu Sukinah (41 tahun).
Sukinah merupakan pemimpin perempuan petani Kendeng dan dianggap motivator peserta pasung kaki. Pak Gunretno, petani yang juga tokoh masyarakat Kendeng, pernah mengatakan bahwa Sukinah “berbeda dari yang lain”, karena memiliki kemampuan untuk memberikan motivasi kepada petani lain. Sukinah hanya berpendidikan SD, tapi hanya dia yang bisa menyelesaikan debat internal kelompok Kendeng melalui mediasi. Sukinah juga memimpin aksi pemasangan tenda di jalan yang menuju pabrik semen di Kendeng pada Juni 2014. Tendanya dibongkar secara paksa oleh pendukung pabrik – kaki Ibu Sukinah dan ibu lain diinjak, dan dua perempuan dilemparkan dari tenda. Mereka diancam, siapa yang menolak akan diculik. Sejak kejadian itu, Sukinah menjadi lebih yakin bahwa apa yang kelompok “Kendeng Melawan” lakukan adalah gerakan yang benar.
Pada 13-19 Maret 2017, untuk kedua kalinya Ibu Sukinah mengecor kaki, juga untuk menolak pabrik semen tersebut. Yang pertama pada pertengahan tahun 2016. Bedanya, pada kesempatan pertama penyemenan dilakukan selama satu hari. Kaki para petani disemen pada pagi dan dibongkar sore harinya. Sedang untuk kali ini, pada saat tidur pun kaki mereka dicor.
Selamat malam semua. Tidur yang nyenyak. #dipasungsemen2 pic.twitter.com/F5Dsx8bKwL
— febriana firdaus (@febrofirdaus) March 16, 2017
Ibu Sukinah mengakui dirinya hanya petani biasa. Tujuannya mengikuti unjuk rasa demi melestarikan lingkungan hidup wilayah Pegunungan Kendeng. Seperti dikatakan Pak Gunretno, kelompok Kendeng Melawan “tidak menolak pembangunan, hanya ingin pembangunan yang benar-benar mendukung masyarakat.” Begitulah tujuan aksi Selamatkan Kendeng ini.
Berikut adalah wawancara di depan Istana Negara Jakarta pada Kamis (16/3).
Pinter Politik: Terima kasih, Ibu, sudah bersedia bicara dengan kami. Ibu dari desa mana dan Kabupaten mana?
Sukinah: “Nama saya Sukinah, dari Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunung, Kabupaten Rembang.”
Pinter Politik: Ibu tinggal di situ sejak lahir?
Sukinah: “Ya, sejak saya lahir, sejak nenek moyang kami, sampai kini kami masih tinggal di situ.”
Pinter Politik: Masih ada keluarga di situ?
Sukinah: “Ya, masih ada.”
Pinter Politik: Ibu bisa ceritakan sedikit tentang kehidupan di situ?
Sukinah: “Kehidupan saya itu sehari-hari bertani. Kami tiap hari, walaupun apa ya Mbak, kadang-kala kami jualan, kalau hari Senin dan Kamis sampai jam 9 pagi. Tapi, tiap hari kami bertani dan mencari rumput buat ternak.”
Pinter Politik: Dan sekarang di sana, alam masih indah, masih alami?
Sukinah: “Kalau dulu itu sangat indah. Kalau sekarang karena tambang, sudah agak berkurang, apalagi kalau ada pabrik semen dan tambang-tambang lagi.”
Pinter Politik: Menurut ibu, kalau pabrik semen dibangun di situ, dampaknya akan seperti apa?
Sukinah: “Dampaknya sekarang sudah dampak sosial: sama tetangga dan sama antardesa sudah nggak rukun.”
Pinter Politik: Kira-kira akan ada dampak yang positif, yang bagus dari pabrik semen?
Sukinah: “Bagi aku sama dulur-dulur petani, nggak ada, sama sekali.”
Pinter Politik: Sama sekali tidak ada?
Sukinah: “Nggak ada.”
Pinter Politik: Tujuan dari protes ini apa saja, Bu?
Sukinah: “Tujuan kami ingin bertemu Pak Jokowi untuk menutup pabrik semen yang ada di Rembang, menutup tambang-tambang. Terutama di Jawa Tengah ini [supaya] nggak ada pabrik semen. Untuk melestarikan alam karena Jawa ini sudah rawan bencana, pada penduduk juga, bencana bisa diantisipasi sebelum terjadi.”
Pinter Politik: Kenapa Ibu Sukinah mau terlibat dalam protes ini?
Sukinah: “Karena ibu bumi aku ibaratkan sebagai ibu aku sendiri. Kalau manusia melahirkan manusia, tapi kalau bumi melahirkan air, melahirkan tanaman oleh makhluk yang hidup di bumi ini.”
Pinter Politik: Ibu mau berapa lama di sini [di depan Istana Negara] pasung kaki?
Sukinah: “Aku belum tahu sampai berapa lama. Ya, sampai berhasil, Mbak.”
Pinter Politik: Berhasil itu berarti apa buat ibu?
Sukinah: “Sampai kami bertemu dengan Pak Jokowi, dan apa yang kami inginkan sama dulur-dulur itu dilaksanakan Pak Jokowi, supaya pertanian tetap diutamakan, terutama Jawa Tengah lumbang panen Nusantara. Jadi, bukan untuk Jawa aja, Mbak, untuk luar Jawa juga.”
Pinter Politik: Kalau izin buat pabrik semen tidak dicabut, bagaimana Bu?
Sukinah: “Kalau itu saya belum bisa jawab, ya, Mbak. Karena belum ada faktanya. Jadi sampai kapan kami berharap Pak Jokowi melaksanakan program Nawa Cita? Tapi, kenapa petani malah nggak [dapat apa-apa]… ya, tapi saya masih berpositif sama Pak Jokowi bahwa dia pro-rakyat, pro-orang kecil seperti kami.”
Pinter Politik: Apakah Ibu sudah dengar bahwa ada surat dari kelompok dengan nama Aliansi Perempuan Masyarakat Rembang yang mengatakan perempuan-perempuan yang ikut aksi ini dieksploitasi?
Sukinah: “Itu siapa yang bilang? Menurut aku itu, dia iri. Dia kan pengen, cuma kan kalau dia nggak dibayar, dia nggak mau. Kalau kita itu dari hati sendiri, karena kami merasa daripada sakit besok seperti apa [buat] anak cucu, lebih baik sekarang dirasakan, besok anak cucu tinggal enaknya, seperti itu.”
Pinter Politik: Jadi tidak ada eksploitasi perempuan?
Sukinah: “Nggak ada! Ini kemauan sendiri, nggak ada yang ajak kok.”
Pinter Politik: Terima kasih, Bu Sukinah. Semoga kuat terus, semangat terus.
Sukinah: “Terima kasih, Mbak.”
Diterima Teten Masduki
Pada Senin (20/3), beberapa peserta aksi pasung kaki dipanggil ke Kantor Staf Kepresidenan. Sukinah satu satu yang diundang. Namun, mereka tidak bertemu dengan Presiden Jokowi, hanya diterima oleh Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. Pesan yang disampaikan oleh Teten Masduki, pabrik PT Semen Indonesia di Kendeng tidak akan berfungsi sebelum hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dikeluarkan.
Para petani Kendeng mengatakan mereka tidak puas dengan apa yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan, karena sudah ada putusan MA. Oleh karena itu, menurut Sukinah dan Gunretno, aksi akan berlanjut di depan Istana Negara sampai izin yang dikeluarkan oleh Pemprov Jawa Tengah dicabut.
Saat ditanya setelah kembali dari Kantor Staf Kepresidenan, Sukinah mengatakan, dia optimistis hasil yang mereka inginkan tercapai.*