Gontok gontokan sudah nggak musim
Adu doku ini yang ditunggu tunggu
Pemilu tempat berpestanya uang palsu
Habis kalau nggak gitu nggak lucu
– Iwan Fals, Politik Uang
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]D[/dropcap]alam empat bidang – politik dan keamanan, penegakkan hukum, ekonomi, dan kesejahteraan sosial – yang menjadi sorotan survei Litbang KOMPAS terkait kinerja 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK, persoalan kolusi, korupsi, dan nepotisme merupakan yang paling menonjol dikeluhkan publik.
Sementara dalam bidang ekonomi, persoalan yang paling banyak dikeluhkan adalah stabilitas harga dan penyediaan lapangan kerja. Sebanyak 43,75% responden menyatakan bahwa stabilitas harga sembako merupakan persoalan paling mendesak yang perlu dituntaskan pemerintah, tidak terkecuali pemerintah daerah, DKI Jakarta misalnya.
Stabilitas harga sembako yang dikeluhkan masyarakat itu pun masuk dalam wacana persaingan para paslon kontestan putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017.
Untuk menekan harga sembako, Tim Ahok-Djarot akan mengupayakan operasi pasar, serta pemberantasan tengkulak dan mafia sembako. “Dengan operasi pasar, penerima KJP (misalnya) bisa mendapatkan daging Rp35 ribu, ayam Rp10 ribu, dan beras Rp6 ribu kualitas premium,” ujar Djarot saat debat final putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sementara itu, paslon Anies-Sandi bertekad membangun kemitraan dengan pemasok sembako dan memastikan pasokan aman. “[Kami juga akan memastikan] penyediaan rantai distribusi yang lebih pendek,” ujar Sandiaga Uno membalas Djarot.
Namun demikian, bukannya memperkuat gagasan serta pelaksanaan teknis pengendalian harga sembako ketika terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, kedua paslon malah menyediakan solusi pragmatis sesaat, yaitu bagi-bagi sembako, demi mendulang perolehan suara.
Senin (17/4) pagi, setidaknya 6 mobil berisi sembako disita polisi dari sebuah gudang di Kalideres, Jakarta Barat (Jakbar). Menurut Kapolsek Kalideres Kompol Efendi, ada sekitar 300 orang yang datang ke lokasi. Diduga ratusan sembako ini akan digunakan sebagai iming-iming calon pemilih untuk memilih paslon Ahok-Djarot. Hasil temuan ini kemudian diserahkan ke Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jakbar.
Masih Senin (17/4) pagi di Jakbar, ratusan sembako berisi beras, minyak, dan gula pasir juga ditemukan di Palmerah. Menurut keterangan Ketua Panwaslu Jakbar, Puadi, untuk bisa mengangkut sembako-sembako ini dibutuhkan 3 mobil boks.
Satu hari sebelumnya, Minggu (16/4), di Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat ditemukan 11 karung berisi sembako yang siap dibagi-bagikan kepada warga.
Tidak hanya di Jakbar. Senin (17/4) pagi di Jakarta Utara (Jakut), sejumlah paket sembako berisi beras, minyak, dan mie instan juga ditemukan di Warakas, Tanjung Priok. Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan tim sukses (timses) Anies-Sandi juga melaporkan adanya kegiatan pembagian sembako di Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan (Jaksel) oleh orang-orang yang memakai baju kotak-kotak khas paslon Ahok-Djarot.
Puadi mengatakan bahwa ratusan sembako itu diduga akan dibagikan oleh simpatisan paslon Ahok-Djarot. “Tiga-tiganya dari simpatisan paslon nomor dua. Yang di Palmerah baru akan diminta klarifikasi, baru dugaan, yang Kalideres juga sama. Jadi yang udah persis simpatisan nomor dua itu di Duri Kepa, Kebon Jeruk,” kata Puadi. Karena tindakan tersebut dilakukan di hari tenang, Puadi juga menegaskan bahwa Panwaslu Jakbar akan melakukan kajian dengan kepolisian dan kejaksaan terkait identifikasi pelanggaran pidana politik uang.
Laporan tidak hanya datang dari paslon Anies-Sandi, timses Ahok-Djarot juga melaporkan tim Anies-Sandi terkait dugaan politik uang. Anies-Sandi dilaporkan membagi-bagikan sembako di kawasan Jakarta Timur bersama pimpinan Partai Perindo Hary Tanoesudibyo. “[Sembako] itu dibagikan oleh Anies-Sandi, jadi oleh paslon langsung. Kejadian itu diduga kira-kira tanggal 11-15 April. Ada beberapa foto dan video, mereka membagikan langsung,” ujar timses Ahok-Djarot bidang hukum, Ronny Talapessy.
Tidak mau terlibat dalam politik uang. Anies mengritik, pihak yang bagi-bagi sembako hanya memberikan warga solusi sesaat. “Kalau sembako dan lain-lain dibagikan memang bisa mengisi perut banyak orang, tetapi tidak bisa mengisi hati dan perasaan orang,” kata Anies.
Ahok pun berkilah dari tudingan politik sembako. “Saya tidak pernah lakukan yang begitu-begitu (bagi-bagi sembako). Saya enggak suka tuh bagi-bagi sembako, baksos (bakti sosial) saja saya enggak pernah lakukan,” kata Ahok.
Juru bicara (jubir) timses Ahok-Djarot, Raja Juli Antoni, membantah perihal laporan bagi-bagi sembako tersebut, dan balik menuding tim lawan melakukan bermacam pelanggaran, termasuk pembagian sembako. “Tidak ada alokasi dana yang dikucurkan untuk itu. Jadi kalau menemukan di lapangan ya diproses saja secara hukum,” ujar Raja.
Berdasarkan data KPU DKI Jakarta, Palmerah, Pancoran, dan Menteng merupakan daerah kemenangan Anies-Sandi pada putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 2017. Anies-Sandi meraup 13.677 suara di Pancoran. Di Palmerah, Anies-Sandi meraih 19.968 suara, dan di Menteng 10.213 suara.
Sementara Kalideres, Kebon Jeruk, dan Tanjung Priok merupakan daerah kemenangan Ahok-Djarot. Di Kalideres Ahok-Djarot meraih 39.543 suara, di Kebon Jeruk 33.062, dan di Tanjung Priok 29.360 suara.
Sembako, Cara Ampuh Mendulang Suara?
Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh Saiful Muljani Research and Consulting (SMRC) yang dilaksanakan 31 Maret 2017 s.d. 5 April 2017, kedua kontestan putaran kedua Pilkada DKI Jakarta bersaing ketat. Paslon Ahok-Djarot mendapat dukungan suara sebesar 46,9%, sedangkan paslon Anies-Sandi 47,9%. Keduanya hanya berselisih suara 1%. Di luar suara pendukung kedua paslon, sebanyak 5,2% koresponden menyatakan belum menentukan pilihannya.
Direktur SMRC, Sirajudin, mengatakan bahwa hasil di atas belum kuat menegaskan dominasi Anies-Sandi, karena jumlah suara baru dianggap signifikan jika mengungguli lawannya sebesar dua kali margin of error – senilai +/- 9,4%.
Yang menarik juga untuk disimak, selain menanyakan siapa paslon yang akan dipilih oleh koresponden, survei SMRC juga menanyakan alasan koresponden memilih salah satu paslon.
Survei mengatakan bahwa sebanyak 41% koresponden memilih Ahok-Djarot karena “sudah ada bukti nyata hasil kerjanya”. Sedangkan 32,4% orang memilih Anies-Sandi memilih karena “agamanya sama dengan saya”. Kedua poin tersebut merupakan alasan terkuat yang dimiliki oleh masing-masing paslon untuk dipilih para koresponden.
Di peringkat kedua, 22,3% koresponden memilih Ahok-Djarot karena pengalamannya bekerja di pemerintahan, sedangkan 11,5% pendukung Anies-Sandi memilih karena kepintaran dan tingkat pendidikan yang dimiliki paslon nomor 3 tersebut.
Hasil survei SMRC juga memperlihatkan, alasan responden memilih salah satu paslon sangat terikat oleh citra khas bawaan kontestan. Ahok-Djarot misalnya, sebagai petahana, mendulang lebih dari 10% suara per pemilih dengan alasan “bukti nyata”, “berpengalaman di pemerintahan”, “kejujuran dari KKN”, dan “ketegasan”. Sementara Anies-Sandi, yang selama ini mencitrakan diri sebagai calon pemimpin muslim dan berpendidikan, mendulang lebih dari 10% suara per pemilih dengan alasan “kesamaan agama”, “berpengalaman di pemerintahan”, “pintar atau berpendidikan”, dan “ramah atau santun”.
Di luar poin terkait citra khas bawaan para paslon, poin “memerhatikan rakyat” menjadi menarik untuk disimak. Pertama, poin ini menempati peringkat kelima alasan responden memilih paslon. Sebanyak 9,9% responden memilih Anies-Sandi dengan alasan “memerhatikan rakyat”. Sedangkan Ahok-Djarot, 6,3%. Kedua, ketika citra khas bawaan paslon sulit untuk diotak-atik lagi, poin “memerhatikan rakyat” dapat dijadikan sarana pendulang suara.
Lalu, bagaimana suara itu dapat didulang?
Untuk dapat mendulang suara dari poin “memerhatikan rakyat”, tentu para paslon harus memiliki program-program jitu untuk mengatasi keluhan-keluhan calon pemilih. Mengingat para responden melihat kedua paslon sebagai orang-orang yang jujur dan bersih dari KKN – masalah yang paling dikeluhkan publik berdasarkan survei Litbang KOMPAS, berpaling kepada penyelesaian keluhan ekonomi masyarakat – secara pragmatis dan sesaat – menjadi pilihan terbaik, dengan bagi-bagi sembako.
Namun demikian, solusi pragmatis itu bukan tanpa celah, utamanya untuk (timses) paslon Ahok-Djarot. Sebagai pejabat yang sudah malang melintang di dunia legislatif dan eksekutif, Ahok-Djarot mendapat dukungan 12,7% reponden karena melihat kejujuran dan kebersihan Ahok-Djarot dari praktek KKN. Angka 12,7% ini tentu cukup tinggi untuk mengimbangi poin-poin kekurangan Ahok-Djarot, dan semestinya dijaga terus sampai pencoblosan nanti.
Lebih dari satu bulan yang lalu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini memberi rambu awas terkait potensi munculnya politik uang di Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurutnya politik uang berada di antara hoax dan realita.
“Tiba-tiba beredar gambar, ada beras di atasnya ada gambar pasangan calon, tapi itu beredar di dunia maya. Kan kita bertanya-tanya, itu realita atau hoax?” ujar Titi di Salemba, Jakarta Pusat.
Terlepas dari sembako itu hoax atau realita. Tampaknya sembako masih menjadi wacana utama politik uang di Pilkada DKI Jakarta 2017, baik untuk mendulang suara paslon sendiri, atupun untuk menyerang paslon lawan. Ujungnya, para paslon mesti bertanya, apakah strategi bagi-bagi sembako sarana tepat suara didulang, atau malah bisa jadi bumerang?
(Berbagai sumber – H31)