Dengarkan artikel ini:
Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, merencanakan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) gratis bagi masyarakat di masa pemerintahannya mendatang. Siasat apa yang sebenarnya tengah disiapkan oleh Prabowo?
“You’re just waiting for things to get worse. And they will, Bruce. They always do.” – Alfred Pennyworth, The Dark Knight Rises (2012)
Masa depan memang tidak bisa diketahui secara pasti. Itulah mengapa kekhawatiran dan kecemasan selalu muncul.
Ketidakpastian inilah yang membuat manusia selalu berhati-hati agar bisa mengantisipasi apa yang terjadi di masa mendatang. Asuransi, misalnya, menjadi salah satu cara agar seseorang bisa bersiap siaga bila sesuatu yang dikehendaki terjadi.
Biasanya, asuransi digunakan untuk sesuatu yang berharga tetapi rentan. Kesehatan tubuh, misalnya, menjadi salah satu hal yang begitu berharga karena rentan akan penyakit atau gangguan lainnya yang terkadang sulit untuk diobati.
Inilah mengapa Alfred Pennyworth mengungkapkan kecemasannya untuk Bruce Wayne seperti kutipan yang tertera di awal tulisan. Kehidupan Bruce Wayne yang penuh dengan kekerasan selama menjadi Batman membuat pelayannya, Alfred, khawatir akan kesehatan tubuh tuannya.
Maka dari itu, dalam film The Dark Knight Rises (2012), Bruce memutuskan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan (medical check-up), atau biasa disebut sebagai MCU. Dari hasil pemeriksaannya, dokter mengatakan bahwa Bruce mengalami sejumlah luka dalam serta kerusakan ligamen.
Inilah mengapa MCU menjadi penting. Dengan MCU, Bruce akhirnya tahu kelemahan-kelemahan yang dia miliki dari sisi kesehatan. Apalagi, sebagai Batman, dia harus menghadapi banyak penjahat, termasuk Bane yang memiliki tubuh yang jauh lebih besar.
Mungkin, sama seperti Bruce, presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, juga memiliki jalan pemikiran yang sama. Pasalnya, Prabowo berencana untuk menjalankan kebijakan MCU gratis bagi masyarakat saat menjabat presiden RI nanti.
Tak tanggung-tanggung, Prabowo menargetkan sekitar 50 juta orang lebih untuk mendapatkan layanan MCU gratis tersebut di tahun 2025. Anggaran yang akan disiapkan diestimasikan bisa mencapai Rp5 triliun, entah skema pembiayaan apa yang akan digunakan.
Pertanyaannya adalah urgensi apa yang mendasari kebijakan ini. Dengan biaya yang begitu mahal, mengapa Prabowo ingin menjalankan kebijakan MCU gratis untuk masyarakat? Siasat apa yang ada di balik kebijakan ini?
Prabowo Belajar dari Inggris?
Kebijakan MCU gratis seperti ini bukanlah hal yang baru. Sejumlah negara telah menerapkan kebijakan serupa, seperti pemerintah Britania (Inggris) Raya yang menjalankan kebijakan ini melalui National Health Service (NHS).
NHS di Inggris sendiri sedari awal memang dibentuk untuk menjalan kebijakan kesehatan masyarakat dengan pendekatan preventif. Meski kebijakannya berubah-ubah di bawah perdana menteri (PM) yang berbeda-beda, NHS memiliki pendekatan itu.
Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena pemerintah Inggris sadar bahwa biaya kesehatan akan menjadi lebih mahal ketika penyakit sudah muncul. Pencegahan akan membawa penghematan yang lebih besar bagi negara.
Mengacu ke tulisan Ian Gough dari London School of Economics (LSE) yang berjudul “Understanding Prevention Policy: A Theoretical Approach”, kebijakan preventif yang dilakukan dalam bidang kesehatan dilakukan guna memotong biaya (cost-containment).
Ini mengapa NHS juga memiliki kebijakan MCU gratis. Pada Agustus 2024, NHS mulai menjalankan MCU gratis untuk masyarakat. Dalam rilis pers mereka, dikatakan bahwa sekitar 130.000 bisa terselamatkan dari penyakit-penyakit berbahaya melalui MCU ini.
Pasalnya, banyak penyakit tidak menular yang mematikan, seperti diabetes, gagal ginjal, stroke, dan lain-lain. Senjata utama untuk melawan penyakit-penyakit ini adalah waktu.
Semakin lama pasien mengidap penyakit ini, semakin sulit untuk mengatasinya. Alhasil, deteksi dini menjadi penting agar kerusakan sel yang lebih banyak dapat dicegah, yang mana turut menyelamatkan nyawa pasien.
Berkaca dari NHS di Inggris, bukan tidak mungkin kebijakan Prabowo ini didasarkan pada persoalan yang sama. Namun, dalam skala besar, persoalan Indonesia bisa jadi lebih memiliki urgensi. Mengapa?
Solusi Prabowo untuk BPJS Kesehatan?
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang digadang-gadang akan memiliki bonus demografi. Namun, negara ini juga menghadapi persoalan serius soal kesehatan.
Sejumlah statistik menunjukkan bahwa banyak anak muda mulai mengidap penyakit-penyakit tidak menular (PTM) yang memiliki efek jangka panjang. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dari Kementerian Kesehatan (Kemkes), misalnya, menemukan bahwa prevalensi diabetes di Indonesia mencapai sekitar 10,9% dari populasi dengan proporsi yang meningkat di kalangan usia muda.
Bila ini dibiarkan, bukan tidak mungkin bonus demografi Indonesia malah berubah menjadi beban demografi. Mereka yang bisa bekerja dengan baik dalam usia produktif nantinya malah menanggung beban lebih banyak, termasuk mereka yang sakit.
Besarnya potensi anak muda yang sakit ini juga menjadi beban bagi negara. BPJS Kesehatan bisa menjadi penanggung beban selanjutnya, bisa berujung pada pembengkakan biaya kesehatan yang ditanggung oleh negara.
Oleh sebab iitu, urgensi kebijakan MCU masif menjadi semakin jelas guna menangani tantangan ini. Melalui program pemeriksaan kesehatan rutin yang lebih luas dan terjangkau, penyakit kronis dapat dideteksi sejak dini sehingga beban perawatan jangka panjang dapat ditekan.
Kebijakan ini juga akan membantu mencegah dampak lebih besar bagi perekonomian, di mana generasi usia produktif yang sakit dapat mengurangi produktivitas nasional. Di sisi lain, kebijakan ini dapat menjadi solusi untuk menekan beban finansial BPJS Kesehatan, yang selama ini terus mengalami defisit akibat lonjakan klaim penyakit kronis.
Pencegahan melalui MCU berkala akan mengurangi klaim penyakit berat yang memerlukan biaya pengobatan tinggi, sehingga menjaga keberlanjutan sistem jaminan kesehatan. Setidaknya, dengan melakukan deteksi dini, pemerintah bisa memetakan kebijakan kesehatan masyarakat apa yang akan diambil selanjutnya, misal dengan mendorong kebiasaan dan gaya hidup lebih sehat di masyarakat.
Well, pada akhirnya, kebijakan MCU ini memang dinilai mahal bagi pemerintah Indonesia, apalagi dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo yang sudah memiliki banyak beban kebijakan populis. Namun, kebijakan preventif ini, layaknya di Inggris, bisa jadi memiliki manfaat besar bagi masa depan negara. Bukan begitu? (A43)