HomeNalar PolitikSiasat Gerindra Incar Mentan

Siasat Gerindra Incar Mentan

Usai mengalah dalam upayanya untuk mengincar jabatan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Partai Gerindra dikabarkan meminta jabatan menteri dalam kabinet periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu posisi menteri yang disebut-sebut diincar adalah menteri pertanian (mentan).


PinterPolitik.com

“I just can’t crack your code. One day, you screamin’ you love me loud. The next day, you’re so cold. One day, you’re here. One day, you’re there” – Justin Timberlake, penyanyi asal Amerika Serikat

Bak peribahasa yang mengatakan “tak ada rotan, akar pun jadi,” Partai Gerindra kini tampaknya menyasar posisi-posisi lain di pemerintahan. Setelah mengalah dalam upaya mendapatkan posisi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), partai berlambang kepala burung Garuda ini kini dikabarkan mulai menyasar beberapa posisi menteri dalam kabinet periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Beberapa posisi menteri yang dikabarkan akan diincar oleh Gerindra adalah menteri pertahanan (menhan), menteri koordinator bidang politik, hukum, dan hak asasi manusia (menko polhukam), hingga menteri pertanian (mentan). Keinginan partai ini untuk mengincar posisi menhan dikabarkan datang dari petinggi-petingginya.

Posisi menhan misalnya, disebut-sebut tengah dipertimbangkan oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Dengan pengangkatan Prabowo sebagai menhan, calon presiden dalam Pilpres 2019 itu akan mendapatkan gelar jenderal kehormatan.

Meski begitu, Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa rumor yang menyatakan bahwa partainya ingin mengincar posisi menhan tidak sepenuhnya benar. Justru, posisi mentan lah – menurut Dasco – yang lebih diincar oleh partainya, mengingat Gerindra memiliki konsep tertentu terkait sektor pangan.

Gerindra sendiri sejak beberapa bulan lalu telah mengajukan proposal konsep yang berkaitan dengan sektor pangan dan energi. Konsep ketahanan pangan dan energi tersebut yang juga disertai dengan beberapa posisi tawaran menteri itu kini mencuat kembali setelah Gerindra gagal memperoleh jabatan ketua MPR.

Pernyataan-pernyataan berbagai petinggi Gerindra itu pun menuai pertanyaan. Mengapa partai itu mengincar posisi mentan dan komisi-komisi DPR yang berkaitan dengan kebijakan kerakyatan? Apa sebenarnya signifikansi posisi mentan?

Modal untuk 2024?

Keinginan Gerindra untuk memegang posisi-posisi yang berhubungan dengan kerakyatan – baik dalam pemerintah maupun DPR – bisa jadi merupakan perwujudan atas persiapannya dalam menyongsong pemilihan umum (Pemilu) 2024.  Pasalnya, jabatan-jabatan tersebut dapat menjadi modal politik bagi partai tersebut.

Kimberly L. Casey dari University of Missouri, St. Louis, dalam tulisannya yang berjudul Defining Political Capital menjelaskan bahwa modal politik merupakan kombinasi atas berbagai modal guna dimanfaatkan dalam tindakan dan tujuan politik. Dalam pengumpulannya, modal politik dapat bersumber dari berbagai jenis sumber.

Casey menyebutkan bahwa setidaknya terdapat empat pasar di mana pertukaran modal politik ini terjadi, yakni pemilu, kebijakan, dan institusi, serta opini publik. Melalui pasar-pasar ini, modal-modal politik dipertukarkan agar mendapat keuntungan politik tertentu.

Tentunya, aktor politik juga membutuhkan akumulasi atas modal-modal politiknya. Dalam tulisannya, Casey menyebutkan beberapa modal yang bisa diakumulasi menjadi modal politik, yakni modal institusional, modal sumber daya manusia (human capital), modal sosial, modal ekonomi, modal kebudayaan, modal simbolis, dan modal moral.

Baca juga :  Jokowi Wrapped 2024

Dari berbagai jenis modal tersebut, Gerindra bisa jadi tengah berupaya untuk mengumpulkan modal institusional dan modal sumber daya manusia (SDM). Modal-modal tersebut nantinya dapat berujung pada pencalonan (candidacy) dalam pemilu.

Modal institusional sendiri dapat didefinisikan sebagai sumber-sumber yang diperoleh dari institusi-institusi pemerintahan terhadap pencalonan dalam pemilu. Dalam hal ini, gagasan-gagasan ketahanan pangan bisa jadi menjadi modal institusional bagi kandidat-kandidat Gerindra dalam Pemilu 2024.

Dalam hal modal SDM, Gerindra bisa jadi berupaya untuk membangun pengalaman (experience) bagi siapa saja yang memegang jabatan pemerintahan. Pengalaman yang terbentuk tersebut dapat menjadi modal politik melalui persepsi masyarakat atas kebijakan-kebijakannya.

Modal-modal ini bisa saja digunakan Gerindra untuk disalurkan dalam pemilihan selanjutnya. Dasco sendiri mengakui bahwa komisi dan jabatan menteri tertentu dapat berkaitan dengan keuntungan elektoral dalam Pemilu 2024.

Modal politik merupakan kombinasi atas berbagai modal guna dimanfaatkan dalam tindakan dan tujuan politik. Share on X

Di Balik Kementan

Meski begitu, seperti apa yang dijelaskan oleh Casey, modal ekonomi bisa saja menjadi modal politik lainnya. Sumber-sumber ekonomi dinilai dapat dikonversikan menjadi modal politik.

Pengkonversian ini setidaknya dapat dilakuakan melalui beberapa cara, seperti donasi, pendanaan kampanye politik, hingga apropriasi (appropriation) oleh pemegang jabatan. Apropriasi oleh pemegang jabatan inilah yang bisa saja menjadi sumber modal bagi partai politik.

Kementerian Pertanian (Kementan) yang dikabarkan diincar oleh Gerindra misalnya, memiliki tugas dan fungsi yang disebut-sebut berkaitan dengan kegiatan perdagangan di bidang pangan. Kementerian ini berwenang untuk mengeluarkan rekomendasi impor atas produk-produk pangan oleh sektor swasta.

Dalam Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian, dijelaskan bahwa koordinasi dan pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan menjadi salah satu tugas dan fungsi kementerian ini.

Namun, dengan wewenang dan tugas tersebut, kementerian ini kerap berkaitan dengan berbagai kasus penyalahgunaan kekuasaan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) misalnya, disebut-sebut pernah memanfaatkan kadernya – Mentan Suswono – untuk menggalang dana guna menyongsong Pemilu 2014.

Asumsi ini setidaknya pernah diungkapkan oleh Direktur PT Cipta Inti Parmindo dan PT Cipta Terang Abadi – Yudi Setiawan – yang kala itu menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Ahmad Fathanah – terlibat dalam kasus impor daging yang melibatkan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.

Dalam kesaksiannya, Yudi menjelaskan bahwa PKS ingin memperoleh dana sebesar Rp 2 triliun dari tiga kementerian yang dijabat oleh kader-kadernya – Kementan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika – untuk kepentingan Pemilu 2014. Upaya pemenuhan target tersebut dilakukan melalui proyek-proyek kementerian tersebut.

Meski begitu, kemungkinan bahwa Gerindra akan memanfaatkan sumber ekonomi sebagai modal politiknya tentu belum dapat dipastikan akan terjadi. Yang jelas, posisi-posisi menteri dan ketua komisi DPR yang berkaitan dengan kebijakan kerakyatan bisa saja menjadi modal politik bagi partai berlambang kepala burung Garuda tersebut.

Namun, pertanyaan lain pun timbul. Mengapa gagasan atas posisi-posisi menteri ini kembali mencuat setelah Gerindra gagal mendapatkan kursi ketua DPR? Padahal, proposal konsep ketahanan pangan dan energi itu telah lama diungkapkan oleh Gerindra sejak bulan Juli lalu.

Permainan Bayesian

Mencuatnya kembali gagasan bahwa Gerindra akan mendapatkan porsi jabatan menteri dalam kabinet Jokowi 2.0 bisa jadi merupakan bagian dari permainan politik. Pasalnya, ide ini kembali mencuat setelah komunikasi antara Prabowo dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri berujung pada gagalnya upaya partai tersebut dalam mengambil posisi ketua MPR.

Baca juga :  “Parcok” Kemunafikan PDIP, What's Next?

Permainan politik yang dimainkan oleh Gerindra ini bisa jadi merupakan permainan sinyal (signaling games). Permainan sinyal ini biasanya terjadi dalam kondisi permainan ala Bayesian – di mana informasi yang tidak lengkap menyertai kedua pemain.

Permainan Bayesian ini lebih berfokus pada teori permainan (game theory) yang dilakukan pada tingkatan retorika. Asu Ozdaglar dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dalam salah satu kuliahnya menjelaskan bahwa ketidaklengkapan informasi ini terjadi karena pemain-pemain retorika tidak mengetahui sifat pemain lawan, seperti preferensi-preferensinya.

Joel Sobel dari University of California, San Diego, dalam tulisannya yang berjudul Signaling Games menjelaskan bahwa permainan sinyal ini dilakukan dalam kondisi strategis tertentu dengan menggunakan tindakan-tindakan pemain lainnya guna mendapatkan informasi yang tersembunyi. Di tengah-tengah ketidaktahuan ini, pemain biasanya akan mengirimkan penawaran tertentu dan lawan bisa saja menerima atau menolak penawaran tersebut.

Permainan sinyal seperti ini tengah dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam menghadapi Tiongkok yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping dalam Perang Dagang yang tengah terjadi. Jake MccGwire dalam tulisannya yang berjudul A Game Theory Analysis of Donald Trump’s Proposed Tariff on Chinese Exports menjelaskan bahwa pemerintah AS tidak mengetahui secara komplit atas sifat Tiongkok dalam kebijakan dagangnya.

Akibatnya, pemerintah AS harus berhadapan dengan dua sifat Tiongkok yang berbeda, yakni Tiongkok yang agresif dan Tiongkok yang taktis. Kedua sifat ini tentunya membutuhkan dua respons yang berbeda.

Lantas, bagaimana dengan permainan Bayesian yang dihadapi oleh Gerindra?

Gerindra bisa jadi tengah berhadapan dengan aktor politik lain yang tidak sepenuhnya dikenalnya. Megawati misalnya, menjadi sosok yang dekat dengan Prabowo beberapa bulan lalu – disertai dengan politik “kumpul kebo” (kumbo) – tetapi kini berujung pada kekecewaan Gerindra setelah terjadi komunikasi antara keduanya terkait ketua MPR.

Bisa jadi, kekecewaan Prabowo merupakan bentuk tidak lengkapnya informasi yang dimilikinya atas lawan politiknya. Melalui pengungkapan kembali atas keinginan posisi-posisi menteri, Gerindra bisa saja tengah berupaya untuk meraba-raba kembali atas sifat lawan politiknya.

Meski begitu, adanya permainan Bayesian yang dimainkan oleh Gerindra ini belum dapat dipastikan tengah terjadi. Yang jelas, beberapa pihak menilai bahwa Prabowo merasa kesal atas kegagalan partainya menduduki kursi ketua MPR.

Mungkin, apa yang dirasakan oleh Prabowo tergambarkan dalam lirik penyanyi Justin Timberlake di awal tulisan. Kode atas sifat lawan negosiasinya belum dapat sepenuhnya dipecahkan. Menarik untuk dinanti kelanjutannya. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?