HomeHeadlineSiasat Demokrat Pepet Gerindra di Pilkada?

Siasat Demokrat Pepet Gerindra di Pilkada?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Partai Demokrat tampak memainkan manuver unik di Pilkada 2024, khususnya di wilayah-wilayah kunci dengan intrik tarik-menarik kepentingan parpol di kubu pemenang Pilpres, Koalisi Indonesia Maju (KIM). Lantas, mengapa Partai Demokrat melakukan itu dan bagaimana manuver mereka dapat mewarnai dinamika politik daerah yang berpotensi merambah hingga nasional serta Pilpres 2029 nantinya?


PinterPolitik.com

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Partai Demokrat kiranya benar-benar mempersiapkan strategi khusus. Utamanya dengan menjadikan keberpihakan di Pilkada 2024, daan keselarasan dengan Partai Gerindra tampak menjadi salah satu formulanya.

Kendati tak serta merta dapat dikatakan memengaruhi relasi politik secara langsung di level nasional dengan parpol lain, keberpihakan Partai Demokrat di Pilkada wilayah kunci atau yang kerap disebut “prioritas” karena menjadi etalase politik nasional cukup menarik.

Sejauh ini, dukungan resmi Partai Demokrat di wilayah kunci Pilkada 2024 pun kiranya dapat diinterpretasi. Di Pulau Jawa, Partai Demokrat resmi mendukung tiga kandidat yang merupakan kader dan atau turut diusung Partai Gerindra, termasuk yang diperkuat kader mereka sendiri Emil Dardak di Jawa Timur sebagai calon wakil gubernur.

Mereka adalah Andra Soni-Dimyati Natakusumah di Pilgub Banten, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak di Pilgub Jawa Timur (Jatim), serta duet kontroversial Ahmad Riza Patria-Marshel Widianto di Pilwalkot Tangerang Selatan (Tangsel).

Lalu, benarkah Partai Demokrat melakukan manuver keberpihakan yang seolah mengekor Partai Gerindra di Pilkada 2024? Jika benar, mengapa mereka melakukan itu?

Pilihan Mudah AHY?

Selain Banten, Tangsel, dan Jatim, wilayah kunci lain di Pilkada 2024 edisi Pulau Jawa, terutama level gubernur, sepertinya akan memperlihatkan Partai Gerindra ft. Partai Demokrat.

Di Jawa Barat, Partai Demokrat sepertinya tak keberatan untuk turut mendukung kader Partai Gerindra Dedi Mulyadi yang memang memiliki potensi kuat. Sementara itu, di Jawa Tengah, Partai Demokrat juga tampak akan berada di belakang Ahmad Luthfi yang telah resmi diusung Partai Gerindra.

Tinggal di Jakarta yang bisa jadi sangat menarik. Wacana Partai Gerindra akan berkongsi dengan PDIP untuk mengusung kandidat penantang Anies Baswedan tentu akan membuat AHY dan Partai Demokrat mudah mengikuti. Satu hal yang kiranya tak bisa dilepaskan dari presumsi sakit hati Demokrat atas pengkhianatan Anies jelang Pilpres 2024 lalu.

Baca juga :  Megawati Tumbangkan Pengaruh Jokowi-Anies

Namun, jika Partai Gerindra mengusung Anies, Partai Demokrat kiranya akan dilematis untuk menentukan langkah.

Setidaknya, gestur Partai Gerindra yang masih enggan menyatakan dukungan kepada Anies membuat psikologi politik di antara AHY-Demokrat dan Prabowo-Gerindra tetap terjaga hingga detik ini.

akhirnya demokrat punya menteri

Perkuat “Kebatinan Politik” AHY-Prabowo?

Tak bisa dipungkiri, satu hal yang membuat porsi Partai Demokrat dalam diskursus politik Indonesia menarik ke depan adalah sosok AHY. Terlebih, keterkaitannya dengan sinergi bersama Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra yang juga presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Dalam sebuah kesempatan pada akhir tahun lalu, Prabowo sempat menyebut AHY adalah salah satu pemimpin bangsa di masa yang akan datang.

Dinamika menjelang Pilpres 2024 yang dimulai saat AHY disebut dikhianati Anies Baswedan akibat gagal menjadi cawapres, membuat putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu berlabuh mendukung Prabowo.

AHY bak mendapat durian runtuh saat langkah itu dikatakan membuatnya dirangkul Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke kabinet. Ihwal yang kiranya dapat menjadi batu loncatan signifikan mengingat posisi menteri adalah jabatan publik pertama AHY setelah pensiun dini dari dinas keprajuritan.

Konstruksi keberlanjutan yang tampak terbangun dari dinamika yang eksis di antara Presiden Jokowi dengan Prabowo, SBY, termasuk AHY, pun, secara tak langsung agaknya telah menciptakan kondisi kebatinan politik tersendiri bagi sang Ketum Partai Demokrat itu.

Dalam hal ini untuk membawa langkah partainya selaras dengan partai besutan Prabowo, hingga di ajang Pilkada 2024.

Dalam dunia politik, keputusan yang diambil oleh aktor politik sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pertimbangan emosional.

Istilah “kebatinan politik” sendiri mencerminkan dimensi emosional dan spiritual yang berperan dalam interaksi dan keputusan politik.

Baca juga :  Segitiga Besi Megawati

Mengacu pada affective intelligence theory yang dikembangkan oleh Russell Neuman, George E. Marcus, Michael MacKuen, emosi disebut memengaruhi proses kognitif dan keputusan politik.

Misalnya, rasa takut dapat memicu perhatian dan pemikiran lebih mendalam, sementara rasa kepuasan dapat memperkuat status quo.

Dalam konteks kebatinan politik, emosi positif seperti kepercayaan dan penghargaan di antara aktor politik dapat meningkatkan kerjasama dan stabilitas aliansi.

Di samping itu, kesamaan latar belakang sebagai prajurit di antara Prabowo dan AHY sendiri agaknya menjadi variabel lain yang mempertebal kebatinan politik di antara mereka, terlebih yang ada di persepsi AHY.

Selain landasan idealis tersebut, rasionalisasi AHY dan Partai Demokrat yang seolah mengekor Prabowo dan Partai Gerindra kiranya juga dipantik oleh sejumlah hal pragmatis.

kalahkan anies misi ahy demokrat

Zona Nyaman, AHY-Demokrat Bertahan?

Landasan pragmatis pertama kiranya berkaitan erat dengan Partai Demokrat yang justru seolah nothing to lose karena tidak memiliki kader terbaik, selain Emil Dardak, di Pilkada wilayah “kunci” atau “prioritas” yang jadi etalase politik nasional.

Kedua, keselarasan dengan Prabowo dan Partai Gerindra bisa saja mempermudah misi AHY dan Partai Demokrat di pemerintahan 2024-2029. Termasuk dalam konteks klimaksnya, yakni Pilpres 2029 di mana AHY berpeluang menjadi cawapres atau bahkan capres elektabilitasnya mumpuni dan direstui Prabowo.

Ketiga, terdapat persaingan tak terlihat dengan Anies, plus Ridwan Kamil (RK) untuk 2029 dan seterusnya. Itu yang kiranya membuat Partai Demokrat sempat menyuarakan Heru Budi Hartono untuk maju di Pilkada Jakarta, meski ada opsi RK.

Selain Anies, dalam perspektif AHY dan Partai Demokrat, RK sendiri bisa saja dianggap sebagai pesaing dalam regenerasi calon pemimpin bangsa di masa mendatang.

Namun, penjabaran di atas merupakan interpretasi semata berdasarkan sejumlah variabel dan gestur politik yang eksis saat ini.

Sekali lagi, satu hal yang menarik, keselarasan AHY-Partai Demokrat dan Prabowo-Partai Gerindra yang mungkin akan membentuk dinamika politik nasional ke depan kiranya akan dipertaruhkan di Pilkada Jakarta 2024. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?