Dengarkan artikel ini:
Ahok tiba-tiba angkat bicara soal korupsi Pertamina, memunculkan dugaan siasat politik. Mengacu pada konsep blame avoidance dan UU PT, mungkinkah ini bisa jadi upaya penghindaran?
โMungkin, ada yang nganggap saya itu macan ompong di Pertamina karena nggak jadi dirutโ โ Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok
Kenny menyesap kopinya yang masih mengepul sambil menggulir layar ponselnya. Matanya terpaku pada tajuk berita yang menghebohkan pagi itu: โAhok Siap Bongkar Korupsi Pertamina!โ
Dahinya berkerut, membaca pernyataan mantan Komisaris Utama (Komut) Pertamina itu yang penuh kemarahan. โBiasalah, Ahok marah-marah lagi,โ gumamnya pelan, mengingat gaya bicara pria itu yang memang selalu meledak-ledak.
Namun, kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Ahok tak sekadar mengomel, tapi juga mengancam akan membongkar siapa saja yang terlibat dalam pusaran korupsi yang mengguncang Pertamina.
Kenny menghela napas panjang. โKenapa baru sekarang?โ pikirnya, mengingat Ahok telah menjabat sebagai Komut sejak 2019 hingga 2024. Selama lima tahun itu, tak ada gebrakan besar seperti ini.
Ia menaruh cangkirnya di meja, mencoba mencerna situasi. Apakah Ahok benar-benar baru mengetahui semua ini? Ataukah ada sesuatu yang membuatnya baru berani bicara sekarang?
Politik adalah dunia yang penuh intrik, dan Kenny sangat menyadarinya. Bisa jadi ada siasat di balik sikap Ahok kali iniโentah sebagai bentuk perlawanan, atau justru bagian dari permainan yang lebih besar.
Sambil terus membaca berita, pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Mengapa Ahok baru bicara sekarang? Mungkinkah ada siasat politik di balik semua ini?
Blame Avoidance ala Ahok?
Kenny kembali menatap layar ponselnya, membaca berita yang semakin ramai membahas pernyataan Ahok. Kali ini, ia mencoba melihat lebih dalam: apakah ada motif politik di balik kemunculan mantan Komut Pertamina itu?
Ia teringat sebuah konsep dalam politik yang pernah ia baca dalam jurnal akademis R. Kent Weaver berjudul โThe Politics of Blame Avoidanceโ. Dalam jurnal itu, Weaver menjelaskan bahwa para aktor politik sering berusaha menghindari atau mengalihkan kesalahan dengan berbagai strategi. Salah satunya adalah menyalahkan pihak lain.
Kenny mengernyit, mencoba mengaitkan teori itu dengan situasi yang sedang berkembang. Bisa jadi Ahok kini berusaha menjaga citranya dengan membongkar skandal, seolah-olah ia bukan bagian dari masalah yang selama ini terjadi di Pertamina.
Jika memang ada permainan politik, pertanyaannya adalah: siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Kenny menduga, Ahok mungkin sedang membangun kembali pengaruhnya di dunia politik, atau ada pihak lain yang sengaja memanfaatkan momentumnya.
Dalam politik, timing adalah segalanya. Jika Ahok bicara sekarang, berarti ada sesuatu yang membuatnya merasa ini adalah waktu yang tepatโentah untuk menyerang lawan, melindungi diri, atau membuka jalan menuju panggung yang lebih besar.
Kenny menarik napas dalam, mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mungkinkah ini hanya upaya menghindari kesalahan, seperti yang dikatakan Weaver, atau ada rencana yang lebih besar di balik kemunculan Ahok di media?
Ia kembali menyeruput kopinya yang mulai dingin. Politik memang penuh teka-teki, dan sekali lagi, Kenny bertanya-tanya: apakah ini sebuah keberanian, atau sekadar strategi untuk menghindari tudingan?
Ahok Bisa Tetap Kena?
Kenny menghela napas panjang saat membaca berita terbaru tentang skandal korupsi Pertamina yang menyeret Riva Siahaan dkk. Ia bertanya-tanya, apakah Ahok benar-benar bersih dalam kasus ini, atau ada kemungkinan ia ikut terseret secara hukum?
Sebagai mantan Komut Pertamina, Ahok memiliki peran besar dalam pengawasan perusahaan. Menurut Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), Dewan Komisaris bertugas mengawasi kebijakan pengurusan dan jalannya perusahaan.
Kenny mulai berpikir lebih dalam. Jika terjadi korupsi dalam tubuh Pertamina, bagaimana mungkin Ahok sebagai Komut tidak mengetahuinya?
UU PT juga mengatur dalam Pasal 114 ayat (2) bahwa Dewan Komisaris wajib dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan. Artinya, Ahok tidak bisa begitu saja lepas tangan jika terjadi penyimpangan dalam perusahaan yang dia awasi.
Kenny menyesap kopinya yang mulai dingin, mencoba memahami konsekuensi hukumnya. Jika terbukti ada kelalaian dalam pengawasan, Pasal 114 ayat (3) menyebut bahwa anggota Dewan Komisaris bisa ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang dialami perusahaan.
Semakin ia memikirkan ini, semakin jelas bahwa Ahok berada dalam posisi yang tidak mudah. Apakah kemunculannya di media baru-baru ini adalah bentuk keberanian, atau justru langkah strategis untuk menghindari kesalahan?
Kenny menutup ponselnya dan menghela napas. Tidak menutup kemungkinan, Ahok baru bicara sekarang sebagai upaya menyelamatkan diri sebelum situasi semakin memburuk. (A43)