HomeNalar PolitikSiapa 'Peternak' Fahri?

Siapa ‘Peternak’ Fahri?

                  “The real rulers in Washington are invisible, and exercise power from behind the scene” – Felix Frankfurter.


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]J[/dropcap]ika diterjemahkan kata-kata felix Frankfurter memiliki arti, “Penguasa sebenarnya di Washington, tak terlihat. Sebab mereka beraksi di balik layar.” Pengacara dan praktisi hukum asal Amerika Serikat tersebut benar adanya. Penguasa kuat meminjam raga orang lain untuk bekerja sesuai kemauannya. Orang yang berada di bawah sang ‘penguasa’, lazim disebut gila bahkan lekat dengan kontroversi, padahal mungkin ia hanya sedang menjalankan perintah ‘atasan’.

Dalam dunia politik Indonesia, kita memang memiliki pengetahuan terbatas soal penguasa yang berada di balik layar. Namun begitu, bukan berarti kita tak bisa mendeteksi ‘jongos’-nya. Perhatikan tokoh kontroversial dalam dunia politik negeri. Bisa jadi tindak-tanduknya memang sudah dijamin dan digaransi oleh penguasa yang tak terihat itu.

Menyebut politikus kontroversial, pasti sulit jika tak menyebut nama Fahri Hamzah. Bagaimana tidak? Sepanjang karir politiknya Fahri hampir selalu mengeluarkan pernyataan yang gila, kalau tak ingin dikatakan bodoh.

sumber: istimewa

Kabar terakhir yang datang tentang Fahri menyebut, Wakil Ketua DPR itu secara sepihak meresmikan perpanjangan masa kerja Pansus Hak Angket. Padahal, di ruangan banyak suara-suara penolakan dan interupsi, tapi Fahri malah langsung mengetuk palu dan sama sekali tak mengakomodir suara keberatan itu. Hari-hari berikutnya, Fahri banyak dikritik dan dianggap melanggar kode paripurna DPR dan Pansus Hak Angket.

Tapi seperti tak terjadi apa-apa, Fahri terus saja berjalan aman, tanpa beban. Tingkahnya yang banyak buat orang mengelus dada itu, pasti dilindungi ‘penguasa besar’. Nah, kira-kira siapa orang yang berada di balik Fahri Hamzah selama ini?

Fahri, Koboi Tanpa Partai

Fahri saat ini memang menduduki posisi yang powerful di kursi pemerintahan, bersama dengan Fadli Zon, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan. Di atas mereka, ada si famous Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI.

Namun apa yang membedakan posisi Fahri dengan Wakil Ketua DPR RI lainnya? Posisi Fahri berpolemik sebab hanya ia yang tak dinaungi partai politik. Awalnya Fahri naik ke kursi pemerintahan bersama dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun karena sikapnya terus berseberangan dengan PKS mengenai hak angket KPK, ia didepak.

Mengapa menjadi polemik? Sebab dengan dipecatnya Fahri dari PKS, maka jabatannya di kursi dewan secara otomatis gugur, sebab ia telah kehilangan legitimasi politik dari PKS. Bagaimana pun juga kondisi parlemen di Indonesia tetap masih bergantung pada pada keputusan partai. Namun, lihat apa yang terjadi pada Fahri. Ia masih aman duduk di singgasananya tanpa partai apapun.

Dari pemecatan PKS, Fahri terus menghabiskan waktunya berdebat dan berseberangan dengan parpol itu. Ia makin menjadi lawan KPK dan bahkan menjadi inisiator hak angket KPK karena permintaannya untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam ditolak. Mulai dari sana, Fahri resmi menjadi pionir terdepan menyatakan perang dengan KPK secara terbuka.

Baca juga :  Siasat Rahasia Prabowo-Sri Mulyani?

Mulut Fahri tak kalah pedas dan ngawur-nya. Aktif di media sosial, terutama Twitter, membuatnya sering dijadikan target kemarahan karena cuitannya yang asbun (asal bunyi). Mulai dari mengatakan peringatan Hari Santri itu sinting, menyebut pahlawan devisa atau TKI ‘mengemis jadi babu’, hingga memasang badan untuk menaikan gaji anggota DPR dan pembangunan gedung baru DPR di tengah isu korupsi dan tak produktifnya wakil rakyat.

Dengan atau tanpa keberadaan partai politik yang memberinya legitimasi kekuasaan, ternyata Fahri tetaplah bisa berkata dan berbuat sesuka hatinya. Tentu saja ia tak bisa melenggang semudah itu, jika tak ada yang membekingi di belakangnya. Bukan sebuah rahasia pula jika Fahri adalah ‘produk ternak’ dari seorang penguasa atau peternak politik (political entrepreneur). Sosok kuat yang kerap berada di balik layar, yang mendapatkan untung dari tragedi dan peristiwa politik tertentu.

Peternak Politik: Dulang Untung dari Tragedi

Istilah peternak politik atau political entrepreneur barangkali sama sekali tak familiar di Indonesia. Namun begitu, diam-diam dan pasti kelompok ini kerap meninggalkan jejak yang dahsyat, bila tak mengerikan.

B. Herry Priyono, dosen Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara berkata, permainan peternak politik yang bisa dilihat baru-baru ini adalah mengipas fobia kebangkitan komunisme dan paham kiri. Isu komunisme dan fobia PKI itu tentu ditiup bukan tanpa tujuan. Meringsek sosok Presiden Jokowi sekaligus pemerintahannya dan mengamankan kekuasaan Keluarga Cendana dan Militer Indonesia, disinyalir menjadi keuntungannya.

Sama halnya dengan gelaran Pilkada Jakarta 2017 lalu. Sentimen agama dikipas secara kalap demi memenangkan kandidat tertentu. Sudahlah keyakinan massal berubah, Indonesia dirusak dengan bensin kebencian. Begitu pula dengan kasus kerusuhan Mei 1998 yang memakan ratusan bahkan ribuan korban jiwa atas sentimen etnis yang dimainkan. Ada pihak yang ‘buntung’ dan yang untung dalam tiap tragedi politik, sebab ada peternak politik di belakangnya.

Di Amerika Serikat, tokoh lowkey yang dikenal sebagai pelaku political entrepreneur adalah George Soros. Milyuner ini di permukaan memang terlihat progresif, anti perang, dan pro terhadap hak perempuan. Namun di balik keberpihakannya itu, tersembunyi kepentingan bisnis hedge fund (bisnis kelas atas) bernama Soros Fund Management, yang membutuhkan iklim politik yang stabil demi keberlangsungan bisnisnya.

Di Amerika, di mana penjualan senjata digawangi negara, sedikit banyak membuat bisnis Soros gamang. Maka dari itu, ia membangun media-media berita dan menurunkan jurnalis di lokasi konflik, di mana senjata dari Amerika didistribusikan dan Amerika menjadi dalang. Salah satu media milik Soros yang terkenal adalah Democracy Now, Allan Nairn merupakan salah satu jurnalis yang berada di bawah naungan Soros. Ini bisa dihubungkan dengan penelitian Allan Nairn mengenai kiprah militer Indonesia yang kerap bergandengan dengan Amerika sebagai ‘mentor’. Penelitian Nairn, merupakan cara Soros melacak kisruh yang mengombang-ambing bisnisnya.

Baca juga :  Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Soros sebagai peternak politik, tak selalu tampil di muka atau di depan layar untuk menunjukan pengaruh besarnya. Cukup bekerja di belakang layar, ia bisa menggerakan ‘pion-pionnya’ atau yang bekerja di bawahnya untuk menjalankan misi menenangkan keadaan politik agar bisnisnya bisa terus berjalan. Dengan begitu, ia mendulang banyak kapital dari dari sana.

Siapa Peternak Fahri?

Merunut apa yang dilakukan peternak politik, kini kita harus menebak-nebak, siapakah peternak politik di belakang Fahri? Seperti yang kita ketahui, Fahri dulunya adalah kader PKS. Walaupun sudah resmi dipecat, ia nyatanya masih erat dengan Anis Matta. Sekretaris Jenderal PKS itu bisa saja melindungi tingkah Fahri selama ini. Namun, apakah Anis cukup kuat? Sayangnya, Anis tak memiliki kuasa cukup besar untuk mengendalikan Fahri. Sosok Anis di PKS ‘hanya’ duduk di kursi sekjen dan ia juga bukanlah orang terkaya di sana.

sumber: istimewa

Bagaimana dengan Jusuf Kalla? Mantan Ketua Umum Golkar satu ini sangat dihormati Fahri. Dalam suatu kesempatan pidato, di mana ada JK di dalamnya, Fahri mengucapkan maaf karena suaranya yang serak saat membuka acara. Fahri bahkan menambahkan jika seraknya itu merupakan pertanda untuk lebih banyak bekerja dibandingkan berdebat. Entah apa di balik pernyataan Fahri tersebut, namun rasa hormat yang ditunjukan seolah berisi sindiran pula. Sebab di waktu yang lain, Fahri pernah beberapa kali menuntut Wakil Presiden itu mengenai kementerian baru dan meminta JK untuk elbih responsif dengan kegelisahan rakyat. Sikap tersebut tentu tak mungkin ditujukan kepada peternaknya. Jika JK benar ada di belakang Fahri, tentu semestinya laki-laki ‘ceriwis’ itu tak akan berani ‘menjawil’ sikap JK.

Dengan demikian, sosok Anis Matta dan JK, besar kemungkinan bukanlah peternak politik yang berada di belakang Fahri. Namun yang perlu diingat dan dipahami, sosok political entrepreneur di belakang Fahri bukanlah makhluk imajiner apalagi gaib. Ia mungkin saja tak terlihat karena berada di balik layar, namun pengaruhnya kuat menancap di pemerintahan hingga mampu menahan Fahri di posisi saat ini.

Tokoh tersebut bahkan dapat menjamin legitimasi politik Fahri menggantikan PKS dan menjamin tindak-tanduk Fahri dalam parlemen. Kalau sudah begini, kita hanya bisa menebak-nebak, siapakah peternak politik yang mampu membuat koboi parlemen itu tetap hidup. Berikan pendapatmu. (Berbagai Sumber/A27)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Jangan Remehkan Golput

Golput menjadi momok, padahal mampu melahirkan harapan politik baru. PinterPolitik.com Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 tunai sudah. Kini giliran analisis hingga euforia yang tersisa dan...

Laki-Laki Takut Kuota Gender?

Berbeda dengan anggota DPR perempuan, anggota DPR laki-laki ternyata lebih skeptis terhadap kebijakan kuota gender 30% untuk perempuan. PinterPolitik.com Ella S. Prihatini menemukan sebuah fakta menarik...

Menjadi Pragmatis Bersama Prabowo

Mendorong rakyat menerima sogokan politik di masa Pilkada? Prabowo ajak rakyat menyeleweng? PinterPolitik.com Dalam pidato berdurasi 12 menit lebih beberapa menit, Prabowo sukses memancing berbagai respon....