Kabar majunya Khofifah Indar Parawansa ke Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun depan sudah santer terdengar, apakah ini pertanda akan terjadi perombakan kabinet?
PinterPolitik.com
“Orang yang mengatakan bahwa kekuasaan tidak memunculkan kecanduan pasti belum benar-benar berkuasa.” ~ Dan Brown
[dropcap size=big]I[/dropcap]su mengenai perombakan kabinet (reshuffle) sudah sangat sering berhembus. Namun hingga kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepertinya masih belum memberikan sinyal pasti. Hanya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saja yang menyatakan kalau perombakan kabinet kemungkinan besar akan terjadi pada Oktober ini, mengingat pos Kementerian Sosial akan ditinggal oleh Khofifah Indar Parawansa yang berniat maju di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada Jatim).
Walau JK sudah menyatakan kalau perombakan kabinet pasti akan terjadi, namun Jokowi sendiri kelihatannya masih belum mau melepaskan menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. Sikap ini terlihat dari jawaban Jokowi yang mengatakan kalau Khofifah masih belum memberikan surat resmi pengunduran dirinya. Atas alasan itu pula, pada akhirnya isu perombakan kabinet pun kembali menguap.
Seperti yang kita ketahui, beberapa bulan belakangan Jokowi sempat mendapatkan tekanan dari banyak partai untuk melakukan pergantian di jajaran menterinya. Salah satunya, menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari adalah menteri di bidang ekonomi lantaran kinerjanya tidak memuaskan. Karena walaupun di atas kertas pertumbuhan ekonomi dinyatakan baik, namun kenyataannya tidak begitu.
Kinerja Jokowi dari 5 indikator ; pertumbuhan ekonomi, rasio utang, defisit anggaran, kemiskinan & pengangguran semuanya meleset dari target pic.twitter.com/iWKBiu0INH
— Cuma (@TuyulPeradaban) September 24, 2017
Beberapa nama lainnya, seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti dan Menteri BUMN Rini Soemarno sempat masuk daftar menteri yang diminta untuk diganti. Begitu juga ketika Partai Amanat Nasional (PAN) dianggap berkhianat karena ikut walk out saat disahkannya Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Parpol pendukung pemerintah, sempat mendesak Jokowi untuk mencopot Asman Abnur dari posisinya di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,.
Tekanan dan desakan yang dilakukan oleh partai politik (parpol), lebih banyak mengarah pada kepentingan-kepentingan politis mereka. Adanya ‘maksud lain’ dari tekanan ke menteri-menterinya tentu sudah terbaca oleh Jokowi. Sehingga tak heran bila mantan gubernur DKI Jakarta ini bertahan dan terlihat enggan kalau hak prerogatifnya tersebut didikte pihak lain. Namun bila Khofifah jadi mengundurkan diri, mau tidak mau, Jokowi harus melakukan perombakan kabinet. Siapa pantas gantikan Khofifah?
Bimbang Khofifah di Pilgub Jatim
“Politisi tidak pernah percaya akan ucapan mereka sendiri, karena itulah mereka sangat terkejut bila rakyat mempercayainya.” ~ Charles de Gaulle
Satu-satunya alasan mengapa hingga saat ini Jokowi masih mempertahankan Khofifah di kabinetnya, adalah karena belum adanya surat pengunduran resmi dari Menteri Sosial (Mensos) tersebut. Begitu juga dari pihak Khofifah sendiri yang selalu mengelak ketika ditanya ketegasannya, apakah akan maju mencalonkan diri di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim atau tidak. Ketidaktegasan ini membuat banyak spekulasi kalau Khofifah masih ragu melepaskan tanggung jawabnya di Kementerian.
Padahal, walau tidak diusung oleh parpolnya sendiri, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Khofifah sudah memiliki cukup suara dari parpol-parpol yang telah bersedia mengusungnya. Baik Partai Nasdem, Golkar, dan PPP telah mendeklarasikan dukungannya pada Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ini. Bahkan Partai Demokrat pun telah mengisyaratkan ketertarikannya. Lalu apa yang membuatnya bimbang?
Maju Pilgub Jatim, Khofifah: Daftar Dulu Baru Lapor Presiden https://t.co/2CWJMFRn5e
— Indo Breaking News (@IBNdotcom) October 3, 2017
Pilgub Jatim tahun depan memang termasuk unik, dari dua kandidat terkuat calon gubernur (cagub) yang ada, semuanya berasal dari partai yang sama. Namun rival Khofifah nantinya, yaitu Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul lah yang mendapat dukungan dari PKB serta para ulama sesepuh NU. Sehingga keinginan Khofifah untuk maju, sempat ditentang oleh ketua umumnya, Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Ditolak mentah-mentah partainya sendiri, tentu membuat mental mantan menteri pemberdayaan perempuan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini down. Apalagi alasan Cak Imin agar Khofifah tidak memaksakan diri menjadi cagub, adalah karena sudah tiga kali gagal. Menurut Cak Imin, akan lebih baik bila Khofifah fokus pada jabatannya sebagai menteri sosial. Tapi sepinya bursa kandidat Pilgub Jatim, tanpa Tri Rismaharini, juga memberikan peluang bagi dirinya untuk dapat memenangkan pertarungan kali ini.
Siapa Pengganti Khofifah?
“Demokrasi adalah pemerintahan yang diisi dengan banyak diskusi, namun demokrasi hanya efektif bila engkau mampu membuat orang lain tutup mulut.” ~ Clement Attlee
Seiring mendekatnya pendaftaran Pilkada Serentak 2018, sepertinya Khofifah mulai mendapatkan kepercayaan diri untuk maju mempertaruhkan peruntungannya. Meski suara dari empat parpol di atas cukup untuk membuat namanya masuk dalam bursa pencalonan, namun ia tetap mendaftarkan diri ke Partai Demokrat. Bila partai berlambang Mercy ini bersedia mengusungnya, maka dipastikan perlawanan Khofifah pada Gus Ipul akan berlangsung sengit.
Lalu bagaimana dengan kursi menteri sosial yang nantinya akan ditinggal oleh Khofifah? Banyak pengamat dan politikus yang berharap Jokowi mampu menemukan pengganti yang memiliki dedikasi tinggi setara Khofifah. Sejumlah nama pun kemudian mulai diajukan, bahkan ada rumor kalau berhentinya siaran Mata Najwa di Metrotivi karena sang pemiliknya, Najwa Shihab akan didapuk sebagai mensos untuk menggantikan Khofifah. Bahkan nama Agus Yudhoyono pun sempat diisukan.
Namun mungkinkah kedua nama di atas menjadi pengganti Khofifah? Wajarnya, karena Khofifah berasal dari PKB, maka penggantinya pun seharusnya dari partai yang sama. Sehingga kedua nama di atas akan mustahil untuk duduk menjadi mensos, kecuali kalau jatah PKB di kabinet memang sengaja dikurangi. Bila tidak, maka Jokowi harus mengacak ulang penempatan menteri-menterinya. Dengan artian, Jokowi benar-benar harus merombak kabinet, bukan hanya menggantikan satu menteri saja.
Padahal, Sekertaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan kalau saat ini Jokowi berharap para menteri lebih memperdalam dan mempercepat kinerja di kementeriannya masing-masing, terutama menjelang tahun politik mendatang. Oleh karena itu, Jokowi sepertinya enggan untuk mengganti posisi menteri yang ada. Sebab mengganti menteri, sama saja memperlambat kinerja kabinetnya secara keseluruhan. Apalagi satu kementerian akan terkait dengan kementerian yang lain.
Alasan yang sama pula yang diajukan oleh Khofifah, Kamis (28/9) lalu. Walau sudah berkonsolidasi dengan sejumlah partai, tapi ia tidak bisa langsung meninggalkan posnya begitu saja. Apalagi tahun 2018 mendatang, Kemensos mendapatkan peningkatan anggaran kesejahteraan masyarakat, sehingga ia harus memaksimalkan seluruh persiapan dari tugas-tugas kementerian yang menjadi tanggung jawabnya.
Bila benar begitu, maka kursi kosong Kemensos akan menjadi rebutan bagi para parpol. Keengganan Jokowi melepas Khofifah menjadi sikap yang dapat dipahami, begitu juga kebimbangan yang melanda inisiator Koperasi An-Nisa tersebut. Namun seperti juga yang diingatkan oleh sejumlah pihak, seperti Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, bila memang Khofifah sudah positif untuk maju di Pilgub Jatim, ia harus bersedia melepaskan perannya di pemerintahan. Jadi mampu kah Khofifah melakukannya? (R24)