HomeNalar PolitikSiapa Pantas Gantikan Khofifah?

Siapa Pantas Gantikan Khofifah?

Kabar majunya Khofifah Indar Parawansa ke Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun depan sudah santer terdengar, apakah ini pertanda akan terjadi perombakan kabinet?


PinterPolitik.com

“Orang yang mengatakan bahwa kekuasaan tidak memunculkan kecanduan pasti belum benar-benar berkuasa.” ~ Dan Brown

[dropcap size=big]I[/dropcap]su mengenai perombakan kabinet (reshuffle) sudah sangat sering berhembus. Namun hingga kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepertinya masih belum memberikan sinyal pasti. Hanya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saja yang menyatakan kalau perombakan kabinet kemungkinan besar akan terjadi pada Oktober ini, mengingat pos Kementerian Sosial akan ditinggal oleh Khofifah Indar Parawansa yang berniat maju di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada Jatim).

Walau JK sudah menyatakan kalau perombakan kabinet pasti akan terjadi, namun Jokowi sendiri kelihatannya masih belum mau melepaskan menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. Sikap ini terlihat dari jawaban Jokowi yang mengatakan kalau Khofifah masih belum memberikan surat resmi pengunduran dirinya. Atas alasan itu pula, pada akhirnya isu perombakan kabinet pun kembali menguap.

Seperti yang kita ketahui, beberapa bulan belakangan Jokowi sempat mendapatkan tekanan dari banyak partai untuk melakukan pergantian di jajaran menterinya. Salah satunya, menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari adalah menteri di bidang ekonomi lantaran kinerjanya tidak memuaskan. Karena walaupun di atas kertas pertumbuhan ekonomi dinyatakan baik, namun kenyataannya tidak begitu.

Beberapa nama lainnya, seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti dan Menteri BUMN Rini Soemarno sempat masuk daftar menteri yang diminta untuk diganti. Begitu juga ketika Partai Amanat Nasional (PAN) dianggap berkhianat karena ikut walk out saat disahkannya Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Parpol pendukung pemerintah, sempat mendesak Jokowi untuk mencopot Asman Abnur dari posisinya di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,.

Tekanan dan desakan yang dilakukan oleh partai politik (parpol), lebih banyak mengarah pada kepentingan-kepentingan politis mereka. Adanya ‘maksud lain’ dari tekanan ke menteri-menterinya tentu sudah terbaca oleh Jokowi. Sehingga tak heran bila mantan gubernur DKI Jakarta ini bertahan dan terlihat enggan kalau hak prerogatifnya tersebut didikte pihak lain. Namun bila Khofifah jadi mengundurkan diri, mau tidak mau, Jokowi harus melakukan perombakan kabinet. Siapa pantas gantikan Khofifah?

Baca juga :  Jokowi Ngapain Aja Pasti Salah?

Bimbang Khofifah di Pilgub Jatim

“Politisi tidak pernah percaya akan ucapan mereka sendiri, karena itulah mereka sangat terkejut bila rakyat mempercayainya.” ~ Charles de Gaulle

Satu-satunya alasan mengapa hingga saat ini Jokowi masih mempertahankan Khofifah di kabinetnya, adalah karena belum adanya surat pengunduran resmi dari Menteri Sosial (Mensos) tersebut. Begitu juga dari pihak Khofifah sendiri yang selalu mengelak ketika ditanya ketegasannya, apakah akan maju mencalonkan diri di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim atau tidak. Ketidaktegasan ini membuat banyak spekulasi kalau Khofifah masih ragu melepaskan tanggung jawabnya di Kementerian.

Padahal, walau tidak diusung oleh parpolnya sendiri, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Khofifah sudah memiliki cukup suara dari parpol-parpol yang telah bersedia mengusungnya. Baik Partai Nasdem, Golkar, dan PPP telah mendeklarasikan dukungannya pada Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ini. Bahkan Partai Demokrat pun telah mengisyaratkan ketertarikannya. Lalu apa yang membuatnya bimbang?

Pilgub Jatim tahun depan memang termasuk unik, dari dua kandidat terkuat calon gubernur (cagub) yang ada, semuanya berasal dari partai yang sama. Namun rival Khofifah nantinya, yaitu Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul lah yang mendapat dukungan dari PKB serta para ulama sesepuh NU. Sehingga keinginan Khofifah untuk maju, sempat ditentang oleh ketua umumnya, Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Ditolak mentah-mentah partainya sendiri, tentu membuat mental mantan menteri pemberdayaan perempuan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini down. Apalagi alasan Cak Imin agar Khofifah tidak memaksakan diri menjadi cagub, adalah karena sudah tiga kali gagal. Menurut Cak Imin, akan lebih baik bila Khofifah fokus pada jabatannya sebagai menteri sosial. Tapi sepinya bursa kandidat Pilgub Jatim, tanpa Tri Rismaharini, juga memberikan peluang bagi dirinya untuk dapat memenangkan pertarungan kali ini.

Siapa Pengganti Khofifah?

“Demokrasi adalah pemerintahan yang diisi dengan banyak diskusi, namun demokrasi hanya efektif bila engkau mampu membuat orang lain tutup mulut.” ~ Clement Attlee

Seiring mendekatnya pendaftaran Pilkada Serentak 2018, sepertinya Khofifah mulai mendapatkan kepercayaan diri untuk maju mempertaruhkan peruntungannya. Meski suara dari empat parpol di atas cukup untuk membuat namanya masuk dalam bursa pencalonan, namun ia tetap mendaftarkan diri ke Partai Demokrat. Bila partai berlambang Mercy ini bersedia mengusungnya, maka dipastikan perlawanan Khofifah pada Gus Ipul akan berlangsung sengit.

Baca juga :  Menguji "Otot Politik" Andika Perkasa

Lalu bagaimana dengan kursi menteri sosial yang nantinya akan ditinggal oleh Khofifah? Banyak pengamat dan politikus yang berharap Jokowi mampu menemukan pengganti yang memiliki dedikasi tinggi setara Khofifah. Sejumlah nama pun kemudian mulai diajukan, bahkan ada rumor kalau berhentinya siaran Mata Najwa di Metrotivi karena sang pemiliknya, Najwa Shihab akan didapuk sebagai mensos untuk menggantikan Khofifah. Bahkan nama Agus Yudhoyono pun sempat diisukan.

Namun mungkinkah kedua nama di atas menjadi pengganti Khofifah? Wajarnya, karena Khofifah berasal dari PKB, maka penggantinya pun seharusnya dari partai yang sama. Sehingga kedua nama di atas akan mustahil untuk duduk menjadi mensos, kecuali kalau jatah PKB di kabinet memang sengaja dikurangi. Bila tidak, maka Jokowi harus mengacak ulang penempatan menteri-menterinya. Dengan artian, Jokowi benar-benar harus merombak kabinet, bukan hanya menggantikan satu menteri saja.

Padahal, Sekertaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan kalau saat ini Jokowi berharap para menteri lebih memperdalam dan mempercepat kinerja di kementeriannya masing-masing, terutama menjelang tahun politik mendatang. Oleh karena itu, Jokowi sepertinya enggan untuk mengganti posisi menteri yang ada. Sebab mengganti menteri, sama saja memperlambat kinerja kabinetnya secara keseluruhan. Apalagi satu kementerian akan terkait dengan kementerian yang lain.

Alasan yang sama pula yang diajukan oleh Khofifah, Kamis (28/9) lalu. Walau sudah berkonsolidasi dengan sejumlah partai, tapi ia tidak bisa langsung meninggalkan posnya begitu saja. Apalagi tahun 2018 mendatang, Kemensos mendapatkan peningkatan anggaran kesejahteraan masyarakat, sehingga ia harus memaksimalkan seluruh persiapan dari tugas-tugas kementerian yang menjadi tanggung jawabnya.

Bila benar begitu, maka kursi kosong Kemensos akan menjadi rebutan bagi para parpol. Keengganan Jokowi melepas Khofifah menjadi sikap yang dapat dipahami, begitu juga kebimbangan yang melanda inisiator Koperasi An-Nisa tersebut. Namun seperti juga yang diingatkan oleh sejumlah pihak, seperti Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, bila memang Khofifah sudah positif untuk maju di Pilgub Jatim, ia harus bersedia melepaskan perannya di pemerintahan. Jadi mampu kah Khofifah melakukannya? (R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...