HomeHeadline“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Setelah pada awal April lalu, Juru Bicara DPP PKS Ahmad Mabruri menyiratkan tak ingin “menurunkan derajat” Anies Baswedan dengan keengganan partai mengusungnya di Pilkada Jakarta 2024, kemarin, Presiden PKS Ahmad Syaikhu menegaskan hal serupa.

Sikap yang seolah menutup pintu rapat peluang kolaborasi ini tentu menarik karena PKS dan Anies seolah memiliki chemistry dan frekuensi yang sama, bahkan sejak Pilkada DKI Jakarta 2017.

Apalagi, saat berkaca pada Partai NasDem – rekan satu koalisi di Pilpres 2024 PKS – yang menyatakan masih terbuka untuk mengusung Anies di Jakarta, kendati memiliki kader potensial lain seperti Ahmad Sahroni.

Lalu, pertanyaan sederhananya adalah mengapa PKS mengambil sikap itu dan apakah sikap tersebut akan teguh dipertahankan?

PKS Terjebak Ilusi?

Satu kemungkinan yang terjadi adalah secara kolektif, PKS mengalami salah satu atau dua kondisi, yakni ilusi kendali (illusion of control) dan ilusi superioritas (illusory superiority).

Fenomena ilusi kendali merupakan bias yang terjadi ketika individu atau bahkan kumpulan individu dalam kelompok meyakini diri mereka memiliki kendali atas situasi yang berada di luar jangkauan pengaruhnya.

Serupa tapi tak sama, ilusi superioritas adalah kecenderungan untuk merasa lebih baik atau lebih kompeten daripada yang sebenarnya.

Hal itu agaknya dapat ditarik dari postulat di balik sikap PKS yang dikemukakan Ahmad Syaikhu. Dirinya menyatakan PKS adalah pemenang legislatif Jakarta 2024 dan menganggap selayaknya kader mereka pula yang memimpin mantan Ibu Kota Negara.

Baca juga :  Sekamar dengan “Prabowo” Simbol Politik Anies?

Memang, kemenangan PKS di legislatif Jakarta edisi 2024 bisa dikatakan cukup fantastis. Hanya berada di peringkat ketiga pada 2019, PKS menyalip Partai Gerindra dan PDIP sekaligus untuk menguasai jumlah kursi di Kebon Sirih.

Sayangnya, kader PKS yang muncul di internal sebagai kandidat Gubernur Jakarta adalah pendahulu Syaikhu, yakni Sohibul Iman.

Kendati merupakan politisi kawakan PKS yang dihormati, menyiapkan nama Sohibul Iman untuk bertarung di Jakarta kiranya cukup irasional dalam formula matematika politik apapun. Baik dari segi popularitas, tingkat kesukaan, maupun elektabilitas.

Di titik inilah ilusi kendali maupun ilusi superioritas bukan tidak mungkin dialami PKS. Karena bagaimanapun Jakarta adalah medan laga yang sangat berat, setidaknya sejak Joko Widodo (Jokowi) turun gelanggang di edisi 2012 silam.

Kendati demikian, kecil kemungkinan PKS tidak menyadari hal tersebut. Sesuatu yang turut menegasikan sebagian dari hipotesa ilusi kendali dan superioritas.

Lalu, apa yang sebenarnya ingin dituju PKS dari keengganan mengusung Anies di Jakarta?

pks tantang ridwan kamil

Incar Kursi Cawagub?

Sekali lagi, dalam proses politik yang tengah memanas dan situasi serta keputusan masing-masing aktor yang dibuat dalam “ruang-ruang tertutup” atau yang beken dengan istilah smoke filled room, PKS bisa saja di panggung depan sengaja menampilkan keengganan mengusung Anies, atau kandidat lainnya sebagai DKI-1.

Motifnya utamanya tak lain adalah demi daya tawar politik tertinggi. Saat terus menyebut sebagai penguasa legislatif Jakarta dan memiliki kader yang mereka anggap mumpuni untuk memimpin Jakarta, tentu ada pesan yang ingin disampaikan PKS kepada para aktor politik lain.

Dengan presumsi bahwa mengusung Sohibul Iman, atau kader lain seperti Mardani Ali Sera, kurang logis secara matematika politik, PKS bisa saja telah menyiapkan skenario sesungguhnya di belakang panggung.

Baca juga :  Giant Mangrove Wall vs Giant Sea Wall

Opsi menguasai eksekutif dan legislatif Jakarta sekaligus masih bisa didapat PKS dengan menempatkan kadernya sebagai calon wakil gubernur. Tentu untuk mendampingi nama lain yang lebih berpeluang seperti Ridwan Kamil, Ahmad Sahroni, maupun Anies Baswedan pada akhirnya.

Memperkuat impresi daya tawar politik agaknya memang penting bagi PKS. Isu mengenai intrik saat “jatah” wakil gubernur DKI Jakarta yang dilepaskan Sandiaga Uno karena mengikuti Pilpres 2019 boleh jadi menjadi variabel saling terkait.

Kala itu, PKS seolah ditikung oleh Partai Gerindra yang menempatkan Ahmad Riza Patria sebagai DKI-2. Mengacu pada sejumlah faktor, kekalahan daya tawar politik dinilai menjadi kelemahan PKS hingga dengan mudah menerima ditikung oleh Partai Gerindra.

Well, penjabaran di atas merupakan interpretasi berdasarkan beberapa variabel yang telah eksis dan saling terkait. Namun, akan tetap menarik untuk menanti sikap sesungguhnya PKS di Pilkada Jakarta 2024, termasuk korelasinya dengan Anies Baswedan andai benar-benar maju sebagai petahana. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Dengarkan artikel ini: Dibuat dengan menggunakan AI. Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok...

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

More Stories

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Dengarkan artikel ini: Dibuat dengan menggunakan AI. Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok...

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.