“Zulkifli juga yakin MK, sebagai lembaga hukum tertinggi, tentu memiliki sejumlah persyaratan atau peraturan tersendiri dalam menilai kelayakan sebuah gugatan. Ia pun mengimbau apa pun putusan yang dihasilkan oleh MK, para peserta pilkada harus menghormatinya.”
pinterpolitik.com
JAKARTA – Pengajuan sengketa hasil perolehan suara pada pemilihan kepala daerah secara serentak tahun ini dinilai sebagai proses pendewasaan dalam berdemokrasi. Pendapat ini dikemukakan oleh Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, di Surabaya, pekan lalu.
Ia mengatakan, kita mengalami berbagai hal rumit terkait pilkada, tetapi hal itu merupakan proses pendewasaan. Zulkifli percaya, esok hingga masa yang akan datang demokrasi kita makin baik.
Ia mengatakan, para peserta pilkada sudah sepatutnya menempuh jalur hukum jika proses atau hasil pilkada di daerah yang bersangkutan dianggap tidak adil. Kalau mereka membawa sengketa ke MK, harus dihormati. Yang penting kita perlu sadar hukum, tidak main hakim sendiri, karena melalui MK, mereka yang bersengketa bisa mencari keadilan.
Zulkifli juga yakin MK, sebagai lembaga hukum tertinggi, tentu memiliki sejumlah persyaratan atau peraturan tersendiri dalam menilai kelayakan sebuah gugatan. Ia pun mengimbau apa pun putusan yang dihasilkan oleh MK, para peserta pilkada harus menghormatinya.
Kalau di MK kalah, ya sudah hargai. Nanti di pilkada berikutnya bisa maju lagi. Jadi, jangan memaksakan kehendak. Apalagi sampai mengorbankan persatuan demi pilkada.
Seperti diketahui, dari 101 daerah (provinsi, kabupaten, dan Kota) yang mengikuti Pilkada Serentak 2017, dengan pemungutan suara berlangsung 15 Februari 2017, sebanyak 49 daerah mengajukan perselisihan hasil pemungutan suara (PHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selanjutnya, MK akan memeriksa sengketa itu untuk menentukan perkara mana yang layak dilanjutkan pemeriksaannya. Itu berarti tidak semua permohonan yang masuk akan diproses dalam sidang MK. Proses pengajuan sengketa ke MK inilah yang disebut oleh Ketua MPR sebagai pendewasaan berdemokrasi.
Pujian Jokowi ke MK
Sejuh mana harapan pemerintah dan masyarakat terhadap kiprah MK dalam menangani PHP pilkada? Presiden Joko Widodo, ketika menyampaikan Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015), memberikan dua pujian kepada MK. Satu dari dua pujian itu berkaitan dengan putusan MK dalam menangani sengketa hasil pemilihan presiden, pada 2014.
Jokowi menyebutkan, harapan yang sama digantungkan publik kepada MK dalam memutuskan perkara pilkada. Masyarakat berharap MK juga sukses menangani perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.
Presiden juga menyebutkan, keberhasilan MK dalam menciptakan keadilan dalam Pilpres 2014 harus dilanjutkan dalam pemeriksaan sengketa pilkada. Hal tersebut penting untuk mengawal wajah demokrasi agar berjalan sesuai konstitusi dan berlangsung damai.
Ketika MK akan memeriksa PHP Pilkada 2015, Direktur Eksekutif Perhimpunan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, meminta agar MK tidak mengabaikan beberapa faktor pelanggaran, di antaranya, dugaan praktik politik uang dan dugaan penggunaan ijazah palsu yang dilakukan calon kepala daerah.
“Ini perlu menjadi pertimbangan MK dalam mengambil putusan. Jangan sampai hanya terjebak pada angka-angka,” kata Direktur Eksekutif Perludem itu.
Titi melihat praktik politik uang banyak terjadi, karena kurangnya pengawasan dari berbagai elemen. Praktik ini dinilainya sangat menyedihkan, karena akan merusak kualitas demokrasi.
Bimbingan Teknis
Demi kesiapan menghadapi sengketa Pilkada Serentak 2017, Mahkamah Konstitusi menggelar bimbingan teknis (bimtek) bersama Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) di Gedung Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi di Cisarua, Puncak, Bogor, pada 23-25 Januari 2017. Dapat diduga bahwa bimtek ini menjadi salah satu cara untuk mempercepat proses pemeriksaan sengketa supaya tahapan-tahapan pilkada tetap sesuai jadwal.
Sekretaris Jenderal MK, Guntur Hamzah, menilai, Peradi merupakan mitra yang tepat untuk menyosialisasikan hukum acara dalam penyelesaian sengketa pilkada. Ia pun mengakui, acara seperti ini dilaksanakan setiap kali diselenggarakan pesta demokrasi, antara pemerintah dan pegiat hukum, sebagai bahan edukasi dan tukar pendapat.
Menurut Guntur, penyelenggaraan bimtek khususnya menjelang pilkada, pileg, dan pilpres, dimaksudkan agar masyarakat mendapat pemahaman tentang beracara atau menyelesaikan sengketa hasil pemungutan suara.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Peradi, Fauzi Hasibuan, mengatakan, bimtek diikuti 150 advokat anggota Peradi dari Aceh hingga Papua, perwakilan DPC masing-masing.
Ia mengatakan, ini salah satu program kerja Peradi dalam membekali advokatnya menghadapi perselisihan hasil Pilkada 2017. “Bagaimana teknik beracara di Mahkamah dan sekaligus membantu Mahkamah untuk menyelesaikan permohonan atau gugatan masyarakat atau pasangan calon Pilkada,” katanya.
Fauzi menjelaskan, karena jumlah anggota Peradi sangat banyak, maka pihaknya mengirimkan secara bergantian advokat untuk mengikuti Bimtek setiap tahun, sesuai jumlah peserta yang diminta oleh MK.
Berdasarkan Pengalaman
Penyelesaian sengketa Pilkada adalah salah satu tahapan utama dari Pilkada Serentak 2017, yang disusun oleh KPU. Oleh karena itu, menjadi kewajiban dari MK untuk memeriksanya dan kemudian menetapkan dari 49 sengketa mana yang layak diteruskan pemeriksaannya. Diharapkan, MK, sesuai kewenangannya, menyelesaikan pemeriksaan secepat mungkin dan memberikan putusan dengan seadil-adilnya.
Kita juga berharap agar pelanggaran, yang mencoreng penyelenggaran pilkada, seperti politik uang, diselesaikan secara tuntas dan putusannya menimbulkan efek jera yang kuat, supaya tidak terulang pada pilkada berikutnya.
Yang juga menjadi harapan agar pada pilkada-pilkada mendatang makin sedikit sengketa yang dimajukan ke MK, sebagai pertanda makin berkurang pelanggaran dan meningkat kesadaran untuk memenuhi ketentuan dalam proses pilkada. Lebih bagus lagi kalau bebas sengketa.
Setelah semua tahapan pilkada dilewati, termasuk pemeriksaan sengketa di MK rampung, pasangan calon kepala daerah, baik gubernur maupun bupati dan wali kota terpilih, dapat segera ditetapkan dan kemudian dilantik. Siapa pun yang terpilih, itu adalah pilihan pemegang hak kedaulatan rakyat. Kalah atau menang harus dapat diterima dengan jiwa besar. (Berbagai sumber/E19)