HomeHeadlineSelama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Kecil Besar

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?


PinterPolitik.com

Gestur merapatnya Partai NasDem dan PKB ke koalisi Prabowo Gibran, dan sinyal serupa yang ditunjukkan PKS membuka ruang tanya mengenai bagaimana konsesi politik nantinya. Termasuk, bagaimana respons aktor maupun entitas politik lainnya.

Salah satu yang menarik adalah menanti keputusan PDIP, atau lebih tepatnya Megawati Soekarnoputri, apakah akan ikut tren untuk masuk ke tenda besar Koalisi Indonesia Maju atau menjadi aktor penyeimbang.

Internal PDIP yang diisukan terbelah karena wacana bergabung atau sebaliknya, kini kemungkinan sedang melakukan kalkulasi ulang mengenai keputusan tersebut demi keberlangsungan jangka panjang partai.

Namun dengan mengacu pada sejumlah faktor yang tampak beserta probabilitas implikasinya ke depan, hipotesis yang mengemuka adalah PDIP akan menempuh jalan anti-mainstream dengan kembali menjadi โ€œoposisiโ€.

Akan tetapi, untuk tetap bertahan dan relevan, terutama di kontestasi 2029 maupun 2034, PDIP agaknya akan memainkan peran sebagai โ€œrival yang bersahabatโ€. Mengapa demikian?

Pilihan Luhur PDIP?

Terdapat beberapa variabel yang kemungkinan menguatkan keputusan untuk berada di luar pemerintahan dan memiliki keterkaitan dengan kualitas sikap PDIP andai benar-benar menjadi penyeimbang pemerintah.

Pertama, mengenai logika individu yang lebih dominan di PDIP dibanding logika organisasi yang diputuskan dengan mekanisme mufakat. Sebagaimana diketahui, siapapun elite PDIP yang dikonfirmasi awak media mengenai keputusan strategis di PDIP, selalu memberikan jawaban tersirat maupun tersurat bahwa itu tergantung titah Megawati.

Baca juga :  Didit The Peace Ambassador?

Pada akhirnya, visi para pembisik di sekitar Megawati-lah yang menjadi krusial. Dan, sosok Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto kiranya memiliki andil besar dalam menentukan itu.

Sepanjang proses Pemilu dan Pilpres 2024, tendensi Hasto kiranya cenderung akan membawa PDIP berada di luar pemerintahan. Terlebih jika mengaitkannya dengan โ€œkesumatโ€ maupun pakem Megawati dan PDIP terhadap aktor-aktor di kubu Prabowo-Gibran, mulai dari eksistensi Joko Widodo (Jokowi) dan trahnya, keberadaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga โ€œkecanggunganโ€ andai PKS yang kemungkinan bergabung, berada dalam satu barisan dengan PDIP di level nasional.

Kedua, PDIP adalah partai legendaris yang begitu kuat secara infrastruktur, suprastruktur, maupun reputasi.

Mereka agaknya akan menghindari impresi โ€œikut-ikutanโ€ beberapa partai tengah untuk bergabung ke kubu Prabowo-Gibran. Apalagi saat dibandingkan dengan keputusan terlebih dulu yang dilakukan Partai NasDem dan PKB, maupun PKS nantinya.

Selain itu, terdapat satu alasan berikutnya yang cukup krusial untuk menilai seperti apa sikap PDIP di 2024-2029.

megawati menulis etika presiden penting

PDIP, Musuh yang Dibutuhkan?

Jika berada di luar pemerintahan, PDIP tentu akan memiliki keunggulan dan modal untuk memainkan sejumlah narasi luhur, mulai dari penjaga demokrasi hingga pencegah kekuasaan dari berbagai bentuk penyalahgunaan.

PDIP pun menjadi satu-satunya partai yang memiliki pengalaman, resiliensi, dan kekuatan untuk melakukannya, yakni sejak 2004 hingga 2014.

Selain itu, hanya PDIP yang kiranya akan terhindar dari stigma โ€œberbeda dengan pemerintah berarti tidak nasionalisโ€.

Tak hanya impresi positif di hadapan rakyat maupun pemilih tradisional sebagai pijakan rebound di kontestasi elektoral berikutnya, hal itu juga dapat menjadi daya tawar dan proposal politik tertentu sebagai โ€œmusuh yang dibutuhkanโ€.

Dalam publikasi berjudul The Need for Enemies, Leopoldo Fergusson, dan kawan-kawan menjelaskan politisi yang berkuasa akan selalu membutuhkan sosok musuh untuk mempertahankan keunggulan politik mereka, demi mempertahankan dukungan politik. 

Baca juga :  PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

Hal itu dikarenakan mayoritas aktor politik yang dipilih untuk menyelesaikan suatu masalah, nyaris mustahil menunaikannya dengan sempurna. Alih-alih menyelesaikannya dengan cepat, Fergusson dkk melihat aktor politik akan mencari berbagai argumentasi agar masalah di negaranya dapat terus terjadi.

Tujuannya adalah agar publik tetap memiliki alasan untuk melihat bahwa mereka masih membutuhkan kinerja para aktor politik tersebut, baik yang berkuasa maupun sang penyeimbang, guna mempertahankan stabilitas. 

Karena alasan itu pula, Fergusson dkk menilai aktor politik membutuhkan masalah untuk tetap ada sebagai โ€œasuransiโ€ dalam pemilihan selanjutnya.

Masalahnya, belum terdapat variabel kuat bagi PDIP untuk rebound di pesta demokrasi berikutnya. Jika di 2012 hingga 2014 ada sosok Jokowi, edisi 2029 kiranya akan berbeda.

Di tengah ketidakpastian itu, PDIP mungkin saja akan melakukan kombinasi langkah-langkah idealis, pragmatis, dan rasional andai berada di luar pemerintahan.

Akan tetapi, penjabaran di atas, sekali lagi akan bergantung pada keputusan Megawati yang mana dalam momentum yang cepat bisa saja berubah 180 derajat. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

How About Dascoโ€™s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Prabowo & Trump Alami โ€œWarisanโ€ yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

More Stories

How About Dascoโ€™s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.