Jika Rizieq akhirnya harus terkena kasus hukum, bagaimana nasib FPI? FPI sangat bergantung pada nama Rizieq. Rizieq dan FPI adalah dua sisi dalam satu mata uang.
PinterPolitik.com
Sebuah pribahasa Latin kuno berbunyi: “Nomen est omen!” ‘Nama adalah sebuah tanda’, demikian kira-kira kalau diartikan. Tak ada cerita yang tak dimulai dengan nama. Kali ini kisah itu dimulai dengan sebuah nama: Front Pembela Islam, atau yang lebih populer dengan sebutan FPI. Tahun 1998 selain dikenal sebagai tonggak awal reformasi – penanda kehadiran demokrasi yang sesungguhnya di bumi pertiwi – namun juga menandai kelahiran salah satu Organisasi Masyarakat (ormas) yang akhir-akhir ini dianggap cukup berpengaruh di Indonesia: FPI. Kiprah FPI ini bahkan makin terasa saat ini ketika hampir tiap hari ormas yang identik dengan pakaian putih-putih ini muncul dan menghiasi pemberitaan di semua media massa, juga menghiasi baranda media-media sosial. Mulai dari surat kabar hingga televisi, status facebook ibu rumah tangga hingga cuitan politisi dan anggota DPR, semuanya berbicara tentang FPI. Ada apa dengan FPI?
Semua orang tentu masih ingat dengan demonstrasi besar yang terjadi pada 4 November 2016 atau yang lebih dikenal dengan sebutan aksi 411 dan demonstrasi pada 2 Desember 2016 yang juga dikenal dengan aksi 212. Kedua aksi tersebut menunjukkan secara jelas kiprah FPI yang mampu menggerakan ratusan ribu orang, memutihkan dan melumpuhkan Jakarta. Dua aksi tersebut – yang berawal dari dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – menunjukkan secara jelas posisi FPI sebagai ormas keagamaan yang cukup dipandang. Sebuah riset terbaru yang dilakukan oleh Alvara Research Center bahkan menunjukkan bahwa FPI adalah ormas keagamaan ‘Top of Mind’ nomor 3 setelah Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, bahkan kiprahnya sudah melampau ormas Islam yang lebih tua semisal Al-Wasliyah dan Persatuan Islam (Persis).
Kiprah ormas yang didirikan oleh Al-Habib Muhammad Rizieq Shihab ini awalnya hanya dikenal lewat aksi-aksi razia di tempat makan dan tempat hiburan malam pada bulan puasa. Saat ini FPI telah terlibat dalam persoalan yang lebih besar, mulai dari soal dasar negara hingga kasus-kasus hukum. Habib Rizieq Shihab juga menjadi begitu dikenal dengan ceramah dan dakwahnya yang berapi-api. Lalu siapa sebenarnya Habib Rizieq Shihab ini? Apa yang diperjuangkannya bersama dengan FPI? Tulisan ini akan coba mengupas kiprah FPI, Rizieq Shihab, dan fokus perjuangan ormas tersebut.
Tentang Rizieq Shihab
Kiprah FPI tak bisa dilepaskan dari peran tokoh sentral sekaligus pendiri organisasi ini: Rizieq Shihab. Riziq adalah ‘nama’ yang menjadi awal kisah FPI. Pria yang bernama lengkap Dr. Al-Habib Muhammad Rizieq bin Hussein Syihab, Lc.MA.DPMSS (Datuk Paduka Maulana Syar’i Sulu) ini merupakan seorang ulama keturunan campuran Betawi dan Hadhrami. Gelar DPMSS merupakan sebuah gelar kebangsawanan yang diperoleh Rizieq dari Kesultanan Sulu di Malaysia yang diperolehnya saat menempuh pendidikan di Malaysia. Adapun komunitas Hadhrami adalah masyarakat diaspora yang berasal dari Hadhramaut, sebuah wilayah di Yaman.
Rizieq lahir di Jakarta, 24 Agustus 1965. Setelah lulus SDN 1 Petamburan tahun 1975, Rizieq masuk ke SMP 40 Pejompongan Jakarta Pusat. Sebuah fakta menarik terungkap bahwa Rizieq yang saat ini begitu keras memperjuangkan Islam ternyata pernah pindah sekolah ke SMP Kristen Bethel Petamburan pada tahun 1979. Rizieq bersekolah di sekolah Kristen ini karena sekolah yang sebelumnya terletak cukup jauh dari rumahnya. Setelah tamat dari SMA Islamic Village Tangerang pada tahun 1982, Rizieq kemudian menempuh pendidikan S1 di King Saud University, Riyadh – Arab Saudi antara tahun 1984-1992.
Pada tahun 1992, Rizieq kembali ke Indonesia dan memulai aktivitasnya mengajar dan menggalang pengikut. Namun, karena pemerintah otoriter yang berkuasa saat itu menekan kebebasan, Rizieq memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Rizieq mengambil S2 di bidang Syari’ah. Sempat kembali ke Indonesia karena masalah biaya, Rizieq akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan S2, lalu gelar Doktor di bidang yang sama diperolehnya dari USIM (University Sains Islam Malaysia).
Selama berkarier, Rizieq pernah menjabat sebagai kepala Madrasah Aliyah Jami’at Kheir Jakarta, Dewan Syariat BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) At-Taqwa Tangerang, dan tentu saja Imam Besar FPI. Posisinya di Jami’at Kheir mulai menandai kiprahnya sebagai mubalig yang keras mengkritik segala perilaku maksiat dan kemungkaran rezim Orde Baru. Reputasi ini dipertahankan Rizieq Shihab sekaligus membantunya mendirikan FPI di kemudian hari.
Rizieq adalah seorang Habib – sebuah gelar bangsawan Timur Tengah yang diberikan kepada kerabat Nabi Muhammad dan secara khusus dinisbahkan terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah az-Zahra (yang berputera Husain dan Hasan) dan Ali bin Abi Thalib. Dalam garis keturunan Rizieq yang dikutip dari buku ‘Dialog FPI: Amar Ma’ruf Nahi Munkar’ yang ditulis oleh dirinya sendiri, ia ada di garis keturunan nomor 38 dari Nabi Muhammad.
FPI dan Momentum Reformasi
Rizieq dan FPI tidak bisa dipisahkan. Keduanya adalah ‘nama’ untuk hal yang sama. Kiprah FPI juga sangat bergantung pada seorang Rizieq. Reformasi 1998 menandai awal mulanya ormas ini berkiprah di Indonesia. Panji-panji FPI ditegakkan setelah kebebasan berorganisasi dan mengemukakan pendapat dijamin setelah keruntuhan rezim Orde Baru. Rizieq mendapat momentum untuk mengumpulkan sejumlah ulama yang sama-sama bercita-cita menegakkan Syariat Islam di Indonesia.
FPI didirikan tepat pada hari peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, yakni pada 17 Agustus 1998 atau 25 Robi’uts Tsani 1419 Hijriyyah di Pondok Pesantren Al-Umm, Tangerang. Walau baru diresmikan pada 17 Agustus 1998, FPI sebelumnya telah merintis kemunculannya di publik lewat pengajian, tabligh akbar, audiensi dengan unsur-unsur pemerintahan, serta silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama terkemuka. Rizieq-lah yang berhasil mengumpulkan 20 sesepuh pendiri FPI, di antaranya KH Fathoni, KH Misbahul Anam, KH Cecep Bustomi, dan Habib Idrus Jamalullail. Tokoh-tokoh ini dikenal sebagai mubalig (Dai atau pendakwah besar) yang keras sejak zaman Orde Baru. Habib Idrus Jamalullail dan K.H. Cecep Bustomi bahkan pernah dipenjara pada dekade 1980-an karena dianggap mengkritik pemerintah Soeharto.
Ayah Rizieq, Sayyid Husein, adalah pendiri Gerakan Pandu Arab Indonesia – sebuah gerakan untuk menyatukan bangsa-bangsa Arab yang tersebar di seluruh dunia – sekaligus seorang agitator perlawanan terhadap Belanda yang terkemuka. Peran ayahnya ini pula-lah yang menyebabkan Rizieq mampu mengajak ulama-ulama garis keras lain untuk ikut bergabung dalam FPI. Selain itu, gelar Habib yang dimiliki oleh Rizieq menjadikannya sebagai pemuka agama yang terpandang. Para Habib sangat dihormati oleh masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni sebagai akibat garis keturunannya yang langsung dari Nabi Muhammad. Hal ini pula yang menjadi salah satu alasan mengapa Rizieq Shihab adalah ulama yang sangat dipandang di kalangan masyarakat muslim Indonesia.
Pada tahun 2000, Institut Studi Arus Informasi (ISAI) menerbitkan buku Premanisme Politik. Dalam buku tersebut diungkapkan bahwa pembentukan FPI tak dapat dilepaskan dari tiga peristiwa utama, yakni: kerusuhan Ketapang, Sidang Istimewa MPR, serta pembentukan organisasi paramiliter Pengamanan Masyarakat (Pam) Swakarsa.
Bentrokan di Ketapang, Jakarta Pusat yang terjadi pada tanggal 22 November 2001, diawali intimidasi puluhan preman asal Ambon yang diduga menjaga daerah perjudian di sekitar wilayah Ketapang, Jakarta Pusat. Warga Ketapang yang berang dengan perilaku arogan tersebut langsung memburu para preman tersebut bahkan membunuh beberapa orang. Dalam kerusuhan itu, sejumlah anggota FPI turut berada di tengah-tengah massa. Sejak kerusuhan ini nama FPI mulai dikenal.
FPI juga menjadi bagian dari Pasukan Pengamanan Masyarakat (Pam) Swakarsa yang mengamankan Sidang Istimewa MPR (SI MPR). Pam Swakarsa adalah sebutan untuk kelompok sipil bersenjata tajam yang dibentuk oleh TNI untuk membendung aksi mahasiswa sekaligus mendukung SI MPR tahun 1998. FPI menjadi salah satu bagian kelompok yang ikut terlibat dalam Pam Swakarsa dan berperan dalam berbagai bentrokan yang terjadi di sekitar tahun 1998.
Kali pertama FPI menunjukkan eksistensinya adalah saat ribuan anggota FPI menduduki Balai Kota DKI Jakarta untuk menemui Gubernur Sutiyoso pada pertengahan Desember 1999. Mereka menuntut Sutiyoso untuk menutup semua tempat ‘maksiat’ seperti club malam, panti pijat, bar, dan diskotek, selama bulan puasa. Aksi pendudukan selama 13 jam lebih ini adalah aksi resmi dengan memanggul nama FPI, lengkap dengan atribut jubah putih, menggunakan ikat kepala atau sorban putih, berselempang kain hijau, dan beberapa di antaranya membawa pentungan atau kayu. Citra FPI itu sampai sekarang melekat dalam benak masyarakat Indonesia.
Dalam buku Dialog FPI: Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Rizieq juga menulis tentang aksi penangkapan besar-besaran yang dialami oleh anggota FPI. KH. Cecep Bustomi dan Al-Habib Sholeh Alattas adalah dua orang pimpinan FPI yang tewas ditembak orang tak dikenal pada pertengahan tahun 2000. Rizieq Syihab juga pernah ditembak pada pertengahan tahun 1999, namun berhasil selamat. Setelah reformasi, FPI semakin gencar melakukan aksi-aksinya menegakkan panji-panji Islam di Indonesia.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Dalam aksi-aksi selanjutnya, FPI kemudian menjadi ormas yang vokal dan lebih menggunakan pendekatan ‘aksi nyata’ dalam menegakkan prinsip-prinsip agama Islam. FPI tidak ragu untuk melakukan razia di tempat-tempat makan saat bulan puasa – mengecek KTP orang-orang yang tidak berpuasa, menutup paksa tempat makan yang buka – , juga razia di tempat-tempat hiburan dan maksiat. FPI melakukan aksi-aksinya dengan pedoman Amar Ma’ruf Nahi Munkar atau mengajak kepada kebaikan dan melawan kejahatan dan kemaksiatan.
Dalam buku “Dialog FPI: Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, Rizieq menggariskan prinsip-prinsip tersebut secara dalam. Rizieq berpandangan bahwa Indonesia saat ini sedang dipenuhi oleh mafia. Rizieq menuduh bahwa jaringan mafia telah menguasai hampir semua institusi pemerintah dan swasta, kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Maka, tidak heran jika Rizieq dan FPI sering melakukan protes terhadap institusi Kepolisian. Rizieq juga mengeluarkan seruan anti-Barat. Menurutnya Indonesia adalah negara yang sangat strategis sehingga diperebutkan oleh banyak bangsa barat. Amar Ma’ruf Nahi Munkar menjadi pedoman FPI dalam aksi-aksinya hingga hari ini.
Akibat aksi-aksinya yang frontal, tidak jarang aksi FPI juga sering berujung pada penggunaan kekerasan. Selama 18 tahun, FPI sering terlibat dalam aksi-aksi kekerasan. Beberapa aksi yang terkenal misalnya pada pertengahan tahun 2000, sekitar 300 orang anggota FPI menyerang kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menuntut agar Komnas HAM dibubarkan. FPI memprotes laporan Komnas HAM terkait Peristiwa Tanjung Priok. Lalu, pada Juni 2008, saat peringatan Hari Kelahiran Pancasila, massa FPI menyerang Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Peristiwa yang dikenal dengan sebutan Tragedi Monas ini mendatangkan kecaman dari banyak pihak. Akibat aksi ini, Rizieq Shihab dipenjara selama 1,5 tahun. FPI juga begitu keras saat memprotes aliran Ahmadiyah yang dianggap sesat. Masih banyak aksi-aksi yang FPI yang menyita perhatian publik yang terjadi selama 18 tahun terakhir.
Aksi-aksi FPI inilah yang membuat FPI menjadi identik dengan kekerasan. Aksi sweeping atau razia yang dilakukan juga sering dilakukan dengan paksaan terhadap orang. Demonstrasi FPI juga sering berujung kericuhan. Akibatnya setiap demonstrasi yang dilakukan oleh FPI akan selalu mendapat pengawalan ketat dari kepolisian.
FPI Ormas Populer yang Dilindungi?
Riset yang dikeluarkan oleh Alvara Research Center menempatkan FPI sebagai ormas keagamaan urutan ketiga ‘Top of Mind’ di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah. FPI dianggap cukup populer di Indonesia karena aksi-aksinya.
Namun demikian, tidak sedikit tudingan yang ditujukan FPI. FPI kerap dianggap intoleran. FPI juga kerapkali dituding sebagai kelompok yang mendapatkan perlindungan politik dari beberapa tokoh terkemuka atau bahkan dari aparat keamanan. Kecurigaan ini seringkali muncul karena FPI seakan-akan kebal dari hukum atas aksi-aksi main hakim sendiri yang pernah mereka lakukan.
Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean dalam Politik Syari’at Islam: Dari Indonesia ke Nigeria (2004) menyebutkan bahwa FPI dinilai dekat dengan orang-orang di sekitar Soeharto, khususnya Prabowo Subianto yang merupakan menantunya sekaligus seorang perwira tinggi militer pada tahun 1998. Setelah Prabowo diberhentikan dari TNI terkait penculikan aktivis, FPI mengalihkan dukungannya kepada Jenderal Wiranto.
Putu Agung Nara Indra menulis untuk tirto.id, menyebut bahwa bukti dukungan FPI terhadap Wiranto terlihat dalam aksi ratusan milisi FPI ketika menyatroni kantor Komnas HAM untuk memprotes pemeriksaan terhadap Jenderal Wiranto dalam kasus Mei 1998. Dukungan ini kemudian begitu jelas terlihat pada pemilu 2004. Saat itu FPI kembali mendukung Wiranto sebagai calon presiden bahkan mengirimkan Dai-Dai ke daerah-daerah untuk mendiskreditkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pesaing terberat Wiranto.
FPI juga dianggap dekat dengan TNI. Hal ini tidak lepas karena FPI adalah bagian dari Pam Swakarsa yang digagas oleh TNI. Kedekatan ini juga terlihat dalam aksi demonstrasi tandingan yang dilakukan FPI melawan mahasiswa penentang RUU Keadaan Darurat/RUU PKB yang diajukan Mabes TNI kepada DPR pada tanggal 24 Oktober 1999.
Menurut Institut Studi Arus Informasi (ISAI), ada beberapa tokoh lain yang diduga berdiri di belakang FPI, misalnya Kapolda Metro Jaya tahun 1998-1999 Mayjen (Pol) Nugroho Djayoesman dan Pangdam Jaya (selanjutnya diangkat menjadi Pangkostrad) Mayjen TNI Djaja Suparman. Dukungan-dukungan kepada kubu-kubu tertentu yang memiliki pengaruh politik merupakan salah satu metode yang digunakan FPI untuk masuk ke dalam politik praktis. Meskipun FPI atau tokoh-tokohnya tidak terjun langsung ke dalam dunia politik, namun kedekatan dengan aktor-aktor politik sangat berguna khususnya untuk melindungi sepak-terjang ormas tersebut yang seringkali melanggar hukum.
Fakta yang mencengangkan justru muncul pada tahun 2011 ketika bocoran dokumen dari Wikileaks menyebutkan bahwa kepolisian adalah salah satu pihak yang mendanai FPI. FPI dianggap sebagai attack dog bagi pihak kepolisian, sehingga bisa mengurangi kritik pelanggaran HAM terhadap institusi kepolisian. Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto yang saat itu menjadi Kapolri menganggap FPI bermanfaat sebagai attack dog.
Keterlibatan banyak pihak di belakang FPI ini-lah yang membuat FPI seolah punya kekuatan tambahan. Hal ini pula yang membuat Rizieq seolah tidak pernah takut pada apa pun. Dorongan untuk membubarkan FPI telah muncul sejak dulu, namun tidak pernah berhasil terlaksana karena banyak pihak yang berdiri di belakang FPI.
FPI dan Perjuangan NKRI ber-Syariah
Perjuangan FPI belum selesai. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ber-Syariah belum mampu diwujudkan. Namun, perjuangan FPI masih panjang dan berat. Desakan untuk membubarkan ormas ini juga makin kuat bermunculan. Pertanyaannya adalah apakah kiprah FPI masih akan berlangsung di tahun-tahun selanjutnya?
Rizieq Shihab juga mulai terlibat begitu banyak kasus hukum, mulai dari kasus penghinaan terhadap pancasila hingga kontroversi dirinya dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Untuk kasus ini, Rizieq harus siap berhadapan dengan salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Rizieq yang semula ingin melaporkan Megawati terkait pidato yang dianggap menistakan agama, akhirnya malah minta maaf dan minta dimediasi oleh pihak kepolisian. Kasusnya dengan Megawati ini tentunya akan menambah rumit persoalan karena melibatkan semakin banyak orang berkuasa dalam pusaran kasus FPI. Bukan tidak mungkin jika Megawati akhirnya kesal dengan semua yang dilakukan Rizieq, FPI akhirnya malah bisa dibubarkan. Kita tahu yang berkuasa sebagai Presiden di negara ini berasal dari PDI Perjuangan. Maka, hal itu tentu saja mungkin terjadi.
Dugaan kasus hukum lain yang membelit Rizieq pun mulai banyak bermunculan. Pembawaannya yang frontal juga menyebabkan banyak orang yang tidak menyukainya. Jika Rizieq akhirnya harus terkena kasus hukum, bagaimana nasib FPI? FPI sangat bergantung pada nama Rizieq. Rizieq dan FPI adalah dua sisi dalam satu mata uang. Memang ada banyak ulama besar lain di FPI, namun apakah ada yang sepadan untuk menggantikan Rizieq? Nampaknya hal ini menjadi masalah untuk FPI sendiri. Kaderisasi calon yang sepadan Rizieq nampaknya tidak terjadi di FPI.
FPI pun mulai mendapat penolakan di mana-mana di Indonesia. Pertanyaannya akan seperti apa masa depan FPI nanti? Jika benar-benar terbukti bersalah dalam kasus-kasusnya itu dan akhirnya dipenjara, bagaimana nasib FPI? Apakah FPI akan tetap mendapat dukungan dari pihak-pihak yang selama ini berdiri di belakangnya? Tidak ada yang tahu. Yang jelas dalam politik dan kekuasaan tidak ada yang mau tangannya kotor. Sampai kapan perjuangan FPI akan terus berlanjut? Mari ngopi-ngopi sambil memikirkannya. (S13)