HomeNalar PolitikScientific-Base Party ala Golkar

Scientific-Base Party ala Golkar

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memaparkan optimismenya terkait kehadiran Golkar Institute. Airlangga bahkan sesumbar akan menjadikan Golkar Institute sebagai lembaga pendidikan dan riset politik paling disegani di Indonesia. Seberapa pentingkah kehadiran lembaga tersebut?


PinterPolitik.com

Partai Golkar beberapa saat lalu resmi mendirikan Golkar Institute. Kehadirannya diklaim sebagai sekolah pemerintahan dan kebijakan publik berbasis partai politik pertama di Indonesia.

Menarik di sini adalah ketika partai lain cenderung lebih pragmatis dalam menyusun program kepartaiannya, Partai Golkar justru membangun sebuah master plan besar untuk menumbuhkan kultur akademik dari dalam tubuh partainya lewat pendirian sebuah sekolah kebijakan publik.

Kebijakan ini bisa dibilang merupakan sebuah terobosan baru, tak banyak partai yang mempunyai keseriusan dalam membangun kultur akademik yang dimulai dari dalam tubuh partainya sendiri.

Padahal hulu dari segala permasalahan politik berasal dari kualitas kader-kader partai politik yang dihasilkan. Jika partai tersebut berhasil mencetak kader yang baik tentunya akan berdampak pada terciptanya good governance.

Lantas, seberapa signifikankah Golkar Institute ini?

Fenomena “Sekolah Partai”

Jika merujuk pada dasar hukum yang mengatur tentang keberadaan partai politik di Indonesia, sudah menjadi kewajiban bagi sebuah partai politik untuk memberikan pendidikan politik bagi kadernya serta masyarakat secara umum.

“Partai politik antara lain berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas,” bunyi Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Baca Juga: Di Balik Push Rank Airlangga

Namun hingga saat ini banyak masyarakat awam yang merasa belum mendapatkan fungsi pendidikan politik dari partai yang ada. Kenyataan yang terjadi di lapangan, partai-partai yang ada saat ini bisa dibilang hanya melaksanakan fungsi sosialisasi politik, itupun hanya saat periode kampanye pemilu.

Keberadaan sebuah lembaga pendidikan yang berbasis partai politik di Indonesia sendiri terbilang baru. Padahal jika merujuk kepada beberapa negara lain seperti Jerman dan Tiongkok, keberadaan sebuah lembaga pendidikan yang berafiliasi terhadap parpol tertentu merupakan sebuah elemen penting dari perkaderan partai tersebut.

Di Jerman, misalnya, mendukung pendidikan menjadi salah satu kebijakan utama partai-partai politik. Mereka (partai-partai tersebut) berlomba-lomba untuk menarik calon mahasiswa lewat berbagai program pendidikan seperti beasiswa. Bahkan masing-masing partai mempunyai yayasan yang berfokus pada peningkatan kapasitas akademik, khususnya pendidikan.

Beberapa contohnya adalah Friedrich Ebert Stiftung, sebuah yayasan pendidikan yang berafiliasi dengan Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD) dan Friedrich Naumann Stiftung yang berafiliasi dengan Partai Liberal (FDP). Yayasan terakhir bahkan menyediakan beasiswa pendidikan bagi mahasiswa asing non-Jerman.

Baca juga :  For The Needs of Menko

Sementara di Tiongkok, Partai Komunis Tiongkok (PKT) mempunyai Chinese Executive Leadership Academy in Pudong (CELAP).

Metode pengajaran CELAP sendiri bersifat internasional. Hal ini bertujuan agar kader PKT dapat memahami isu dan situasi internasional. Untuk mendukung hal tersebut CELAP merekrut tokoh-tokoh profesional RRT sebagai tenaga pengajar. Selain itu, hampir sekitar 50 persen dosen berasal dari luar negeri.

Keberadaan CELAP menjadi penting karena PKT sendiri terkenal sangat mengutamakan pendidikan kader sebagai sarana untuk mencetak kader yang handal dalam kepemimpinan dan ideologi.

Antropoligis Frank Pieke dalam buku The Good Communist: Elite Training and State Building in Today’s China memaparkan selain sebagai sarana pendidikan dan kaderisasi politik, keberadaan CELAP juga digunakan sebagai alat oleh PKT untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa mereka (Tiongkok dan PKT) dalam mengambil sebuah kebijakan selalu berdasarkan kajian akademis.

Lantas, bagaimana dengan Golkar Institute?

Tiru Singapura

Keterlibatan Profesor Kishore Mahbubani yang merupakan seorang guru besar dan ahli kebijakan publik dari Lee Kuan Yew School of Public Policy dalam proses perancangan Golkar Institute sedikit banyak mengindikasikan Golkar ingin meniru keberhasilan Singapura dalam menghasilkan kebijakan publik yang baik.

Profesor Kishore Mahbubani sendiri merupakan seorang ahli kebijakan publik nomor satu di Singapura. Ia sendiri mengakui terlibat dalam proses penyusunan silabus, kurikulum dan format pendidikan dalam Golkar Institute.

Baca Juga: Revival Golkar, Partai Penguasa di 2024?

Singapura sendiri memang terkenal dengan negara yang mempunyai tata kelola kebijakan publik yang sangat baik. Dalam mengeluarkan suatu kebijakan publik, pemerintah Singapura selalu berlandaskan kepada kajian ilmiah dan sains.

Terbaru, dalam menangani kasus Covid-19, Singapura merupakan salah satu negara yang berhasil secara dini mengendalikan penularan virus tersebut. Hal ini diklaim berkat kepercayaan mereka terhadap sains dan ilmu pengetahuan sebagai dasar pengambilan kebijakan.

Mungkin itulah yang menyebabkan Partai Golkar dengan Golkar Institute-nya sedikit banyak ingin meniru kesuksesan Singapura dalam hal perencanaan kebijakan publik, setidaknya hal ini lah yang tercermin dalam visi awal mereka:

“Mencetak kader-kader terbaik Indonesia dan Partai Golkar yang memiliki kemampuan dalam merumuskan, merencanakan, menganalisis dan mengimplementasikan kebijakan publik pada lembaga-lembaga pemerintahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.”

Airlangga Percaya Sains

Dalam suatu tulisan, Rizal Mallarangeng mengungkapkan bahwa sang ketua umum Airlangga Hartarto merupakan orang yang sangat percaya kepada sains. Dalam literatur ilmu politik, hal ini sering disebut teknopol, technocrat-politician.

Rizal mengungkapkan salah satu contoh kunci keberhasilan Golkar dalam merajai Pilkada Serentak 2020 adalah karena dalam proses pencalonan kader sebagai kepala daerah, pertimbangan utamanya adalah “scientific base.”

Baca juga :  Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

“Artinya, walaupun politik selalu bersifat tak pasti dan dinamis, Airlangga sejauh mungkin memanfaatkan ilmu pengetahuan yang bersifat objektif dalam menentukan kader-kader potensial. Unsur subjektivitas dikurangi ke tingkat yang tidak mengganggu dan relatif terkendali sehingga potensi konflik internal partai berkurang drastis,” tulis Rizal.

Kembali ke konteks lahirnya Golkar Institute, inisiatif Golkar dalam membuat sekolah partai berbasis kebijakan publik sedikit banyak harus diapresiasi. Mengingat penggunaan riset adalah salah satu aspek terpenting dalam keberhasilan kebijakan publik.

Penelitian dari lembaga studi pembangunan di Inggris, Overseas Development Institute, menyimpulkan bahwa kebijakan dengan basis ilmiah yang kuat dapat membantu negara berkembang dalam menyelamatkan nyawa dan memangkas kemiskinan dengan lebih tepat sasaran.

Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa riset dan bukti ilmiah lainnya merupakan salah satu faktor yang berkontribusi secara signifikan pada seberapa efektifnya kebijakan pemerintah.

Namun, dalam konteks Indonesia seringkali hal tersebut menemui hambatan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki pembuat kebijakan.

Baca Juga: Mengenal Airlangga Hartarto Ketika Muda

Dalam riset yang dipublikasikan oleh The Conversation terkait implementasi kebijakan publik di Indonesia, disebutkan bahwa sebagian besar pejabat publik di Indonesia, terutama pemimpin daerah, belum memiliki kapasitas untuk membuat kebijakan berbasis data.

Oleh karena itu sebagai partai besar dengan raihan kursi terbanyak kedua di parlemen dan mempunyai ratusan kader kepala daerah, jelas Partai Golkar punya pengaruh dalam pengambilan kebijakan di pemerintahan saat ini.

Kelahiran Golkar Institute diharapkan akan menjadi solusi dari kenyataan bahwa masih banyaknya pengambil kebijakan di Indonesia yang masih abai terhadap sains.

Sehingga dengan kehadirannya, seharusnya akan menjadikan kebijakan yang diambil partai dan para kadernya menjadi lebih terukur, terencana, dan punya impact positif.
Selain itu, keberadaan Golkar Institute yang nantinya akan dibuka secara umum bisa dijadikan momentum untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan.

Setidaknya hal ini telah menggugurkan beberapa kewajiban Golkar sebagai partai politik, yaitu meningkatkan partisipasi dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.
Harapan kita tentunya pengambilan kebijakan publik menjadi lebih baik di Indonesia. (A72)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Mengapa Megawati “Kultuskan” Soekarno?

Megawati Soekarnoputri mengusulkan agar pembangunan patung Soekarno di seluruh daerah. Lantas, apa tujuan dan kepentingan politik yang ingin diperoleh Megawati dari wacana tersebut?  PinterPolitik.com Megawati Soekarnoputri...

Mungkinkah Jokowi Tersandera Ahok?

Nama Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok kembali menjadi perbincangan publik setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku mantan wakilnya di DKI Jakarta itu punya...

PKS Mulai “Gertak” Anies?

Majelis Syuro PKS telah memutuskan untuk menyiapkan Salim Segaf Al-Jufri sebagai kandidat yang dimajukan partai dalam kontestasi Pilpres 2024. Apa strategi PKS di balik...