HomeHeadlineSBY Harus Keluar Dari Partai Demokrat?

SBY Harus Keluar Dari Partai Demokrat?

Kecil Besar

Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) justru tidak menjadi pusat perhatian utama atas langkah-langkah politik Partai Demokrat. Pemberitaan media terlihat masih fokus pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Haruskah SBY keluar dari Partai Demokrat agar AHY lebih bersinar?


PinterPolitik.com

โ€œCara terbaik untuk memasuki lingkaran bisnis kami adalah dengan dilahirkan di sana.โ€ โ€“ V dalam Mafia Manager

Melihat rangkaian pemberitaan, menariknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) justru tidak menjadi pusat pemberitaan atas langkah-langkah politik strategis Partai Demokrat. Seperti yang terlihat, mata berita lebih fokus terhadap Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kita misalnya dapat melihat dua kasus terbaru. Pertama, ketika Partai Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), pemberitaan justru fokus pada isu pertemuan SBY dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, kenapa pemberitaannya bukan soal pertemuan AHY dengan Megawati?

Kedua, ketika Partai Demokrat sudah memutuskan untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), fokus pemberitaan justru pada pernyataan SBY yang siap turun gunung untuk memenangkan Prabowo Subianto. Sekali lagi, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, kenapa pemberitaannya bukan soal AHY akan memenangkan Prabowo?

infografis ahy tertutup bayangan sby

Besarnya Bayangan SBY

Kasus AHY sebenarnya bukan fenomena baru. Sejak peradaban manusia masih identik dengan sistem politik monarki atau kerajaan, kasus pangeran yang dibayang-bayangi raja sebelumnya sangat lumrah terjadi.

Pangeran yang melanjutkan estafet kekuasaan memiliki beban yang lebih besar dari ayahnya, raja sebelumnya. Pangeran seringkali dihadapkan pada tekanan dan harapan yang sangat tinggi untuk melanjutkan tradisi atau kepemimpinan ayah mereka, khususnya jika sang ayah adalah raja yang hebat.

Fenomena itu dipicu oleh bias kognitif yang disebut dengan contrast effect. Rolf Dobelli dalam bukunya The Art of Thinking Clearly menjelaskan bahwa otak manusia secara alami melakukan perbandingan atas dua objek yang dinilainya mirip.

Baca juga :  Begitu Sulit Sri Mulyani

Pada konteks AHY dan SBY, karena keduanya merupakan Ketua Umum Partai Demokrat, secara sadar atau tidak, publik akan dengan spontan membandingkan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan keduanya. Terlebih lagi, AHY merupakan putra SBY yang diharapkan melanjutkan kesuksesan karier politik sang Presiden ke-6 RI.

Namun, agaknya kurang adil apabila terus-menerus membandingkan AHY dengan SBY. Karier politik AHY terbilang masih baru. Ia baru aktif di politik ketika maju di Pilgub DKI Jakarta 2017. Artinya baru enam tahun.

Itu berbeda jauh dengan SBY yang menjadi menteri di pemerintahan Gus Dur dan Megawati. SBY juga berhasil menjadi Presiden RI, karier politik tertinggi yang bisa diraih. Kemudian, ini juga penting digarisbawahi, SBY terjun ke dunia politik sebagai seorang jenderal, sedangkan AHY meninggalkan militer sebagai seorang mayor.  

Singkatnya, membandingkan SBY dengan AHY bukan hanya kurang tepat, melainkan juga sudah terjebak bias sedari awal. Sebagai Presiden ke-6 RI yang dikenal sebagai ahli strategi, publik pasti lebih tertarik melihat langkah politik SBY daripada AHY. Nama besar SBY menciptakan bayangan besar yang menutup sinar AHY.

Lantas, apa yang harus dilakukan agar karier politik AHY lebih bersinar?

dibalik sby pilih boediono

SBY Harus Keluar Demokrat?

Dengan fakta besarnya bayangan SBY, memang membutuhkan waktu bagi AHY untuk menunjukkan sinarnya. Ini juga masih dialami oleh Puan Maharani yang masih dibayang-bayangi oleh Megawati.

Meskipun sudah lama terjun ke dunia politik dan sudah menempati berbagai posisi strategis di pemerintahan, Puan nyatanya belum mampu menyaingi sinar sang ibu, Megawati.

Namun, ada satu cara cepat yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sinar AHY di Partai Demokrat, yakni SBY harus pensiun dari politik atau keluar dari Partai Demokrat.

Baca juga :  The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Selama SBY masih di Partai Demokrat akan selalu ada dua matahari di tubuh partai mercy. Apalagi matahari SBY juga lebih terang sinarnya dari matahari AHY. Demi karier politik AHY yang lebih bersinar, SBY sekiranya perlu melakukan sham sacrifice โ€“ salah satu strategi dalam permainan catur.

Rudolf Spielmann dalam bukunya The Art of Sacrifice in Chess mendefinisikan sham sacrifice sebagai strategi mengorbankan bidak dalam waktu tertentu, di mana nantinya pengorbanan itu menghasilkan keuntungan materil (memakan bidak musuh) yang setara atau lebih besar.

Ini berbeda dengan real sacrifice, di mana pengorbanan yang dilakukan tidak mendapatkan kembali keuntungan materil.

Demi regenerasi kepemimpinan di tubuh Partai Demokrat, SBY perlu melakukan sham sacrifice. SBY perlu mengorbankan dirinya untuk memberikan ruang lebih leluasa untuk AHY.

Dengan SBY tidak lagi aktif di Partai Demokrat, fokus pemberitaan akan tertuju pada AHY. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, publik akan fokus melihat AHY yang menjadi representasi utama Partai Demokrat.

Sekarang kita lihat saja. Apakah SBY akan melakukan sham sacrifice atau justru memilih tetap berada di Partai Demokrat. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo & Trump Alami โ€œWarisanโ€ yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...