HomeNalar PolitikSaran Fahri Soal PKI

Saran Fahri Soal PKI

Kecil Besar

Fahri Hamzah memang bukan politisi biasa. Mulutnya, dan terkadang cuitannya, kerap mengundang kerut dahi. Namun kali ini pendapatnya patut dicermati.


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]S[/dropcap]iapa tak kenal Bung Fahri?  Hampir sepanjang kiprah politiknya, ia dikenal karena terus menerus mengkritik, memprotes, bahkan mencaci-maki KPK. Belum lagi pernyataannya yang pernah menyerang santri-santri pesantren dulu. Tapi, baru-baru ini ada sesuatu yang bikin Fahri ‘sesuatu’. Apa tuh?

Menyambut akhir Bulan September, isu kebangkitan PKI kembali dipanaskan dan digoreng lagi. Peristiwa penyerbuan Lembaga Badan Hukum (LBH) Jakarta yang terjadi beberapa waktu lalu, turut ditiup isu kebangkitan PKI. Nah, ketika Bung Fahri ditanyai mengenai isu tersebut, secara ajaib jawabannya bisa diterima akal sehat.

Fahri soal PKI
Foto: CNN

Menurut Bung Fahri, seharusnya Presiden Jokowi menyelesaikan beban masa lalu seperti peristiwa yang terjadi pada 1965 supaya sentimen negatif terhadap suatu pihak tidak akan selalu terpelihara di masyarakat. “Presiden itu menurut saya terlalu naif. Kalau ada PKI gebuk saja. Apa maksudnya itu? Engak boleh begitu. Selesaikan dan ada tahapan-tahapannya,” ujar Bung Fahri.

Kita tentu tahu bagaimana posisi Fahri yang selalu konsisten berada di seberang pemerintahan dan selalu melawan rezim. Di era tukang kayu bisa jadi presiden ini, Fahri jelas selalu menentang keras Presiden Jokowi dalam banyak hal. Tetapi, pendapatnya untuk isu kebangkitan PKI, masuk akal.

“Saya minta Presiden turun tangan, karena ini sudah pada level membahayakan. Saling curiga di masyarakat ini enggak sehat.  Presiden dapat mencari kebenaran secara adil dengan mendengarkan kedua belah pihak yang masih berselisih, antara korban di pihak PKI dan korban atas tindakan PKI di masa lalu.” Mantap, buoss!

Berbeda dengan cerocosnya atas kasus-kasus terdahulu, kali ini Bung Fahri seakan tahu apa yang dibicarakannya. Baginya, mendamaikan korban dari kedua belah pihak, baik dari pihak PKI maupun korban tindakan PKI dengan memberi porsi keadilan yang sama, akan menghilangkan beban masa lalu negara yang tak kunjung selesai. Tentu itu langkah yang patut diapresiasi jika benar dilaksanakan negara.

Baca juga :  2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Sebab seperti apa yang dikatakannya, korban-korban tersebut perlu melanjutkan hidup dengan tenang dan lebih baik dari sebelumnya, “Kita sudah enggak mau ke belakang lagi. Kita mau ke depan. Kita mau cari makan. Kita mau memperbaiki hidup kita,” ujarnya.

Sungguh sebuah pernyataan brilian yang (sayangnya cuma satu-satunya) bisa didengarkan dan dipuji dari Bung Fahri. Anda boleh tidak suka. Anda boleh benci. Anda bisa membuli. Namun terlepas dari intensinya yang selalu ‘menyerang’ pemerintah, usul Bung Fahri ini patut direnungkan. Iya, tidak? (A27)

spot_imgspot_img

#Trending Article

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau “Hiperbola”? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

More Stories

Jangan Remehkan Golput

Golput menjadi momok, padahal mampu melahirkan harapan politik baru. PinterPolitik.com Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 tunai sudah. Kini giliran analisis hingga euforia yang tersisa dan...

Laki-Laki Takut Kuota Gender?

Berbeda dengan anggota DPR perempuan, anggota DPR laki-laki ternyata lebih skeptis terhadap kebijakan kuota gender 30% untuk perempuan. PinterPolitik.com Ella S. Prihatini menemukan sebuah fakta menarik...

Menjadi Pragmatis Bersama Prabowo

Mendorong rakyat menerima sogokan politik di masa Pilkada? Prabowo ajak rakyat menyeleweng? PinterPolitik.com Dalam pidato berdurasi 12 menit lebih beberapa menit, Prabowo sukses memancing berbagai respon....