Site icon PinterPolitik.com

Sandi Sedang “Ngambek” ke Prabowo?

Prabowo Sandi Menuju Bintang 2024

Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kanan) ketika mengikuti tes kesehatan dalam rangkaian perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. (Foto: Jakarta Post)

Akhir bulan Januari 2023 ini, Sandiaga Uno mengungkapkan informasi yang begitu kontroversial, yakni perjanjian tertulis antara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Publik berspekulasi bahwa itu adalah komitmen untuk tidak saling jegal dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Mengapa Sandi berani bocorkan informasi tersebut?


PinterPolitik.com

Ada sebuah perdebatan cukup sengit dalam komunitas orang-orang yang senang mempelajari evolusi manusia. Perdebatan tersebut berasal dari pertanyaan sederhana: apakah kecerdasan otak manusia membuat kita mampu menciptakan bahasa atau justru kemampuan kita berbahasa-lah yang membuat manusia begitu cerdas dan maju?

Well, apapun jawabannya, tidak diragukan bahwa bahasa telah mengantarkan manusia menjadi spesies yang paling terdepan di muka bumi. Dengan adanya bahasa, manusia mampu berkoordinasi membangun bangunan-bangunan megah, berstrategi dalam berburu, dan berperang.

Seiring perkembangan zaman, bahasa juga menjadi sesuatu yang membuat manusia mampu berkomitmen di antara satu sama lain. Melalui perjanjian-perjanjian tertulis, manusia membangun batasan-batasan yang diakui bersama demi menghargai sesamanya. Karena terkadang suatu perjanjian sifatnya sangatlah sensitif, ia hanya perlu dan pantas diketahui oleh orang-orang yang terlibat langsung saja.

Ngomong-ngomong soal perjanjian manusia, belakangan ini publik cukup dihebohkan oleh pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno dalam podcast Akbar Faizal Uncensored yang mengungkapkan bahwa ternyata pernah ada perjanjian politik tertulis antara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

Walau tidak dijelaskan secara rinci apa isi perjanjian yang disebut sudah ada sejak September 2016 itu, dugaan kuat yang muncul di benak publik dan sejumlah pengamat adalah perjanjian itu mengatur tentang komitmen agar Anies tidak “jegal” Prabowo jika keduanya memutuskan maju sebagai calon presiden (capres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

Sontak, walau dengan kepastian yang sebegitu samarnya, publik tetap dibuat heboh. Elite politik Gerindra, yakni Andre Rosiade dan Sufmi Dasco Ahmad, menyebut perjanjian itu seharusnya hanya layak jadi konsumsi internal partai dan tidak untuk diekspos ke publik.

Pernyataan senada juga disampaikan PKS. M. Taufik Zoelkifli, Sekretaris I Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, menyebut seharusnya pihak yang mengetahui soal perjanjian tersebut tidak mengungkitnya ke masyarakat umum.

Yap, terlepas dari benar atau tidaknya keberadaan perjanjian itu, hal menarik yang perlu kita pertanyakan adalah, kenapa Sandi merasa baik-baik saja untuk membocorkan informasinya ke publik?

Bukan untuk Anies, Tapi Prabowo?

Ketidakpastian informasi mampu mendorong orang-orang menciptakan sejumlah spekulasi liar, tidak terkecuali adalah aftermath atau dampak dari bocoran informasi yang diucapkan Sandi.

Terkait itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menyebut ada kemungkinan ada dua dampak besar yang bisa muncul dari pernyataan Sandi.

Pertama, itu akan berdampak buruk pada Anies karena berpotensi memotretnya sebagai politisi yang bercitra negatif. Karena sampai saat ini basis suara Anies dan Prabowo masih timpang tindih, kata Djayadi, citra Anies yang terkesan “mengkhianati” Prabowo mampu menggiring para pendukung Prabowo yang berpindah ke Anies, kembali mendukung Prabowo.

Kedua, pernyataan Sandi tersebut juga sangat mungkin justru malah jadi blunder untuk kubu pendukung Prabowo dan Gerindra karena publik akan menangkap ini sebagai sinyal bahwa Gerindra dan, mungkin, Prabowo tidak rela dengan pencalonan Anies sebagai presiden. Akan ada pandangan juga Anies sepertinya dilihat sebagai “ancaman” besar dari Gerindra sehingga mereka perlu menyerangnya dengan informasi perjanjian rahasia tersebut.

Bagaimanapun juga, Djayadi melihat bahwa pembocoran informasi itu adalah sesuatu yang disengaja.

Namun, kira-kira mana dugaan yang paling benar?

Jika melihat dari perkembangan kabar yang ada, mau tidak mau sebenarnya kecurigaan kita secara alamiah akan lebih berat ke dugaan ini adalah semacam “strategi” yang tengah dimainkan Sandi.

Dari sejak sebelum tahun baru, kita selalu disajikan berita bahwa Sandi cukup “berhubungan panas” dengan Gerindra. Mulai dari pernyataan kesiapannya sebagai capres yang diulang berkali-kali, rumor kepindahan ke PPP, sampai beberapa sentilan yang dilontarkan Partai Gerindra tentang setiap kadernya yang seharusnya mendukung Prabowo jadi capres bersama.

Karena hal-hal tersebut, sangat masuk akal bila pernyataan yang dilontarkan Sandi tentang perjanjian rahasia antara Prabowo dan Anies menjadi salah satu bentuk protes Sandi terhadap perlakuan yang didapatkannya dari Gerindra atau Prabowo sendiri, mungkin, itu berkaitan dengan pen-capres-an 2024.

Akan tetapi, bukannya Sandi sempat mengatakan bahwa dia tetap mendukung Prabowo? Well, kalau kata pengamat politik, Adi Prayitno, kita selalu punya alasan untuk meragukan ketulusan pernyataan Sandi tersebut, karena kita tidak pernah tahu ambisi dan pikiran sebenarnya dari Sandi.

Dalam artikel PinterPolitik.com berjudul Prabowo-Sandi Dijebak Operasi Intelijen?, muncul dugaan bahwa sedang ada pihak-pihak yang ingin mendorong Sandi sebagai capres. Tidak hanya itu, kalaupun Sandi sadar ada gerakan demikian, itu tetap tidak menutup kemungkinan dirinya tidak tergoda memanfaatkan kesempatan menjadi capres.

Mengacu pada tulisan Julie Beck berjudul People Want Power Because They Want Autonomy yang mengutip studi gabungan dari University of Cologne, University of Groningen, dan Columbia University, dorongan untuk mendominasi dan berotonomi memiliki pengaruh yang sangat besar dan, bahkan, jauh lebih berpengaruh dibanding dorongan untuk mendominasi pihak yang sedang berada di puncak kekuasaan.

Dari pandangan yang demikian, tidak sulit untuk dibayangkan jika Sandi ternyata memang memiliki ambisi yang berbeda dari apa yang sudah ditentukan secara kolektif dalam Partai Gerindra.

Jika pandangan ini benar, lantas, bagaimana kita memaknai bocoran perjanjian Prabowo dan Anies yang diucapkan Sandi?

Doublespeak ala Sandi?

Politisi adalah manusia dan, layaknya manusia pada umumnya, terkadang hal yang sebenarnya bisa lebih jelas disampaikan secara langsung justru disampaikan dengan cara-cara yang penuh drama.

Kalau Sandi dan Gerindra sedang memiliki perbedaan pendapat, maka informasi yang dibocorkan Sandi bisa jadi merupakan doublespeak atau pernyataan bermakna ganda yang sebenarnya bukan diarahkan pada Anies, tapi pada Prabowo dan Gerindra.

Eric Schwartzman dalam tulisannya Why Doublespeak is Dangerous, dengan mengutip ahli bahasa William Lutz, menjelaskan bahwa politisi kerap melakukan doublespeak untuk menghindari ketegangan terbuka.

Melalui pernyataan yang sifatnya multi-tafsir, sang politisi tersebut bisa menyerang pihak tertentu secara verbal, tetapi juga dapat mengelak jika ternyata pernyataan tersebut menghasilkan persepsi yang negatif.

Nah, dengan membocorkan informasi yang sifatnya “konsumsi internal” Partai Gerindra tersebut, Sandi seakan mengatakan bahwa dirinya berani mengatakan sesuatu yang berpotensi merusak citra Gerindra.

Yap, meskipun memang belum bisa dibuktikan bahwa informasi perjanjian tersebut benar-benar membuat citra Gerindra buruk, hanya dengan menciptakan risiko itu saja, apa yang dikatakan Sandi sudah jadi pesan tersendiri. Tidak menutup kemungkinan juga dengan menunjukkan gestur demikian, ke depannya Sandi bisa saja membocorkan informasi yang sifatnya lebih sensitif.

Dalam seni doublespeak, salah satu motivasi kenapa seorang politisi merasa perlu melakukan itu adalah karena salah satu keinginannya dianggap tidak dapat dikabulkan atau ditanggapi oleh individu atau suatu kelompok.

Kalau kita berkaca pada pembahasan sebelumnya, tentang bagaimana Sandi bisa saja masih memiliki ambisi untuk nyapres, maka sepertinya cukup masuk akal bila strategi doublespeak ini memang sedang dimainkannya.

Pada akhirnya, tentu ini semua hanyalah interpretasi belaka. Untuk saat ini kita hanya bisa menduga-duga apa yang sebenarnya sedang digodok oleh Partai Gerindra dan Sandiaga Uno di belakang layar.

Yang jelas, layaknya air di sungai yang berkelok-kelok, perkembangan politik menyambut tahun demokrasi 2024 akan terus berjalan secara dinamis. (D74)

Exit mobile version