OK OCE, program unggulan pemerintah DKI terancam terbengkalai setelah Sandiaga Uno maju pada Pilpres 2019
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]ebelum ditetapkan sebagai bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto, nama Sandiaga Uno sudah lebih dulu populer karena kemenangannya pada Pilgub DKI. Mantan Wakil Gubernur DKI ini terkenal karena adegannya membentuk tangan menjadi huruf “O” sebagai simbol program “OKE-OCE”.
OK OCE adalah singkatan dari One Kecamatan One Center Entrepreneurship. Program ini digagas oleh Anies dan Sandiaga untuk mengatasi kemiskinan di Jakarta dengan membangun lapangan pekerjaan berbasis wirausaha warga.
Program ini disambut baik oleh warga Jakarta mulai dari kalangan pebisnis kalangan menengah hingga pemula. Bisa dikatakan bahwa program ini cukup populer di masa-masa kampanye Pilgub dan terbukti berhasil mengantarkan Anies dan Sandiaga ke bangku pemerintahan DKI.
Selepas ditetapkan sebagai bakal calon Wakil Presiden untuk damping Prabowo, Sandiaga masih sering mengkampanyekan program OK OCE kepada masyarakat. Belum lama ini, Sandiaga mengajak mahasiswa UHAMKA untuk meneriakkan yel-yel OK OCE ketika dia menjadi narasumber di kampus tersebut.
Sandiaga dengan bangga memperkenalkan program unggulan pemerintah DKI kepada khalayak sebagai solusi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Ibukota. Melalui sosialisasi itu, ia seperti ingin mengulang kemenangan Pilgub DKI pada Pilpres mendatang.
OK OCE, program unggulan pemerintah DKI terancam terbengkalai setelah Sandiaga Uno maju pada Pilpres 2019 Share on X
Akan tetapi, pada saat yang bersamaan muncul kabar tentang tutupnya OK OCE Mart di daerah Kalibata karena tak mampu membayar sewa lahan. Kabar ini dalam sekejap langsung menjadi perbincangan publik.
Permasalahan itu tentu saja sangat kontras dengan semangat Sandiaga yang selama ini mempromosikan program OK OCE kepada masyarakat.
Lantas, apakahpenutupan OK OCE Mart di Kalibata itu merupakan indikator kegagalan program unggulan Sandiaga? Lalu, masih efektifkah slogan OK OCE untuk memenangkan Prabowo dan Sandiaga pada Pilpres 2019?
OK OCE Menarik Minat Si Miskin
Program entrepreneurship dari pemerintah memang sedang populer di berbagai negara. Jauh sebelum Sandiaga Uno memperkenalkan program OK OCE, Jepang sudah lebih dulu memulai programkewirausahaan warga lewat program One Village One Product, Pemerintah Thailand dengan One Tambon One Product hingga Government Grants for Start Up di Australia.
Program kewirausahaan itu dibangun oleh pemerintah sebagai solusi untuk mengatasi kemiskinan warga. Sama seperti OK OCE, program-program pemerintah di berbagai negara itu berupaya untuk melahirkan pengusaha lokal dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Di Indonesia, program entrepreneur OK OCE menjadi populer ketika pasangan Anies-Sandi memperkenalkannya pada kontestasi Pilgub DKI. Warga Jakarta sempat mengidentikan Anies-Sandidengan sapaan “Cagub dan Cawagub OK OCE”. Popularitas pasangan ini melesat pada masa kampanye karena merekamenawarkan program-program baru untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.
Komunikasi politik seperti itu bisa dipahami sebagai upaya untuk menarik simpati masyarakat agar mengalihkan pilihannya kepada Anies-Sandi. Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM San Afri Awang menyatakan bahwa kemiskinan telah dijadikan barang dagang murahan oleh partai dan politisi. Pada masa kampanye, semua baliho calon pejabat menyebut rakyat kecil sebagai objek yang akan mereka perjuangkan.
Pendapat itu bisa diperkuat dengan maraknya baliho dan tagar para politisi untuk mendongkrak dukungan warga ketika pemilu tiba. Para politisi itu kerap kali menggunakan slogan politik seperti “Kami bersama Buruh dan Petani”, “Menuju Indonesia Sejahtera”, hingga “Merakyat dan Tegas”. Berbagai slogan itu coba menegaskan bahwa sang politisi akan berpihak pada masyarakat kecil ketika mereka terpilih.
Terobosan program pro-rakyat kecil itu dilakukan pula oleh Anies-Sandi di Jakarta mendongkrak popularitas. Masyarakat miskin Jakarta yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah sekitar 385.000 penduduk pun ikut tergiur untuk memilih Anies-Sandi.
Hal itu diperkuat dengan tingginya partisipasi masyarakat terhadap program-program pemerintah DKI seperti OK OCE setelah Anies-Sandi dilantik. Sampai hari ini total sudah ada lima puluh ribu warga Jakarta yang bergabung dengan program OK OCE.
Setelah Anies-Sandi terpilih, warga menggantungkan harapan kepada sang Gubernur dan Wakil Gubernur baru tersebut.Tiba saatnya dimana masyarakat mulai “menagih” janji-janji mereka selama masa kampanye. Lantas apakah program-program Anies-Sandi sudah terealisasi sesuai dengan janji kampanye mereka?
OK OCE hanya slogan kampanye?
OK OCE, program unggulan pemerintah DKI terancam terbengkalai setelah Sandiaga Uno meletakkan jabatannya untuk maju pada Pilpres 2019. Perancang program OK OCE itu mundur dari jabatan sebelum menuntaskan janji-janjinya pada saat kampanye.
Setelah mundur dari jabatan Wakil Gubernur, Sandiaga mengatakan bahwa program DKI akan tetap berjalan di bawah arahan Gubernur Anies Baswedan. Akan tetapi, program unggulan OK OCE kemungkinan besarbisa terbengkalai karena program itu sudah bermasalah jauh sebelum Sandiaga Uno mundur dari jabatan.
Permasalahan OK OCE terletak pada pelaksanaan program di lapangan yang tidak sesuai dengan janji Sandiaga ketika kampanye. Sebelumnya, Sandiaga menjanjikantiga hal yang bisa didapatkan oleh masyarakat DKI ketika mendaftar program OK OCE.
Dilansir dalam website resmi pemenangan Anies-Sandi jakartamajubersama.com bahwa OK OCE akan memberi dukungan modal, akses market, hingga mentor bagi pewirausaha.
Realita berkata lain. Dukungan modal dari pemerintah untuk berwirausaha tak kunjung datang. Sandiaga malah mengarahkan warga untuk meminjam modal usaha ke Bank DKI dengan suku bunga mencapai 13 persen. Warga pun mengeluh dengan bunga yang terlalu tinggi.
Hal itu dikritik keras oleh Anggota DPRD DKI Nur Afni Sajim. Ia menilai pinjaman modal dengan bunga sebesar 13 persenbukan malah meringankan, tapi justru memberatkan warga. Ditambah warga harus memberikan sertifikat rumah mereka sebagai jaminan pinjaman modal dari Bank DKI.
Menurut statistik perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan, per Oktober 2017 lalu rata-rata suku bunga bank umum untuk penerima kredit lapangan usaha berkisar di angka 9,27-16,34 persen. Dengan kata lain, tidak ada bukti masyarakat mendapat kredit tanpa bunga dan jaminan.
Selain itu, beberapa pelaku usaha dalam program OK OCE mengatakan tak pernah mendapatkan pendampingan dari Pemprov DKI. Penjaga toko OK OCE Mart di Kalibata dan pengelola Gerai OK OCE di Pancoran mengaku tak pernah mendapatkan pendampingan usaha dalam bentuk pelatihan atau pemberian modal.
Di Kalibata, pelaku usaha OK OCE Mart tak mampu membayar uang sewa lahan dan memutuskan untuk menutup toko karena omset toko pun tak pernah sampai satu juta per bulan. Bisa jadi, ditutupnya toko itu disebabkan oleh tidak adanya pendampingan pemerintah DKI terhadap usaha warga.
Adlh wajar kekhawatiran program kebijakan publik yg gagal malah dibelokkan substansinya seakan2 spt resiko bisnis perorangan.
Publik mendadak privat??
This's not apocaliptyc. But realistic..
Ilution marketing n delutional program.. Msh percaya?RIP Oke oce Mart..
— Hermawancandta (@adicandta) September 3, 2018
OK OCE Mart juga tidak berbeda dengan toko-toko lainnya. Mereka tidak menjual produk yang dihasilkan dari program OK OCE. Project Officer OK OKE Mart Rawamangun Zaenal, mengatakan pihak pengelola lebih banyak mengambil produk di luar produksi OK OCE karena lebih murah.
Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa OK OCE telah gagal menerapkan One Kecamatan One Center Entrepreneurship karena OK OCE Mart tidak berhasil memberdayakan warga Jakarta.
Robert N. Lussier dalam penelitian berjudul Why businesses succeed or fail: a study on small businesses in Pakistan mengatakan bahwa absennya dukungan pemangku jabatan publik dan pihak pemodal terhadap UMKM menjadi salah satu penyebab kegagalan wirausaha masyarakat. Bukan tak mungkin OK OCE Mart lain akan mengalami “kebangkrutan” serupa karena minimnya perhatian pemerintah terhadap unit usaha itu.
Berbagai fakta di lapangan itu memperkuat dugaan bahwa Sandiaga hanya menjadikan OK OCE sebagai slogan dalam kampanye. Ketika sudah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI, ada kesan dia tak pernah benar-benar serius mendukung pelaksanaan program ini dengan indikasi tidak ditepatinya janji untuk memberikan modal dan mendampingi pelaku usaha.
Sampai detik ini pun Sandiaga masih menggunakan OK OCE sebagai slogan kampanye di berbagai tempat. Dalam setiap pidatonya Sandiaga coba mengatakan bahwa OK OCE adalah program unggulannya di DKI yang dianggap olehnya telah berhasil.
Berbagai kendala yang dialami OKE OCE Mart di Jakarta membuat cara Sandiaga dalam “menjual” program OK OCE sebagai alat kampanye bisa jadi tidak lagi efektif. Di satu sisi, program kewirausahaan untuk pemberdayaan masyarakat memang penting. Tetapi, tidak semua orang bisa menjadi wirausaha. Pendampingan pemerintah merupakan hal yang penting, jangan sampai unit usaha terbengkalai karena ditinggal pemerintah sebagai penggagas, seperti kini OKE OCE yang ditinggal Sandiaga. (D38)