Terpilihnya Victorio Vargas sebagai Presiden Philippine Olympic Committee (POC) menjadi berita utama di Filipina beberapa waktu lalu. Bukan hanya karena menandai akhir kekuasaan keluarga Aquino di komite olimpiade tersebut, tetapi juga membersitkan satu nama di belakangnya: Anthoni Salim.
PinterPolitik.com
“Dengan uang, kamu bisa membeli rumah, tetapi bukan tempat tinggal; dengan uang, kamu bisa membeli jam, tetapi bukan waktu; dengan uang, kamu bisa membeli posisi, tetapi bukan rasa hormat; dengan uang, kamu bisa membeli darah, tetapi bukan hidup.”
– Sudono Salim (1916-2012) –
[dropcap]B[/dropcap]agaimana bisa tokoh utama grup bisnis Salim tersebut dikaitkan dengan pergantian kepemimpinan organisasi internal negara Filipina? Tentu saja ada alasan yang kuat persoalan tersebut menjadi topik bahasan yang menarik, salah satu di antaranya adalah terkait semakin kuatnya bisnis Salim Group di negara yang kini dipimpin oleh Presiden Rodrigo Duterte ini.
Rigoberto D. Tiglao, diplomat dan penulis asal Filipina dalam artikelnya di Manila Times menggambarkan bagaimana konglomerasi bisnis asal Indonesia itu melebarkan kekuasaannya di Filipina.
Mantan Duta Besar Filipina untuk Siprus dan Yunani pada era pemerintahan Presiden Gloria Macapagal Arroyo itu menyebut kekalahan Jose Cojuangco atas Victorio Vargas dalam pemilihan Presiden POC adalah lebih dari sekedar persoalan pergantian di pucuk jabatan komite olimpiade Filipina tersebut.
Untuk diketahui, Jose Cojuangco adalah adik dari Presiden ke-11 Filipina Corazon Aquino, dan paman dari Presiden ke-15 Filipina Benigno “Noynoy” Aquino. Artinya, Jose Cojuangco berdiri mewakili keluarga Aquino yang merupakan salah satu oligarki utama di Filipina. Kemenangan Vargas menandai berakhirnya kekuasaan keluarga Aquino di komite olimpiade Filipina setelah 13 tahun lamanya berkuasa di organisasi tersebut.
Tiglao menyebut kemenangan ini juga membersitkan fakta terkait posisi Salim Group di Filipina. Jika demikian, seperti apa sebetulnya hubungannya dengan Salim Group dan seperti apa kekuasaan grup bisnis yang didirikan oleh Sudono Salim itu di Filipina?
Digdaya Salim di Filipina
Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1998, Salim Group memang melakukan ekspansi bisnis ke Filipina. Seiring berjalannya waktu perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah grup bisnis tersebut mengalami perkembangan dan membuatnya menjadi salah satu grup bisnis besar.
Lalu, bagaimana nama Salim bisa ada dalam persoalan pergantian presiden POC? Nyatanya, Vargas adalah orang yang bekerja untuk Manuel V. Pangilinan (MVP). MVP adalah salah satu pebisnis besar di Filipina, yang nyatanya hampir semua perusahaannya dikuasai oleh Salim Group.
Vargas awalnya bekerja sebagai eksekutif Citibank Bangkok. Namun, pada tahun 2007 ia direkrut oleh MVP menjadi salah satu eksekutif di Philippine Long Distance Telephone (PLDT) – lagi-lagi perusahaan milik Salim.
Tiglao juga menuliskan bahwa atas kemenangan Vargas ini, MVP ditengarai akan mengucurkan dana sekitar 20 juta peso (Rp 5,2 miliar) kepada POC, mengingat lembaga independen itu hidup berdasarkan sumbangan. Keberadaan MVP ini jugalah yang membuat persoalan tersebut akhirnya berkaitan dengan Salim Group.
MVP tercatat menjabat sebagai CEO First Pacific Company Limited. Perusahaan yang didirikan dengan bantuan ayah Anthoni, Sudono Salim dengan total aset mencapai US$ 8,3 miliar dollar (Rp 114,2 triliun) itu mayoritas sahamnya – sekitar 45 persen – memang dikuasai oleh Salim Group.
Adapun Vargas juga dipercaya menjadi Presiden Maynilad Water Services – salah satu perusahaan lagi-lagi di bawah holding First Pacific Company. Pada titik ini, ada garis bisnis yang sangat jelas yang memperlihatkan hubungan antara Salim dengan pergantian pucuk pimpinan POC.
Bahkan, Anthoni Salim sudah disebut sebagai salah satu oligarki kuat di Filipina, walaupun sebagian masih menganggapnya sebagai “oligarki tersembunyi” karena berdiri di belakang MVP sebagai pengusaha lokal.
Dalam tulisannya yang lain, Tiglao menyebut pemasukan Salim Group melalui First Pacific Company dari Filipina antara 2000-2014 mencapai US$ 2,7 miliar (Rp 37,1 triliun). Jumlah ini lebih besar daripada pemasukan grup perusahaan tersebut dari Indonesia yang hanya mencapai US$ 1,4 miliar (Rp 19,2 triliun) dalam kurun waktu yang sama.
Salim juga menguasai beberapa perusahaan media, mulai dari 3 koran terbesar di Filipina, yakni Philippine Star, Philippine Daily Inquirer dan BusinessWorld, hingga stasiun TV dan radio terbesar ketiga di Filipina Channel 5. Ia juga menguasai 26 persen saham PLDT yang merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar di Filipina.
Salim juga menguasai Metro Pacific Investments yang merupakan perusahaan infrastruktur, sanitasi dan rumah sakit besar di Filipina, tentu saja di bawah bendera First Pacific. Terdapat 13 rumah sakit besar yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Salim juga menguasai perusahaan listrik Manila Electric Company (Meralco), dan beberapa perusahaan infrastruktur yang membangun jalan tol dan lainnya. Kerajaan bisnis First Pacific juga menguasai sekitar 3 lusinan perusahaan lain. Jelas tergambar bagaimana berkuasanya Salim melalui perusahaan-perusahaannya tersebut.
Dengan total kekayaannya saat ini – di tahun 2017 berjumlah US$ 6,7 miliar – Salim yang di Indonesia ada di urutan ke-4 dalam daftar orang terkaya versi majalah Forbes, akan langsung menjadi orang terkaya nomor 2 di Filipina.
Dengan posisinya tersebut, secara politik, keberadaan Salim dan grup bisnisnya nyatanya kurang disukai oleh banyak pihak di Filipina, termasuk di hadapan Presiden Rodrigo Duterte. Apalagi status Salim sebagai Warga Negara Indonesia tentu membuat banyak pihak di Filipina memandanganya sebagai bagian dari entitas asing.
Terkait hubungan dengan Presiden Duterte, MVP misalnya pernah menyebut mantan Wali Kota Davao itu sebaiknya tidak mencampuri persoalan bisnis dan fokus mengurusi kenegaraan. Pernyataan tersebut dibalas oleh Duterte dengan menyebut MVP tidak lebihnya daripada “boneka” Salim Group – kata-kata yang seolah mewakili pandangan banyak pihak di internal negara tersebut.
Oligarki Bisnis dan Politik
Dengan kondisi yang demikian, jelas Salim memiliki posisi yang sangat kuat di Filipina. Persoalannya adalah ke arah mana ia akan melabuhkan dukungan politiknya. Dengan kondisi ekonomi politik Filipina saat ini, keberadaan Salim tentu bisa menentukan arah negara tersebut.
Sebagai catatan, Filipina adalah negara yang dikuasai oleh oligarki dengan kurang lebih 100 keluarga berkuasa. Keluarga-keluarga tersebut memiliki basis bisnis masing-masing dan menempatkan dinasti politiknya dalam lingkaran kekuasaan dan politik. Akibatnya, lingkaran kekuasaan oligarki menjadi sangat kuat di negara tersebut.
Keberadaan Salim Group tentu saja akan menjadi warna baru dalam politik domestik Filipina, namun sekaligus mendatangkan tanda tanya besar, akankah perusahaan tersebut ingin mengulangi masa jayanya ketika begitu berkuasa di Indonesia selama 32 tahun pemerintahan Soeharto dengan “berpihak” pada tokoh politik tertentu?
Atau ini hanya menjadi strategi bisnis lain mengingat semakin banyaknya pesaing di dalam negeri sendiri di Indonesia?
Yang jelas melalui First Pacific miliknya, Salim telah menciptakan kerajaan bisnis besar, bukan hanya untuk berkuasa di Indonesia saja, tetapi juga di negara-negara Asia Tenggara lain, mulai dari Filipina, Vietnam, Thailand, dan lain sebagainya. Menarik untuk ditunggu akan seperti apa kiprah selanjutnya dari grup bisnis yang “dituakan” di Indonesia ini. (S13)